Makasih yang udah vote ya ;;) Please commentnya, ok? Hmmm, udah itu aja.
****************************************************************************************
Mikha
Lagi-lagi aku terbayang kejadian Sabtu sore lalu. AHH!! Aku sembarangan melempar bola basket yang kupegang saat itu ke sembarang arah. Saat ini aku sedang mengikuti latihan klub basket putri di hari Senin. Entah kenapa klub basket putri harus latihan setiap Senin, padahal kan Senin itu hari yang paling membuat malas, capek, lelah, dan semacamnya. Tiba-tiba saja, setelah aku melempar bola basket itu sembarangan, terdengar suara teriakan Pak Harris, pelatih basket kami. Suaranya –yang entah kenapa cempreng, padahal dia pria dewasa— menggelegar di telingaku. Haduh, gawat.
“MIKHA! Ke sini kamu!” teriak Pak Harris dari tengah lapangan. Aku segera menurutinya untuk mendekat.
“Lari keliling lapangan 5 kali lagi! Cepat!” Tuh kan benar! Aku kena hukum. Dasar pelatih cempreng, udah rese, bawel pula. Padahal tadi kami sudah pemanasan lari keliling lapangan 10 kali. Pantas saja pak pelatih belum beristri sampai sekarang, ckck.
“Apa kamu bilang!?” Terdengar lagi suara Pak Harris yang menggelegar. Ya ampun sepertinya ucapanku tadi terdengar olehnya, padahal aku hanya bergumam loh.
“Lari sekarang atau saya tambah 10 kali lagi!” gertak Pak Harris dengan tegas. Aku pun dengan tidak semangat berlari mengitari lapangan itu. Uh, sebal, ini semua karena kejadian kemarin sore!
“Tumben lo kena hukum Pak Harris, Mik.” ujar seseorang dengan nada mengejek saat aku sudah menyelesaikan putaranku yang terakhir. Aku menoleh ke arah suara itu. Rian. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Melihat muka Rian, aku jadi teringat kejadian kemarin sore.
“Woi bengong aja lo. Mau pulang gak? Ditungguin Erick tuh.” ucapan Rian menyadarkanku dari lamunanku. Aneh. Kok Rian terlihat biasa saja sih? Tiba-tiba Rian melempar bola basket yang sedari tadi di tangannya ke arahku ketika aku sedang tidak fokus. Bola itu menghantam dadaku sedikit, namun sempat kutangkap oleh kedua tanganku.
“Rian! Gue kaget tau!” seruku kesal sambil membanting bola basket itu. Rian tertawa nyengir sambil merangkul pundakku.
“Makanya, jangan bengong melulu. Oh iya, si Adrian gimana kabarnya tuh??” Aku agak bergidik mendengar Rian menyebut nama si mahkluk tidak tahu diri itu. Aku menggeleng tidak tahu.
“Setau gue hari ini dia gak masuk. Gue gak tau deh harus ngapain kalo ketemu sama dia lagi. Satu, gue takut. Dua, gue sebel. Pengen gue bikin bonyok muka dia pake high heels mama yang tingginya 5 centimeter.” Aku memasang wajah kesal dan jengkel. Rian tertawa kecil.
“Ya udah ah. Buruan, nanti Erick ninggalin kita tau.” ujar Rian sambil menepuk bahuku pelan. “Hmm… Ngomong-ngomong… Lo pake gambar bunga-bunga ya hari ini? Keliatan tuh.” lanjutnya dengan nada jail. Aku memandangnya bingung. Bunga-bunga? Maksudnya ap— HAH? Tadi dia seperti mencuri-curi pandang ke arah rokku???
“Dasar mesum lo, Rian!” Aku melepaskan rangkulannya dari pundakku. Rian kembali hanya tertawa.
“Ihhh bener ya pake motif bunga-bunga?? Padahal gue cuma nebak loh. Wow, norak banget motifnya. Seorang Mikha pake motif bunga-bunga??? Gim— Aww!!” Sebelum Rian selesai berbicara aku segera menginjak kakinya sekeras mungkin.
“Enak aja lo! Jangan berani-berani lo sebarin kayak gitu! Gue gak pernah punya motif bunga-bunga norak kayak gitu tau! Gue mah punyanya kalo gak tribal, polkadot, ya renda-ren—” Aku segera menghentikan mulutku untuk terus berbicara. Ya ampun! Aku baru saja membeberkan motif-motif celana dalam yang kupunyai di rumah! Bagaimana bisa aku begini bodoh sih!? Arghhh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend or..?
Teen FictionApa yang akan kalian pilih? Cinta? Sahabat? Status? Atau... "Aku ingin persahabatan kami langgeng sampai selama-lamanya. Kami bertiga. Seperti akhir di setiap cerita dongeng yang pernah kubaca, together, happily forever after." -Mikha "Menurut gue...