Dinner

48 3 0
                                    

Jhoanna POV

"APAA??" tanyaku kaget.

Hellooww!! Situ siapa? Brengsek. Lelaki hidung belang ini coba-coba mempermainkanku. Lelaki itu menatapku tajam seolah berkata "rasakan!" Tak sanggup lagi aku menahan. Tanganku mulai gemetar, dadaku mulai sesak menahan amarah.

"Sekalian saja saya jadi pembantu Bapak", timpalku ketus dengan tatapan penuh kebencian.

"Ide bagus", balasnya riang. "Sekalian saja kamu jadi istri saya. Bagaimana?" Sekali lagi ia menancapkan kedua telapak tangannya di meja kerjanya, tepat di belakangku. Aku tersontak. Matanya menatap mataku dalam senyuman sinis. Sekilas tercium aroma wewangian yang khas dari tubuhnya, berhasil menggelitik penciumanku. Aku mulai hanyut.

Dug dug...dug dug...

Sialnya dadaku mulai berdentang keras. Aliran darahku mulai mengalir deras. Lidahku kelu tak sanggup berkata. Mungkin efek kelamaan jomblo. Baru dengar kata "istri" saja sudah salting.

"Bagaimana? Kamu mau?" tanyanya lagi memecah kesunyian, sementara aku sibuk menenangkan jantungku yang berpacu hebat. Pandangannya masih sama, tertuju padaku.

Mau abang, mau! Ehh....

"Maaf, Pak. Kalau Bapak mau cari istri cari saja di biro jodoh, bukan di kantor", balasku mencoba menyadarkan diri dari pesonanya. Dia memang tampan dan sempurna, hanya saja sama brengseknya dengan kebanyakan pria di luar sana. Apalagi aku memergoki dia ada di hotel semalam.

Jadi ini sosok Mr. Ralph, CEO muda yang dipuja-puja pegawai di kantor. Harusnya mereka tahu bagaimana aslinya. Aku mendorong tubuhnya kedepan dan bangkit dari kursi.

"Kalau cuma itu yang mau Bapak sampaikan, saya permisi", kataku sambil melenggang melaluinya menuju pintu. Ia tersenyum kecil, sulit diartikan.

"Kamu gak takut saya pecat?" ucapnya berbalik menghadapku.

"Silahkan saja. Toh rahasia Bapak saya yang pegang", balasku tanpa berbalik dan langsung keluar.

Pinter kamu, Jo. Kenapa gak dari tadi!? Bisikku dalam hati merasakan kemenangan di tanganku.

-------

Satnight. Malam ini terpaksa kulalui diacara konferensi meja bundar yang diadakan Tante Memei. Beliau mengundangku makan malam, sekalian ketemu calon suami, begitu... Aku memang kolot masalah fashion, tanpa kujelaskan pun Tante Memei paham betul. Beliau mengirimkan sepaket dress lengkap dengan embel-embel lainnya.

Dipakai malam ini ya, nak Joan.

Tante Memei.

Memo dalam bungkusan paket. Aku sudah bersiap sejak pukul 5 petang tadi. Wajah pas-pasan ini kupoles seadanya, sebisaku saja. Rambut panjangku, kugulung serapih mungkin. Aku memandang pantulan bayanganku di cermin.

Bahkan menatap cerminpun aku hampir tak mampu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bahkan menatap cerminpun aku hampir tak mampu. Aku tak cukup percaya diri untuk menemui keluarga calon suamiku itu. Aku sadar posisiku, terlebih lagi yang kudengar mereka orang berada. Aku memang tak begitu tahu banyak tentang keluarga Tante Memei, bahkan baru kenal seminggu yang lalu. Tak banyak yang ku tahu tentang calon suamiku itu. Ia cerdas dan tampan. Lulusan universitas ternama di luar negeri. Baru-baru ini menjadi pemimpin perusahaan elektronik besar milik ayahnya. Itu yang kudengar dari eyang.

Apa eyang tidak salah orang? Bagaimana kalau calon suamiku menolak? Bagaimana kalau mereka berubah pikiran.... Bagaimana.... Bagaimana.... Pikiranku mulai kacau. Aku takut mempermalukan eyang.

"Jo, sudah siap? Itu supir Tante Memei sudah tunggu di depan", kata ibu di balik pintu kamar membuyarkan lamunanku.

"Sudah, Bu. Joan berangkat ya, Bu."

Supir Tante Memei melajukan mobilnya, sampai akhirnya berhenti di sebuah restoran mewah.

"Silahkan, Non. Sudah sampai", ujar supir Tante Memei sambil membukakan pintu mobil untukku.

"Makasih, Pak", ujarku sembari berjalan menuju pintu restoran. Di sana sudah siap pelayan yang menunggu kehadiranku. Aku di antar menuju meja yang sudah disiapkan. Dari kejauhan, tak satupun kulihat keberadaan keluarga Tante Memei.

Jangan-jangan aku sengaja dipermalukan sendiri disini. Pikirku gugup. Tiba-tiba saja aku di arahkan pada meja yang sudah di isi oleh seorang pria gagah yang duduk membelakangi, lengkap dengan setelan jas dan sepatu mahalnya. Sebuah bouquet bunga mawar siap di genggamannya.

Ahh... Mungkin ini anaknya Tante Memei, calon suamiku. Cukup romantis. Hatiku berdecak kagum. Setelah mempersilahkan duduk, sang pelayan berlalu. Kutarik nafas perlahan, kucoba beranikan diri.

"Ehmm... Selamat malam. Boleh saya duduk?" ucapku pelan. Pria itu membalikkan badan perlahan ke arahku.

"Hai... Lama tak bertemu. Silahkan duduk",balasnya dengan senyum khas yang kukenal. Seketika moodku berubah melihat tampang pria yang satu ini. Tidak salah lagi... Ini CEO-ku yang berengsek itu.

"Sedang apa Bapak di sini?" tanyaku bingung. Ia berjalan ke arahku.

"Ayo, duduk dulu", balasnya sambil menyentuh bahuku dan mendudukkanku di kursi. Tepat di hadapannya. Wajah mesumnya sulit aku lupakan. Entahlah, senyum di wajahnya itu aku rasa senyuman maut yang biasa ia gunakan untuk menggoda wanita. Ngajak tidur misalnya. Eh..

"Bapak menguntit saya, ya?" tanyaku curiga. Ia menarik tangan kananku dan menggenggamnya erat dengan kedua tangannya. Seperti disinetron....

"Dengar dulu, sayang." Ucapnya lembut.

Sayang? Pala lu peang.

"Kita harus akur. Sebentar lagi kita, kan, mau nikah." In your dream, Mr. Ralph. IN YOUR DREAM!!! Buru-buru kutarik tanganku.

"Iiihh... Siapa bilang saya mau nikah sama Bapak? Saya kesini mau nemuin calon suami saya, Pak", jelasku tanpa dipinta berusaha menghentikan godaannya.

"Lho, Mama saya bilang kamu bersedia kok jadi istri saya." Timpalnya dengan dahi berkerut. Aku semakin bingung berharap ia segera berhenti menggodaku.

"Kamu sudah lupa sama Pak Dovi Weldan Ralph beserta istri yang sempat berkunjung ke rumahmu tempo hari?" sambungnya. Aku ternganga tak percaya. Tiba-tiba saja ia sudah berada tepat beberapa senti di depanku dan siap berbisik di kupingku, "Mereka orang tuaku, Jhoanna sayang." ucapnya terkekeh.

Demi dewa. Mimpi apa aku semalam? Mimpi di kejar-kejar siluman ular? Iya, betul. Dia pasti siluman ular dalam mimpiku itu. Mampusss... Bunuh saja adek bang, bunuh... Umpatku dalam hati dengan mata yang dipaksa tertutup, menahan malu. Ini semua salahku terlanjur menerima permintaan Tante Memei tanpa mempertimbangkannya dulu. Aku tak tahu bahwa ternyata Om Dovi pemilik Ralph Group. Aku terlalu malu untuk membuka mata. Tiba-tiba kurasakan tangan besar dan hangat menyentuh pipiku. Dan...

Cuupppss....

Sebuah sentuhan bibir yang lembut mendarat tepat di bibirku. Tidak lain, CEO brengsek itu pelakunya. Wajahku terasa terbakar sekarang. Entahlah, aku sulit membedakan penyebabnya, malu atau marah. Seketika aku membuka mataku. Ia meraih tanganku dan memberikan bouquet mawar sambil berbisik penuh nafsu di kupingku.

"Malam ini kubiarkan kau berlalu, tapi tidak selanjutnya." Dia berhasil membuat bulu kudukku merinding. Belum sempat aku berkata-kata ia sudah beranjak dari tempat duduk.

"Bersiaplah. Aku sudah minta Mamaku memajukan hari pernikahan kita. 1 minggu lagi.." katanya dengan percaya diri sambil mengancingkan jas beranjak dari kursi. "Jangan lupa nama calon suamimu ini Yoel James Ralph", tambahnya sambil berjalan melambai membelakangiku. Rasanya kepalaku akan pecah.

-------

Maaf ya cerita di part ini agak datar😅

Susah banget cari inspirasi 😥

Mohon voment 😊

Ms. Dreamer Finding LoveWhere stories live. Discover now