Sawada Kyoya sangat menyayangi ibunya. Terlebih saat kepergian ayahnya beberapa tahun yang lalu, keinginan sebagai pengganti sang ayah muncul dalam benaknya. Ingin membahagiakan sang ibu, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi ibunya, Sawada Nana. Sayangnya, rasa kasih yang begitu tulus itu tak ia berikan pada sang adik, Sawada Tsunayoshi. Hanya ada satu kata yang mampu mewakili perasaannya pada Tsunayoshi.
Benci.
"Kyo-kun, Tsu-kun, sarapan sudah siap. Ayo turun!"
"Hn..", gumam seorang pemuda dari balik pintu sebuah kamar.
Menengok ke dalam, di ruangan 3 x 4 ini seorang pemuda tengah berdiri di depan cermin. Terpantul di sana wajah stoic tanpa ekspresi yang tak mampu menutupi paras tampannya. Selesai merapikan seragamnya, anak pertama dari keluarga Sawada itu meraih gakuran kesayangannya -tak memakainya- hanya sekedar menggantungkannya di bibir pundak. Ada hukum gravitasi aneh yang membuatnya tak jatuh.
Membuka pintu kamar dalam satu suara, pemuda berambut hitam itu melangkah keluar nyaris sunyi. Berbeda dengan ruangan di sebelahnya, terdengar gaduh untuk beberapa saat sebelum bunyi pintu yang kembali terbuka mengisi udara untuk kedua kalinya. Pemuda itu melirik ke arah biang keributan dengan wajah tak suka yang tak begitu kentara. Jelas, ia membenci hal-hal yang berkenaan dengan keramaian; terlalu berisik, akunya. Tepat dari balik pintu di samping kanannya, sosok anak laki-laki itu muncul. Dengan pakaian agak lusuh dan penampakannya yang terlihat berantakan. Seseorang yang ia benci tengah melakukan sesuatu yang ia benci pula; sungguh sempurna. Ruangan kamar mereka memang berdempetan, hal yang enggan Kyoya ingat. Dan tiap kali ia membuka pintu di pagi hari, selalu saja senyum itu yang pertama kali menyambutnya. Kyoya muak. Namun, Tsunayoshi tak jera.
Dan senyum tulus setengah takut itu pun merekah, "Se-selamat pagi, K-Kyoya-nii..", sapanya kemudian.
Meski saudara, walau sedarah, biarpun saling berbagi ibu yang sama, Tsunayoshi tetap saja merasa keberaniannya seolah terkuras ketika beradapan dengan sang kakak. Jangan tanyakan soal alasan, sebab sikap dan tatapan Kyoya padanya sudah menunjukkan segalanya. Tsunayoshi paham benar, namun di sisi lain ia tak mengerti. Mengapa di dalam iris abu itu tak ada rasa cinta yang tersisa untuknya?
Tak ada jawaban. Seperti biasa, Tsunayoshi tak berharap sapaannya akan dibalas semudah itu. Ia tak menyerah. Ketika Kyoya membuka kembali hatinya, ia masih tetap berharap jika hari semacam itu akan datang. Hanya terkadang, ia bertanya-tanya. Apakah ia memang tipikal orang yang pantang menyerah atau ia saja yang keras kepala menolak perubahan diantara mereka?
Gelagat yang sama itu terus menghiasi pagi-pagi Tsunayoshi. Tanpa kata bahkan isyarat, ia berjalan melewati tubuh mungil adiknya yang ruangannya memang berada lebih dekat dengan anak tangga menuju ke bawah. Ketika bayangan Kyoya mulai menjauh darinya, senyum tulus itu berubah pahit. Sepahit kopi yang setiap pagi selalu di minum oleh ayahnya dulu, Tsunayoshi teringat. Mungkin karena sebab itulah ia tak pernah suka meminum kopi. Sedikit pelarian dari pikiran yang mulai mengacaukan perasaannya.
"Kaa-san, hari ini aku berangkat lebih dulu. Ada sedikit urusan penting.", ujar Kyoya datar, "Tak perlu lagi menyiapkan sarapan untukku. Aku sarapan di sekolah", tambahnya setelah matanya menangkap tiga porsi sarapan bergizi terhidang di atas meja makan.
"Ah, sayang sekali.. Padahal Kaa-san sudah menyiapkan sarapan spesial untuk kalian berdua", rengek sang bunda seraya memegang sendok besar di tangannya.
Kyoya yang semula hanya berdiri diambang pintu dapur yang merangkap ruang makan, kini melangkah masuk. 'Spesial untuk kalian berdua', ia mengulang separuh kalimat ibunya dalam hati. Agak risih dengan penuturan itu. Mereka tak berdua. Mereka tak bersama. Ia adalah ia sendiri. Dan ia tahu ibunya menginginkan sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Son
FanfictionBagaimana jika Nana adalah ibu dari Kyoya, dan Tsuna adalah adik laki-lakinya. Untuk alasan tertentu mereka membenci satu sama lain. Namun, karena suatu kejadian tak terduga keadaan menjadi terbalik. Terjebak diantara kebenaran dan kebohongan, siapa...