Ari, sosok teman pria yang membuat hari-hari di hatiku lebih berwarna. Bagiku dia sosok misterius yang kerap kali muncul di mimpiku, membuatku merasa senang ketika bertemu, sayang terlalu banyak sandiwara yang menyakitkan. Entah apa yang aku pikirkan, aku masih bertahan walaupun ia sering mematahkan, aku masih selalu ada meskipun ia sering bersandiwara. Betapa bodohnya aku!
Di malam hari aku selalu merasa senang dan tidak ingin sedetik pun melewatkannya. Karena di malam hari itulah kita biasa menghabiskan waktu untuk chatting. Namun, tidak untuk malam ini. Aku sama sekali tidak merasakan kesenangan, lampu LED ku tidak menyala, itu berarti tidak ada chat darinya. Sepi. Bosan. Gundah. Itu yang aku rasakan. Hanya suara detikan jam yang menemaniku. Aku masih menunggunya, masih tetap menunggu hingga larut malam.
Sampai pada akhirnya, kelip lampu LED membuatku bersemangat. Aku langsung memeriksa handphone, dan benar itu dia, Ari.
“An..aku minta jangan dekati aku untuk sementara waktu. Semua akunku akan dipegang Monic, pacarku” pinta Ari dengan cetusnya.
Aku hanya bisa terdiam membaca pesan darinya. Sangat pedih rasanya untuk membaca, jemariku beku untuk menulis balasan. Akal otakku hilang untuk berpikir, dan hatiku hancur untuk menerima. Aku sama sekali tidak menyangka akan seperti ini. Ari tidak pernah sedikit pun bercerita bahwa dia sudah mempunyai kekasih. Yang aku tahu, kita saling menyimpan rasa dan belum siap untuk mengungkapkan.
Dan akhirnya, aku memutuskan untuk tidak membalas pesannya. Mungkin itu cara simple untuk mengiyakannya.
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Tidak ada semangat lagi dalam diriku. Hari-hariku terasa membosankan, hanya diisi curhatan dari Edo yang hampir semuanya tentang Liu. Aku masih bisa melukis senyum di hadapan teman-temanku, masih bisa berpura-pura menganggap semuanya seolah-olah tidak ada apa-apa.
“ANIIIIIIIIIII,” teriak Edo sambil berlari menemuiku.
“Kamu kenapa? Kok kayak orang kesetanan,” jawabku.
“Kamu tau gak? Tadi Liu nanya materi fisika ke aku.. Dia juga ngajak belajar kelompok. Kamu ikut yuk! Biar aku gak gerogi,” Edo mengajakku untuk bergabung.
“Waw! Kamu serius? Selamat deh.. semoga kalian bisa lebih deket ya.. Tapi maaf aku gak bisa gabung, udah ada janji sama yang lain,” ucapku.
“Cieee.. sama siapa? Ari ya? Selamat juga deh.. akhirnya kalian.....” ejek Edo.
“Hush! Jangan bahas Ari lagi. Aku gak ada apa-apa sama dia. Udah deh ya, dia udah punya cewek,” aku sengaja memotong pembicaraan Edo.
“Loh.. kamu kenapa sama dia? Bukannya kalian saling suka meskipun sama-sama belum ngungkapin?” tanya Edo
“Hffftt.. Nggak tau, deh.. Intinya dia minta aku jangan deketin dia lagi soalnya dia udah punya pacar.” jawabku singkat.
Ia menepuk bahuku dan menyuruhku untuk menjauhi Ari. Karena menurutnya, Ari bukanlah orang yang tepat untukku, ia hanya ingin memainkanku lalu pergi begitu saja dengan alasan yang tidak masuk akal.
Aku berjalan meninggalkan Edo. Tanpa arah dan tujuan pasti. Yang aku cari saat ini hanyalah ketenangan untuk mengobati sayatan di hati. Merenung. Memikirkan apa yang harus aku lakukan tanpa ada dirinya, Ari. Tatapan kosong, semua hanya tinggal bayangan semu yang tidak akan terulang kembali. Hanya harapan yang tidak pernah bisa terurai dan pada akhirnya menjadi sampah di hati yang tidak akan musnah.
Semenjak itu malamku berubah. Sunyi. Dan membosankan. Hanya ada pesan dari Edo, seperti biasa ia selalu bercerita tentang hubungannya dengan Liu. “Ah! Ini membosankan!” keluhku. ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤