Chapter 10
“Kamu serius?” lelaki paruh baya itu menatap Noah dengan dahi berkerut dalam. Sementara Noah sendiri duduk di hadapannya dengan wajah mengeras kaku setelah apa yang terjadi sebelumnya di kamar Mia.
“Aku nggak pernah seserius ini, Om.” Katanya dan balas menatap lelaki paruh baya itu dengan bersungguh-sungguh.
“Besok itu terlalu cepat, Nak.” Kata lelaki paruh baya itu dengan tatapan mata lelah. Situasi yang terjadi saat ini sungguh sangat membingungkannya. Setelah sebelumnya putrinya, Mia, memasang wajah datar dan mengatakan bahwa pernikahan yang diadakan tidak sampai seminggu lagi itu dibatalkan, kini giliran Noah –keponakannya- berniat untuk menikahi Mia.
“Aku nggak punya banyak waktu di Indonesia, Om. Pekerjaanku di Jepang.” Kata Noah berusaha meyakinkan.
“Tapi Mia? Om pikir dia akan butuh waktu setelah rencana pernikahannya yang gagal.”
Noah menggeleng keras kepala, “Besok akad nikahnya, dan apapun acara yang sudah disusun sebelumnya di gedung hotel itu tetap akan terlaksanakan. Tapi akulah sebagai pengantin prianya.”
“Sebenarnya, ada apa ini?” Ibu Mia, yang sejak tadi tak beranjak dari posisinya di samping sang suami, mulai bersuara. Wajahnya pucat pasi. Terlihat jelas betapa terlalu banyak tekanan dalam pikirannya, yang terjadi dalam beberapa jam belakangan.
“Noah,” tegur Ayah Mia. Matanya menatap lurus pada sang keponakan, sedangkan jemarinya berada di punggung tangan sang istri. Membelainya lembut, untuk memberikan ketenangan di sana. “Jelaskan kepada kami.”
Noah tampak menghela napasnya sesaat. Matanya pun terpejam dalam beberapa detik, sebelum mata tajam milik Noah kembali terbuka dan tatapan lelah itu akhirnya berada di sana. Ayah Mia sempat tidak mempercayai bagaimana Noah yang sejak tadi terlihat dingin dan tak tersentuh, tiba-tiba saja terlihat lelah dan frustasi hanya karena perubahan di matanya yang terlihat tidak bersemangat.
“Aku mencintai Mia. Sejak Mia duduk di bangku SMA.”
Ibu Mia membelalakkan matanya tak percaya. Sementara Ayah Mia memalingkan wajahnya, enggan menatap Noah.
“Bagaimana bisa?” suara Ibu Mia mencicit pelan.
Noah tersenyum samar, “Aku jatuh cinta begitu saja, dan semuanya terlambat untuk disadari. Sampai kemudian kabar pernikahan Mia dengan Aldo terdengar di telingaku.”
“Apa kamu yang mengacaukan pernikahan Mia?” rahang Ayah Mia mengeras. Menatap Noah dengan tajam.
Noah tidak serta merta memberikan jawabannya. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, dan kemudian tersenyum samar. Ibu dan Ayah Mia dapat dipastikan tidak dapat melihat senyuman itu, keduanya tampak saling menggenggam tangan dengan erat. Sekali waktu menoleh dan saling berpandangan. Untuk kemudian kembali menatap pada Noah yang masih tidak bersuara.
Dan ketika lelaki itu mendongak sembari bersuara, memberikan jawaban atas pertanyaan Ayah Mia, Ibu Mia membelalakkan matanya dengan kedua telapak tangan menutupi mulutnya, tampak terkejut dan tidak percaya keponakan yang selama ini dipercayanya, yang sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri bisa dengan begitu mudah menghancurkan pernikahan putrinya yang hanya tinggal menghitung hari.
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya diantara aku dan Mia. Jika Aldo memillih untuk mundur, itu bukan salahku.”
Ringan dan seolah tanpa beban.
Jawaban Noah memancing kemarahan Ayah Mia yang biasanya terlihat tenang dan berwibawa. “Noah!! Kamu… astaga..!!”
Belum sempat kata-kata itu selesai diucapkan Ayah Mia, tubuh Ayah Mia mulai goyah dan raut wajahnya terkejut sembari meringis menahan sakit. Sementara itu kedua tangannya meremas dadanya yang terasa menyesakkan. Matanya sendiri mendelik ke segala arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Memories
Teen FictionCopyright © 2013 by NisaAdjah Dilarang mengcopy, menjual, atau mengubah sebagian isi dari cerita ini tanpa ijin Penulis. Mia adalah gadis berhijab yang telah menutup masa lalunya rapat-rapat. Lalu ada Aldo, lelaki yang pernah menjadi kekasih sekalig...