Dari sekian banyaknya hal yang pernah terjadi pada dirinya, hanya satu hal itu yang membuatnya berharap waktu dapat diputarnya kembali.
Hingga membawanya ke masa lalu itu, dan memperbaiki segala yang telah terjadi dan menimpanya.
Mia sangat ingin. Andai saja bisa..
Mia mendapati dirinya sudah berada di dalam kamarnya yang hangat, saat samar-samar ia mengingat tempat terakhir keberadaannya sebelum terlelap.
Tara, meja makan, dan Ibunya.
Mia masih ingat dengan cukup baik awal-awal matanya dilanda kantuk, dan kenangan itu menyusup dengan lihai ke dalam mimpinya.
Dan bahkan, mungkin apa yang dilihatnya bukanlah mimpi. Melainkan kejadian yang sesungguhnya 8 tahun silam, yang membuatnya mengikat dirinya sendiri dalam kebekuan.
Setelah Mia menghela napasnya, ia memutuskan untuk kembali dalam posisi rebahannya dan menatap langit-langit kamarnya dalam hening.
Sejenak pikirannya sempat bertanya-tanya, siapa gerangan yang telah membawanya untuk mendapatkan posisi nyaman di atas ranjangnya yang empuk, dan bukannya di atas kursi dengan tubuh tertekuk?
Tapi Mia cukup dengan menarik sebuah kesimpulan. Mungkin Ayahnya.
"Sudah mendingan, Nak?" Ibunya menoleh sekilas dari kesibukannya memasak di dapur, saat cukup yakin sosok yang baru saja masuk ke dapur di pagi hari adalah Mia.
"Alhamdulillah," Mia menyahut dengan kerutan di dahinya. Merasa heran dengan pertanyaan yang diajukan sang Ibu, "Aku nggak lagi sakit kok, Bu." tambahnya sembari mengambil pisau dan mulai mengiris beberapa sayuran yang telah dibersihkan sebelumnya.
"Kemarin kamu sedikit demam." kata Ibunya sembari mengulum senyum, "Dibangunin waktu ketiduran di meja makan juga susah sekali. Kamu cuma mengigau nggak jelas, terus tidur lagi."
"Terus yang mindahin aku,,"
"Oh itu.." Ibunya tersenyum dengan lebih lebar dan matanya berbinar cerah, "Nggak nyangka Aldo sore kemarin mampir ke rumah. Niat hati ingin bertemu Ayah, malah lihat kamu sakit."
"Jadi, yang bawa aku ke kamar," Mia menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengiris sayuran dan menoleh pada Ibunya dengan mata melebar.
"Aldo yang bawa kamu, Mia. Sekalian dia periksa kondisi tubuh kamu juga. Katanya kamu jangan terlalu capek dan nggak boleh setres. Dia juga minta Ibu buat perhatiin jam makan kamu. O ya, belakangan kamu suka mual nggak? Aldo bilang maag kamu bisa kambuh kalau jam makanmu nggak teratur. Dia juga menyarankan Ibu nggak masak masakan yang ada santannya. Khawatir asam lambung kamu naik dan..."
Mia sudah tidak lagi mendengarkan. Pandangannya kosong ke depan dan pikirannya menari-nari gelisah membayangkan tubuhnya berada dalam gendongan Aldo. Sosok yang bukan mahromnya.
(*****)
" Aku nggak nyangka, calon mba Mia setampan itu!"
Mia mengerutkan dahinya saat Tara berceloteh di sampingnya.
Keduanya kini tengah berada di kantin yaang dikhususkan untuk para guru saat jam makan siang. Mia hanya memesan segelas juice alpukat dan sebotol air mineral, karena ia sudah membawa bekal hasil masakan Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Memories
Fiksi RemajaCopyright © 2013 by NisaAdjah Dilarang mengcopy, menjual, atau mengubah sebagian isi dari cerita ini tanpa ijin Penulis. Mia adalah gadis berhijab yang telah menutup masa lalunya rapat-rapat. Lalu ada Aldo, lelaki yang pernah menjadi kekasih sekalig...