Mentari cerah menyambut pagiku ini, menyegarkan pikiran bekuku akibat kejadian semalam. Aku memakai seragam sekolahku lengkap dengan kerudung, tak lupa aku memakai dalaman kerudung seperti biasanya. Aku membiarkan permintaan Edo waktu itu. Aku tetap menjadi diriku, tetap tidak ingin merubah penampilanku karena aku sudah merasa nyaman. Sangat nyaman.
Saat pelajaran berlangsung, bahkan saat jam kosong, Edo sama sekali tidak menolehkan kepalanya ke arahku. Aku merasa ada yang aneh dengan dirinya hari ini, biasanya dia sering mencuri pandang meskipun pelajaran berlangsung. Apakah dia sudah sama sekali tidak bisa memaklumi aku yang memakai dalaman kerudung?
“Aku mau ngomong sama kamu,” tiba-tiba saja Edo sudah berada di belakangku. Aku hanya menoleh dan menaikkan alis, pertanda aku bersedia berbicara dengannya.
“Kamu udah tau kan kalo aku gak suka ngeliat kamu pake daleman kerudung? Terus kenapa kamu masih pake itu? Kenapa semalem kamu gak ngebales smsku?” lontaran kalimat Edo yang menurutku sangat tidak menghargai seorang wanita.
“Kok tiba-tiba sensi, sih? Terus kenapa kalo kamu gak suka? Bukannya dari dulu aku emang pake daleman kerudung? Harusnya kamu bisa terima donk! Aku males bales, males debat lebih tepatnya.” reaksiku kepada Edo yang menurutku ini membuatnya semakin tidak menyukai penampilanku.
“Tolong ngertiin aku! Dulu emang aku biarin karena kamu cuma temenku. Sekarang kamu udah jadi pacarku, An! Aku berhak ngatur kamu. Semakin kamu berpenampilan seperti itu, semakin tajam perbedaan yang aku rasakan.” cetusnya.
Yang aku rasakan saat ini hanyalah pedih dalam batin, ingin rasanya aku mendaratkan tanganku di wajah Edo. Aku tidak terima ketika dia beranggapan bahwa kekasih berhak mengatur apapun, aku tidak terima ketika Edo menjadi egois seperti ini. Aku sama sekali tidak bisa menerima sikap Edo yang sangat berubah.
Kupikir dia sosok yang bisa menghargai perbedaan dan menghadapi masalah secara bersama. Tapi ternyata dugaanku salah. Memang. Memang awalnya ia seperti itu, namun seiring berjalannya waktu dia berubah. Dia menjadi sosok Edo yang sangat asing di kehidupanku. Sosok yang selalu memaksakan kehendak. Tidak pernah mau menerima perbedaan. Dan selalu mengungkit kesalahan.
“Ya sudah kalo kamu ngerasa gak suka sama penampilanku, gak enak sama perbedaan, gak bisa nerima kenyataan, kita udahan aja! Aku gak mau memaksakan kehendak, aku juga gak bisa nurutin semua maumu. Jadi aku minta maaf, hubungan kita sampai disini aja,” sangat terpaksa aku berkata seperti itu, tapi di sisi lain aku merasa terbebas dari jeratan permintaan yang bertentangan dengan apa yang aku yakini.
“Aku gak mau putus sama kamu, An! You are my first love! Sudahlah lakuin aja apa susahnya sih?” Edo masih memaksa dan terus memaksa.
“Cukup, Do! Aku gak mau kita sama-sama tersiksa karena perbedaan! Mulai sekarang kita jalani jalan kita masing-masing, oke? Kalau kita memang berjodoh, suatu saat pasti akan kembali walaupun ada penghalang terbesar. Untuk sekarang, kita temenan aja kayak dulu.” Aku masih mempertahankan apa yang aku ucapkan.
“Ok kalo maumu gitu. Aku minta maaf karena terlalu memaksa. Aku cuma takut akan perbedaan diantara kita, An. Kenapa Tuhan gak adil? Kenapa Tuhan menciptakan perbedaan? Sampai kapan pun aku tetap mencintaimu, An,” dan kemudian Edo langsung beranjak pergi dari hadapanku. Entah kemana tujuannya.
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Hampir setiap malam atau bahkan setiap saat, aku masih sering merindukanmu. Aku pernah kaubahagiakan, kauberi senyuman, kaubuat terawa, juga terluka. Aku masih merasakan sesak yang sama. Aku tahu bahwa pada akhirnya akan sesedih ini, aku berusaha menghidari air mata sekuat yang aku bisa. Ini tentang seberapa dalamnya perasaanku, seberapa kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa takutnya dengan perbedaan antara kita.
Ketika aku menyadari kaulah satu-satunya yang paling kubutuhkan dalam hidup ini, kenyataannya berteriak di telingaku, kau juga yang satu-satunya tidak boleh kudapatkan. Sekarang aku hanya ingin mengikuti waktu. Membiarkan semua berlalu dan berharap tidak akan ada lagi cerita pedih di hari berikutnya. Pasti butuh waktu lama sebelum aku bisa menatapnya tanpa merasakan apa yang kurasakan setiap kali aku melihatnya. Dan perlu kau tahu, aku tidak pernah menyesal mengenalmu. Percayalah padaku.
👫
Antara dua pilihan yang sangat sulit,
Lebih dari sekadar hubungan jarak jauh,
Karena ada jarak pada keyakinan di antara kita.