4

99 5 0
                                    

       Tertatih.

       Kamu tertatih. Mengharapkan belas kasih. Dari orang yang terkasih.

       Hidupmu jalan dua puluh tahun. Baru sekali kamu termangu sendiri tanpa ada yang menopangmu dari belakang.

       Hingga pada detik itu, detik di mana kamu ingin selalu memutarnya, datang seorang makhluk Tuhan biasa. Ia menyentuh pundakmu, mengangkatnya, lalu berbisik, "Ada saya. Kamu cukup jalan lurus."

       Air matamu banjir. Hangat tangan serta kalimatnya menjalar sampai ke hati. Air matamu kembali banjir. Menatapnya dengan mata sembab dan tak tahu malu.

       Dia tidak merasa jijik. Tidak pada dirimu yang selalu membuat kesalahan tiap detiknya. Apakah dia manusia, pikirmu.

       Dia masih memegang pundakmu erat. Tak ada kerenggangan sedikit pun. Dan untuk pertama kali, dia tersenyum. Tersenyum untukmu yang selalu merasa jijik dan salah.

       "Kamu makhluk Tuhan yang paling lemah. Begitu pula dengan saya. Kamu tahu kan, manusia gudangnya dosa?"

       Kamu hanya bisa menutup bibir rapat-rapat. Meredam isakan.

       "Simpan rapat-rapat tangismu. Tunggu sebentar lagi. Mungkin sekarang saya hanya bisa seperti ini, tapi berikan saya kepercayaan dan kesempatan. Kesempatan untuk mengusap air mata kamu. Bahkan jikalau bisa, ijinkan saya menghisap seluruh air mata, sehingga tak ada cairan bening dan asin yang akan keluar saat dirimu merasa sakit."

Walking StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang