Chapter 8
Aldo menghela napasnya sekali lagi. Menguatkan dirinya untuk kembali mengunjungi Mia. Gadis yang seharusnya dalam beberapa hari kedepan akan dihalalkannya. Tapi ia merasa tubuhnya kembali bergetar. Rasa nyeri itu jelas masih tak mampu sembuh meski dua hari telah terlewati sejak pengakuan sahabatnya yang mengejutkan.
Atau mungkin lebih tepatnya, mantan sahabat?
Selama dua hari itu pula, dirinya memutuskan untuk berpikir dengan lebih tenang. Dan kemudian, ia menarik keputusan untuk menunda pernikahannya yang sudah di depan mata. Ibunya bahkan tidak mengatakan apapun, ketika ia mengatakan untuk mengundurkan pernikahannya dalam beberapa minggu kedepan. Mungkin, ibunya memang terlalu mampu memahaminya. Dan Aldo, merasa menyesal karena tak mampu menjelaskan apapun kepada Ibunya.
Untuk sementara,mungkin segalanya memang perlu ditutup-tutupi. Sampai keputusan mutlak lainnya dapat diambil. Antara melepaskan Mia, atau tetap mempertahankan gadis itu di sisinya.
Aldo mengangkat wajahnya dari lipatan tangannya yang bertumpu di kemudi mobilnya, saat suara ketukan di jendela membuyarkan lamunannya.
Wajah gadis yang dikasihinya ada di sana. Dengan senyuman tipis yang terasa menenangkan. Dan seketika, Aldo dapat merasakan sesak itu lagi.
“Sampai kapan mau di dalam sini terus?” suara merdu itu membuat Aldo tak mampu untuk menahan bibirnya melengkung membentuk senyuman, saat ia sudah menurunkan jendela mobilnya.
“Sebentar lagi.” Kata Aldo dengan tatapan yang melekat erat pada wajah jelita milik Mia. Gadis yang disukainya sejak ia duduk di bangku kuliah. Bahkan sejak gadis itu belum lulus dari SMA-nya.
“Kalau begitu, aku tunggu di dalam.”
Aldo mengangguk singkat. Membiarkan tubuh Mia berbalik dan meninggalkannya untuk kembali ke dalam rumah sederhana itu. Pikirannya pecah bercabang-cabang, saat dirasanya, ia tak suka punggung itu meninggalkannya begitu saja dengan mudahnya. Inginnya, gadis itu memaksanya untuk mengikuti langkah itu. Dan membaawa dirinya bersamanya, untuk menjaga dan melindunginya.
Dan pikiran itu terdengar tak terlalu baik. mengingat ada pilihan bahwa ia yang malah akan meninggalkan gadis itu suatu saat nanti. Mungkin saja, kan?
“Bagaimana jika di teras saja?” Aldo memberi penawaran. Merasa kurang nyaman ada di dalam rumah gadis itu, untuk berbicara tentang hubungan mereka tanpa melibatkan kedua orang tua Mia.
Gadis itu tampak mengerutkan dahinya. Namun tak urung, ia tetap mengangguk dan kemudian mengikuti langkah Aldo menuju teras. Setelah sebelumnya membawa gelas berisi teh hijau dan beberapa cemilan yang sudah disiapkan di atas nampan.
Aldo tak bergeming selama beberapa menit setelah ia memperhatikan Mia yang tengah menata minuman juga cemilan di atas meja teras. Ia merasa tak tahu harus memulai semua pembicaraan itu dari mana. Dan ketika nama itu tersebutkan, Aldo menyesali perubahan raut wajah dari Mia.
“Apa yang dikatakannya padamu?” suara lembut Mia berubah menjadi dingin.
Dan itu tak dikenali Aldo sama sekali. Meskipun setelah bertahun-tahun berlalu, dan kemudian Mia berubah menjadi cukup tertutup dengan nada dingin dan ketus seperti biasanya, namun nada dingin kali ini terasa begitu kental. Dan itu cukup menyakiti Aldo. Merasa bahwa peluangnya untuk mendapatkan lelucon konyol dari sahabatnya adalah hal yang semakin mustahil tiap waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Memories
Teen FictionCopyright © 2013 by NisaAdjah Dilarang mengcopy, menjual, atau mengubah sebagian isi dari cerita ini tanpa ijin Penulis. Mia adalah gadis berhijab yang telah menutup masa lalunya rapat-rapat. Lalu ada Aldo, lelaki yang pernah menjadi kekasih sekalig...