Aku hanya mampu menepuk bahunya berkali-kali dan mengucapkan kata "sabar". Wajahnya yang begitu lesu dengan kisah cintanya kerap ia tunjukkan kepadaku, Ani, sahabatnya. Hampir setiap hari ia bercerita kepadaku tentang perasaannya pada sosok gadis tercantik di kelas, Liu.
"An, menurutmu Liu itu orangnya gimana?" tanya Edo yang tiba-tiba sudah berada di sebelahku.
"Menurutku? Hmm.. Dia lumayan pintar, cantik, baik juga. Tapi, aku merasa dia sulit untuk bergaul apalagi sama teman cowok.." jawabku dengan perasaan jujur.
"Iya juga, sih.. Entahlah aku pesimis buat dapetin dia. Aku gak sepintar dia, apalagi I don't have an experience with a girl before.. Aku harus gimana?" Edo menanyakan pertanyaan yang membuatku sulit untuk membuka mulut.
"Ya.. ya.. aku gak tau mau ngasih saran apa nih, Do.. Mungkin ya, mungkin.. menurutku kamu harus giat belajar biar Liu bisa tertarik ke kamu buat nanya pelajaran, seenggaknya dimulai dari percakapan simple yang akhirnya bisa bikin kalian deket." Aku menjawab dengan penuh rasa bimbang.
Aku tidak tahu harus menyarankan apa. Karena menurutku sendiri, Liu adalah sosok perempuan yang hanya ingin dekat dengan orang-orang yang bisa dimanfaatkan
Sejujurnya, aku tidak mau menyarankan seperti itu. Aku tidak mau Liu memanfaatkan Edo. Tapi, menurutku itu satu-satunya cara supaya ia bisa dekat dengan Liu. Dan aku berharap, itu saran yang baik.
Aku pun sering menuangkan isi hatiku pada Edo tentang sosok pria yang membuatku terpana, Ari. Hari-hari kita selalu dihiasi dengan cerita masing-masing yang saling mewarnai. Banyak orang beranggapan kita saling mempunyai rasa, namun aku sama sekali tidak pernah merasakan itu.