Chapter 9
Suara hingar-bingar music membuat telinga gadis muda itu sakit. Dahinya mengernyit melihat ke sekeliling ruangan yang dipenuhi dengan muda-mudi yang sedang meliukkan tubuhnya untuk mengikuti kerasnya suara music itu.
“Keren, kan? Kamu baru pertama kali ke tempat dugem?”
Suara lelaki di sampingnya membuat gadis muda itu menoleh. Ia tersenyum lebar, “Iya!” sahutnya sembari setengah berteriak di tellinga lelaki itu. Mencoba mengalahkan kerasnya dentuman musik-musik agar suaranya dapat jelas didengar oleh lawan bicaranya, “Baru pertama aku ke tempat beginian. Tapi aku nggak nyangka kamu bakal bawa aku ke tempat beginian.”
Lelaki itu tertawa keras, “Makanya, jadi cewek yang gaul. Pacaran sama kutu buku gitu, gimana kamu bisa tau tempat beginian.”
Gadis muda itu meninju lengan lelaki tadi dengan cukup keras. Tapi bahkan lelaki itu malah tertawa terbahak-bahak. “Sialan! Biar gimana, Aldo lebih segalanya dari kamu, Jod!”
“Yakin lebih segalanya?” Tanya lelaki itu sembari menarik tangan gadis muda itu melewati kerumunan orang-orang di sana.
“Yup! Aldo itu cowok sempurna.”
Ada seringaian di sudut bibir lelaki itu. Sebelum kemudian, keduanya berhenti di meja bar. Gadis muda itu sempat mengerutkan dahinya, pandangannya bertanya pada lelaki itu, tapi tak dihiraukannya. Hingga akhirnya gadis itu berteriak di telinga lelaki yang sejak tadi bersamanya itu, “Ngapain di sini? Balik, yuk! Lagian aku udah liat tempatnya kayak gimana.”
“Minum dulu, Mia. Masa jauh-jauh kita ke sini tapi nggak nyicipin minumannya.”
Kerutan di dahi gadis muda bernama Mia itu semakin dalam, “Memangnya ada orange juice?”
“Kamu kira ini café?” lelaki itu tertawa mengejek. Dan Mia cemberut dibuatnya. “Aku pesanin yang ringan-ringan saja, ya?”
Meski enggan, Mia akhirnya mengangguk menyetujui. Kapan lagi ia akan berada di tempat seperti ini? Jadi sekalian mencoba minumannya sedikit mungkin tidak akan masalah.
“Jody,” kata Mia memanggil lelaki yang sejak tadi duduk di sampingnya, dengan melahap lapar pemandangan di hadapannya yang menyajikan muda-mudi bergoyang.
Lelaki itu menoleh, melihat Mia yang mengernyit akibat rasa dari minuman yang disesapnya. “Kenapa? Enak kan?”
“Enak apaan?” gerutu Mia. “kayak kencing kuda begini dibilang enak.”
“Berarti sudah pernah mencoba minum kencing kuda, ya?” goda lelaki itu, jody, sembari tertawa terbahak.
“Nggak lucu.” Kata Mia kesal, dan lalu menarik cuping telinga Jody keras-keras. “Balik, yuk!”
“Ih, reseh! Baru juga nyampe. Habisin tuh minumannya. Mahal, tau.”
Meski bersungut-sungut, Mia tetap mematuhi perkataan Jody. Dengan cepat, ia menenggak minumannya hingga tandas. Wajahnya mengernyit saat merasakan minuman itu membuat tenggorokannya terasa panas. Dan lagi, aroma yang menguar dari minuman tersebut, tidak dapat dikategorikan sebagai aroma yang baik untuk indra penciumannya.
“Udah, yuk. Balik!” Mia sekali lagi menarik perhatian Jody dengan berteriak di telinga lelaki itu.
Lelaki itu tersenyum miring, “Kalau kamu mau pulang, habisin minumanku dulu.”
Mia membelalakkan matanya tak percaya, saat sebotol minuman disodorkan Jody di depan wajahnya, “Gila, deh! Minum segelas saja aku pusing!”
“Kalau gitu, kita di sini sampai pagi.” Kata lelaki itu dengan acuhnya. Ia bahkan tak terusik sama sekali saat Mia menarik-narik belakang ujung kemejanya, saat ia hendak pergi meninggalkan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Memories
Ficção AdolescenteCopyright © 2013 by NisaAdjah Dilarang mengcopy, menjual, atau mengubah sebagian isi dari cerita ini tanpa ijin Penulis. Mia adalah gadis berhijab yang telah menutup masa lalunya rapat-rapat. Lalu ada Aldo, lelaki yang pernah menjadi kekasih sekalig...