Jilid 19

3.1K 47 2
                                    

Toan Ki melongo kesima menyaksikan tindak-tanduk Ong-hujin yang aneh dan tidak masuk akal itu. Yang terpikir dalam benaknya waktu itu hanya "masakah ada peraturan begitu" atas keputusan si nyonya. Saking penasarannya tanpa terasa ia berseru, "Masakah ada peraturan begitu?!"

"Hm, mengapa tidak ada?" jengek Ong-hujin. "Di dunia ini terlalu banyak peraturan begini?"

Sungguh kecewa dan cemas Toan Ki oleh tindakan Ong-hujin itu. Tempo hari, waktu ia lihat patung dewi cantik dalam gua di tepi sungai wilayah Tayli itu, begitu kagum dan begitu kesengsemnya kepada patung cantik itu.

Dan kini, wajah wanita yang berada di hadapannya ini sungguh mirip benar dengan patung dewi itu, namun tindak tanduknya ternyata lebih mirip setan iblis yang tak kenal ampun.

Untuk sejenak Toan Ki hanya menunduk dengan termangu-mangu saja. Kemudian dilihatnya empat dayang Ong-hujin itu masuk lagi ke dalam kapalnya untuk membawa keluar empat pot besar bunga yang indah. Melihat itu, seketika semangat Toan Ki berbangkit.

Kiranya keempat pot bunga itu semuanya adalah bunga kamelia dan terdiri dari jenis-jenis yang terpilih.

Dalam hal kembang kamelia, di seluruh dunia ini tiada yang bisa melawan kamelia keluaran Tayli, lebih-lebih yang tertanam di Tin-lam-onghu. Karena itu sejak kecil Toan Ki sudah biasa dengan bunga kamelia di sekitarnya itu, pada waktu iseng ia pun sering mendengarkan percakapan belasan tukang kebun membicarakan jenis-jenis bunga kamelia, sebab itulah tanpa belajar ia pun sangat paham pengetahuan bunga itu.

Tadi ia sudah jauh menyusuri kebun Man-to-san-ceng itu dan melihat tiada satu jenis bunga Mantolo yang tumbuh di situ ada harganya untuk dinikmati. Maka kesannya kepada perkampungan yang ternama "Man-tosan-ceng" ini rada kecewa, sebab dianggapnya nama tidak sesuai dengan kenyataannya.

Terdengar Ong-hujin sedang pesan kepada dayang-dayang yang membawakan pot bunga tadi, "Siau Teh, keempat pot kamelia 'Moa-gwe' (bulan purnama) itu tidak mudah mendapatkannya, maka kalian harus merawatnya baik-baik."

Dayang yang dipanggil Siau Teh itu mengiakan.

Toan Ki tertawa geli oleh ucapan Ong-hujin yang dianggapnya masih hijau itu.

Namun Ong-hujin tidak gubris padanya, kembali ia pesan si dayang, "Angin danau terlalu keras, bunga itu pun sudah tersimpan beberapa hari di dalam kapal dan tidak pernah terjemur sinar matahari, maka lekas kalian menaruhnya di tempat terbuka, dijemur sebentar dan tambahi sedikit rabuk."

Kembali Siau Teh mengiakan.

Mendengar itu, Toan Ki bertambah geli hingga saking tak tahan ia terbahak-bahak, "Hahahaha!"

Karena heran oleh suara tertawa si pemuda yang agak aneh itu, dengan mendongkol Ong-hujin menegur, "Apa yang kau tertawakan?"

"Aku tertawa karena engkau tidak paham tentang bunga kamelia, tapi justru senang tanam bunga ini," sahut Toan Ki. "Bunga sebagus itu jatuh dalam tanganmu, itu sama dengan membakar sangkar untuk memasak burung kenari, sungguh runyam."

Ong-hujin menjadi gusar, dampratnya, "Hm, aku tidak paham kamelia, apakah kau yang pintar?"

Tapi segera terpikir olehnya bukankah baru saja pemuda ini mengaku she Toan dan berasal dari Tayli, jika begitu bukan mustahil pemuda ini memang paham bunga kamelia.

Walaupun begitu pikirnya, namun di mulut ia tidak mau kalah, "Tempat ini bernama Man-to-san-ceng (perkampungan bunga Mantolo atau kembang kamelia), di mana-mana tumbuh bunga Mantolo dengan subur dan indah permai, bukan?"

"Ya, barang kasar sudah tentu dapat ditanam secara kasar dan hidup kasar pula, " sahut Toan Ki dengan tersenyum. "Tetapi bila keempat pot kamelia putih ini dapat kau tanam hingga hidup subur, biarlah aku tidak she Toan lagi."

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang