Hariku sama seperti hari-hari sebelumnya, membosankan tanpa Ari. Perlahan-lahan sosok Edo menggantikan keberadaan Ari yang selalu ada untukku. Edo tidak pernah membiarkanku sendirian dan selalu menghapus kesedihanku. Aku semakin takut akan perasaanku sendiri. Aku takut kalau aku menyukainya, bagaimana dengan perbedaan yang ada?
Tatapan matanya yang seolah-olah membuatku terjatuh sangat jauh di bawah alam sadar. Jantungku berdegup cepat, cepat, dan sangat cepat. Jemariku terasa membeku seperti melebihi suhu kutub. Aku hanya mampu terdiam tanpa sepatah kata pun yang keluar. Sungguh, aku sangat gugup. Ini sangat berbeda dengan apa yang aku rasakan sebelumnya.
“Bengong aja nih.. An, aku mau ngucapin makasih buat kamu yang udah setia nemenin aku. Kamu istimewa.” Edo berkata dengan tatapan yang terlihat gugup.
“Ha?” aku hanya mampu mengatakan itu.
Ia hanya tersenyum melihat reaksiku. Senyuman yang semakin membuatku terpana menatapnya. Aku semakin bingung dengan perasaanku. Ucapannya sangat menyejukkan hatiku. Seperti mendapat undian berhadiah sedunia yang peluangnya sangat kecil. Menyenangkan.
“An.. ada satu lagi yang mau aku bilang. Ak.. Ak.. Aku.. Aku.. Aku sangat menyukaimu. Menurutku ini sudah seperti perasaan cinta, bukan perasaan suka biasa.” jelas Edo.
“Hahaa.. Kamu gak lagi latihan drama kan? Aku tahu kamu itu suka sama Liu. Tapi jangan jadiin aku bahan latianmu buat nembak dia,” candaanku yang sengaja aku lontarkan untuk menyembunyikan perasaan gugupku.
“An.. Lihat mataku, apa kamu merasa aku membohongi perasaanku sendiri? Sejujurnya aku menyukaimu lebih dulu daripada aku menyukai Liu! Aku bercerita tentang Liu kepadamu agar kita bisa dekat. Dan kali ini, aku benar-benar tidak bisa membohongi perasaanku lagi! Aku mencintaimu, An.. Apa kamu mau menjadi kekasihku?” kata-katanya yang membuatku mati kata.
Aku terdiam terhanyut dalam perasaanku sendiri. Ingin rasanya aku mengatakan jujur tentang perasaanku padanya. Iya, perasaan suka. Diam-diam aku juga menyukainya. Diam-diam aku merasa cemburu dengan Liu. Lalu apa aku harus mengatakan semua perasaanku tentang kamu, Edo?
Edo masih menunggu jawabanku. Ia masih berada di hadapanku. Membiarkanku berpikir walaupun sudah banyak menit yang berlalu. Raut penasaran yang terukir diwajahnya menandakan jika ia sangat ingin tahu apa jawaban yang akan aku berikan. Dan aku pun tak bisa terus menerus membiarkan dirinya menunggu, aku harus menjawab secepatnya, hari ini, saat ini juga. Aku harus jujur dengan perasaanku.
“Emm.. Baiklah aku akan menjawab. Sebenarnya aku juga menyukaimu. Entah sejak kapan dan mengapa. Tiba-tiba saja aku merasa sedikit cemburu dengan Liu. Aku pikir ini hanyalah perasaan iri sebagai sahabat. Tapi ternyata aku salah. Aku benar-benar menyukaimu, Edo,” nyaliku yang mendadak terkumpul sehingga aku berani berkata seperti itu.
“Lalu apa jawabanmu?” singkatnya.
“Aku dilema. Aku menyukaimu. Tapi bagaimana dengan perbedaan ini?” ungkapku seperti berada di ujung mata pisau.
“Kita jalani saja. Masih banyak waktu untuk memikirkan hal itu.” Edo menundukan kepalanya seperti sedang mencari solusi.
“Baiklah. Aku terima” Ah! Aku tidak tahu apakah ini pilihan yang benar? Atau pilihanku ini akan membuatku tersakiti di ujung cerita cintaku? Yang ada di benakku saat ini hanyalah mengikuti permainan yang diciptakan Tuhan. Tuhan yang mana? Tuhan yang kita yakini.
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤