7 : Sebuah Penawaran

416 11 5
                                    

Di part ini banyak POV Ericknyaa~ Gw masih gak ngerti gimana karakter seorang Erick, jadinya yaahh, mungkin aneh dan ga sesuai bayangan kaliann. Sori ya kalo kayak gitu. Oke, happy reading! Please vote and comment, always love you readers! :*:*:* Btw, di mulmed picnya Niken. Dan masih dengan alasan yang sama gw ga bisa tulis di castnya, jadi di an aja ya gpp. Cast Niken by Bae Suzy

*****************************************************************************************

Hari ini, tepat hari Sabtu dimana kami berempat janji nonton bareng. Aku sudah berdiri di depan gedung bioskop dengan Rian dan Niken menunggu Erick yang sedang memarkir mobilnya. Seperti biasa hehe, kami nebeng mobilnya Erick. Ah, itu dia Erick sudah datang.

“Mau nonton apa jadinya?” tanya Erick pada kami bertiga. Hehe, aku sudah berencana untuk—

“Action.” ujar Rian ketika aku akan berbicara. Eh? Action? No way!

“Gak! Apa-apaan lo, tiap kali kita nonton, nonton action melulu. Sekali-sekali romance titik!” protesku keras.

“Lo ini ya, romance itu gak mendidik sama sekali tau. Cuma bikin lo jadi cewek yang menye-menye.” Ucapan Rian langsung mendapatkan injakan maut dariku. Enak saja, memangnya action mendidik?

“Pokoknya romance! Niken juga pengen romance kan???” Aku mencoba meminta dukungan Niken, namun ia hanya mengangkat kedua bahunya menandakan golput. Yahhh, Nikennn!

“Lo berdua bener-bener ya. Kalo ketemu jadi kayak kucing sama anjing. Ini nonton kan Niken yang bayarin, yah nanya Niken lah mau nonton apa, kok ribet.” ujar Erick melerai kami. Memang nih, si Rian sih yang selalu nyari ribut sih. Kemudian, mataku dan mata Rian sama-sama menatap Niken meminta pendapatnya.

“Kalo nonton romance-action gimana? Adil gak?” ujar Niken. Aku dan Rian sama-sama saling berfikir dan menatap. Boleh juga sih…

“Ya udah.” Eh, Rian dan aku sama-sama jawab berbarengan. Aku menatapnya sebal. Masih kesal nih karena tadi coba-coba berdebat denganku. Setiap aku, Rian, dan Erick pergi nonton bersama, pasti kami selalu berdebat soal seperti ini. Hanya saja, sebelum ada Niken tidak ada yang membelaku nonton romance. Erick kan sudah pasti tidak mungkin mau nonton film romance –kesukaan dia kan sci-fi, kalo action yah sedeng—, jadi pasti aku akan kalah melawan mereka berdua.

“Udah nih tiketnya, langsung beli popcorn aja yuk.” ajak Niken, yang langsung kusambut dengan ekspresi bahagia. POPCORNN~! Makanan kesukaanku yang satu itu pasti bisa membangkitkan mood-ku, hoho.

“Gue beliin yang asin aja, gue mau ke toilet dulu.” Aku mengangguk menanggapi ucapan Erick dan kemudian menyusul Niken. Popcorn Caramel, aku datangg~

“Hmm, Kak Rian sama Kak Mikha aja yang beli deh, aku juga mau ke toilet.” ujar Niken kemudian dia pergi. Haduh, apa-apaan ini, kok semuanya pada ke toilet. Penyakit besernya kumat? Ckck. Ya sudahlah.

***

Erick

            Waktu gue keluar dari toilet, tiba-tiba gue ngeliat Niken lagi berdiri di depan toilet sambil senyum. Senyumnya aneh, pikir gue. Gue diem sebentar di depan dia. Penasaran ngapain dia berdiri di sini, tapi lagi gak pengen nanya dan kepo.

“Kak Erick, udah selesai ke toiletnya.” Gue cuma ngangguk nanggepin pertanyaan dia. Udah tau ngapain nanya.

“Kak, mau buat perjanjian sama aku gak?” tanyanya lagi. Gue sempet kaget ngedenger pertanyaan dia. Perjanjian? Perjanjian apa lagi?

“Perjanjian yang sangat menguntungkan.” lanjutnya.

“Perjanjian apa?” tanya gue.

“Perjanjian yang pada akhirnya itu, aku dan Kak Rian, Kak Erick dan Kak Mikha. Gimana?” Gue agak kaget mendengar ucapannya tersebut. Apa maksudnya? Rian dengan dia, dan Mikha dengan gue?

“Aku tau Kak Erick naksir Kak Mikha, aku juga tau kalo Kak Rian juga naksir Kak Mikha. Tapi di sini, aku gak mau Kak Rian sama Kak Mikha. Lebih baik Kak Erick yang sama Kak Mikha kan?” Gue tetep diem dan gak ngomong apa-apa. Darimana dia tau? Apa Rian yang kasih tau? Sial.

“Aku mau bantu kakak, sebagai imbalan kakak secara gak langsung juga bantu aku. Jadi kita sama-sama untung tanpa kakak harus ngelakuin apapun. Biar aku yang bekerja.” ujarnya lagi sambil tersenyum. Lagi-lagi senyum aneh itu.

“Lo bukannya suka Rian? Kalo Rian gak bahagia lo juga suka?” Entah kenapa gue ngeluarin omongan yang kayak gitu. Ini pasti gara-gara novelnya Mikha gak sengaja gue baca, jadi keinget quote-nya.

“Itu bukan urusan Kak Erick. Di sini Kak Erick cuma perlu bilang iya.” jelas Niken. Gue natap dia sejenak dan mikir. Ah gak perlu, dan gak penting. Gue gak bisa maksa Mikha dan ngebuat persahabatan kami ancur gara-gara si Niken ini. Dari awal gue emang gak suka sama dia. Ternyata emang bener, dia munafik. Di depan Mikha dan Rian dia berusaha baik, tapi di belakang mereka dia berusaha hancurin persahabatn kami. Sayangnya dia salah milih temen cs.

“Gue gak perlu kayak gituan.” ujar gue dingin sambil kemudian berlalu lewatin dia.

“Kak Erick akan selamanya nyesel pernah nolak tawaranku.” Kata-kata Niken sempat menghentikan langkahku sejenak. “Tapi aku tau, mau gak mau kakak akan terima tawaranku. Tinggal bilang aja ya, Kak, tawaranku berlaku selamanya kok.” lanjutnya lagi sambil tersenyum dengan senyuman aneh itu lagi. Kemudian dia pergi mendahuluiku kembali ke tempat Rian dan Mikha. Gue terdiam menatap punggungnya yang mulai menjauh. Gue yakin, dia gak akan nyerah segampang ini. Masih banyak racun yang bakal dia sebarin ke kami. Dia memang seperti kupu-kupu yang terukir di handband-nya. Kupu-kupu beracun yang sangat cantik dan putih. Sekali saja menyentuh bagian sayap kupu-kupu tersebut, maka nyawamu sudah terancam dan di ujung tanduk. Gue penasaran apa yang selanjutnya bakal dia lakuin..?

***

            Gue kaget, dan marah. Darah gue kerasa udah panas dan naik ke kepala semua. Rasanya gue pengen meledak saat itu juga. Tapi gue tau gue gak mungkin ngelakuin itu semua. Gue harus jaga martabat gue demi nama keluarga. Keluarga gue yang turun temurun konglomerat dan nama baiknya dikenal banget itu. Kakek buyut gue selalu ajarin gue buat tenang dan berpikir penuh perhitungan kalo nemuin sesuatu yang bikin kesel. Dan logika gue juga setuju soal itu.

            Tebak apa yang gue liat. Gue ngeliat Rian dan Mikha lagi pelukan. Cowok mana yang gak kaget waktu ngeliat cewek yang disukainya pelukan sama sahabatnya sendiri yang udah bikin perjanjian gak akan ngelanggar batas persahabatan. Walaupun gue tau Rian bukan cuma ngelakuin ini untuk yang pertama kali. Walaupun gue tau Rian udah banyak ngelakuin hal curang.

“Gimana, Kak? Masih ragu-ragu nerima tawaranku?” Terdengar suara Niken di sebelah gue. Ternyata dia daritadi juga ada di sana ngeliatin hal yang sama. Gue diem, gak tau mau mikir apa.

“Gue tau mereka pasti punya alasan. Gue lebih percaya logika gue daripada mata gue.” ujar gue akhirnya. Gue masih percaya Rian karena logika gue bilang gue cuma salah liat. Meskipun emosi dan hati gue udah panas banget, tapi kali ini gue mutusin buat ikutin logika gue lagi. Setau gue emosi cuma bikin buta, bikin salah ambil keputusan.

“Terkadang kita juga harus pake emosi, Kak. Cinta gak pernah bisa diotak-atik sama logika, cuma emosi yang bisa menangin cinta.” ujar Niken sambil, lagi-lagi tersenyum dengan senyuman aneh itu. Gue memutuskan gak bales ucapan dia dan diem di situ, sampe akhirnya gue nyusul Rian dan Mikha yang pergi keluar bioskop.

Bestfriend or..?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang