Jilid 30

3.1K 40 0
                                    

Mendengar suara itu, padri di ujung kiri tadi terkejut, cepat ia membuka mata sambil melompat bangun, sekilas ia lihat kawan yang duduk di sebelahnya juga sudah ditendang roboh oleh Ti-jing. Keruan ia terperanjat dan berteriak, "Hai, Ti-jing, apa yang kau lakukan?"

"Lihatlah, siapa yang datang itu?" tiba-tiba Ti-jing menuding keluar. Selagi padri kawannya itu menoleh, tanpa ayal lagi kaki Ti-jing bekerja pula ke punggung orang.

Tendangan itu sangat cepat dan seharusnya tepat pula mengenai sasarannya. Tapi tempat mereka itu tepat menghadapi cermin perunggu yang besar itu hingga apa yang terjadi dapat dilihat yang bersangkutan dengan jelas. Segera padri pertama tadi berkelit sambil balas menghantam sekali.

"Ti-jing, apa kau sudah gila?" bentaknya gusar.

Tapi Ti-jing tidak memberi kesempatan pada lawannya, ia menyerang secara bertubi-tubi. Sampai jurus kedelapan, perut padri itu kena dihantamnya sekali, menyusul kena didepak sekali lagi.

Kiau Hong bertambah heran menyaksikan itu. Cara Ti-jing menyerang itu adalah jurus silat yang ganas tanpa kenal ampun yang tidak layak digunakan terhadap sesama saudara perguruan sendiri.

Rupanya padri pertama tadi juga tahu gelagat tidak beres, segera ia berteriak-teriak, "Ada mata-mata musuh, ada...."

Tapi sebelum ia berseru lebih lanjut, dadanya sudah kena digenjot sekali lagi oleh Ti-jing, kontan padri itu jatuh pingsan.

Setelah merobohkan kelima padri itu, cepat Ti-jing berlari ke depan cermin perunggu besar itu. Dengan jari telunjuk kanan segera ia pencet beberapa kali pada huruf "sin", yaitu huruf pertama dari 20 huruf kata-kata Buddha yang terpancang di samping cermin itu.

Dari bayangan cermin Kiau Hong dapat melihat wajah Ti-jing menampilkan rasa girang. Menyusul dilihatnya hwesio itu memijat lagi huruf ketujuh, yaitu huruf "ju".

"Tadi hwesio itu mengatakan 'sin-ju-hud-tim' apa segala, jika demikian, menyusul huruf yang akan dipijat Tijing tentu adalah 'hud' dan 'tim'," demikian Kiau Hong membatin.

Dan memang benar, habis itu Ti-jing berturut-turut telah pencet huruf tersebut. Lalu terdengar suara keriangkeriut, perlahan cermin perunggu itu dapat membalik sendiri.

Dalam saat begitu kalau Kiau Hong melarikan diri boleh dikatakan sangat mudah dan pasti takkan diketahui oleh siapa pun juga. Tapi karena ia tertarik oleh kejadian ini, ia ingin tahu apa sebenarnya maksud tujuan Tijing, mengapa hwesio itu merobohkan kawan sendiri dan barang apa pula yang terdapat di balik cermin itu. Bisa jadi apa yang akan dilihatnya ada sangkut pautnya dengan kematian Hian-koh Taysu.

Begitulah karena suara teriakan si padri pertama tadi, maka dari jauh hwesio-hwesio yang sedang ronda segera ribut mencari dari mana tempat datangnya suara teriakan itu. Segera terdengar di sana-sini ramai dengan suara orang berlari.

"Jika hwesio yang ronda itu datang kemari, jangan-jangan jejakku akan ketahuan nanti?" diam-diam Kiau Hong menjadi ragu.

Tapi demi teringat kedatangan hwesio-hwesio itu nanti perhatiannya tentu akan terpusat pada Ti-jing seorang, kesempatan untuk dirinya lolos masih sangat besar, biarlah sementara ini aku tunggu dulu.

Dalam pada itu ia lihat Ti-jing sedang sibuk sendirian, tangan hwesio itu lagi merogoh ke belakang cermin perunggu itu seperti sedang mencari sesuatu, tapi tiada sesuatu yang diperolehnya.

Dan pada saat itulah suara tindakan orang banyak terdengar mendekati pintu Po-te-ih itu.

Wajah Ti-jing tampak mengunjuk rasa kecewa, segera ia bermaksud meninggalkan tempat itu. Tapi tiba-tiba teringat sesuatu olehnya, ia mendak dan melongok ke balik cermin, menyusul terdengar ia berseru tertahan, "Hah, ini dia!"

Pendekar Negeri Tayli (天龍八部~Thian Liong Pat Poh) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang