Aku telah sampai di area pemakaman, aku berjalan menuju ke makam dimana batu nisan itu tertulis nama ibuku Yanti maria Binti Mukhtar.
"Ibu apa kabar? Pasti baik, aku udah nikah bu, andai ibu masih ada pasti ibu bahagia, aku pasti akan liat ibu tersenyum, tapi sudah lah itu semua tidak akan terjadi" ucapku tersenyum tanpa kusadari setetes air mata jatuh dipipiku, aku mengusap batu nisan ibuku. "Namanya Patuh bu, dia baik" aku menghentikan ucapanku.
"Tapi tidak lama lagi aku akan bercerai dengannya bu, pernikahan kami tidak didasari cinta, kami tidak saling mencintai"
"Ternyata kehidupan setelah menikah itu ngga gampang bu, aku udah ngerasain sekarang, lebih enak jadi seorang anak bisa manja-manja sama orang tuanya ketimbang jadi istri yang harus menuruti suami"
"Sebelumnya aku sedikit percaya dengan hubungan ini, tapi setelah membahas perceraian aku tidak percaya dengan hubungan ini bahkan sedikitpun, sekarang aku akan menganggapnya seorang teman saja, aku tidak ingin berharap lebih padanya dia juga sudah mengatakan itu"
"Andai ibu ada mungkin ibu akan memberiku nasehat atau bahkan saran, tapi walaupun ibu ngga ada di samping aku, aku yakin ibu selalu menemaniku dimanapun aku berada, aku minta maaf bu mungkin kalo aku ngga ada didunia ini, sekarang ibu hidup bahagia sama ayah dengan anak-anak ibu yang lain" air mataku jatuh, selalu saja begitu, memang aku yang bersalah disini.
Aku berdiri menyirami air ke batu nisan ibuku.
"Aku pergi dulu bu, aku akan sering-sering kesini Bu"
Aku langsung berjalan ke arah tempat mobilku terparkir menuju sebuah taman.
Aku melihat banyak anak-anak yang sedang bermain bersama orang tuanya mereka sangat bahagia.
SANDRA
Entah ada apa dengan Tama, dia tidak pernah seperti ini, ia sangat tidak suka melihat perempuan sedih bahkan menangis, tapi kali ini ia bahkan membicarakan tentang perceraiannya dengan Oliv.
Apa disini aku yang salah?
Apa aku terlalu egois menjadi seorang perempuan?
Oliv juga berhak atas Tama, bagaimanapun dia juga istrinya.
Aku yakin sebenarnya Oliv tidak ingin bercerai dari Tama, tidak ada wanita yang ingin bercerai kecuali jika suaminya melakukan kekerasan, Oliv juga tidak tau tentangku jadi tidak mungkin ia mau bercerai.
Aku harus memberikan waktu untuk mereka berdua, mungkin dengan cara ini Tama akan sedikit memahami Oliv.
Kini Tama sedang menjemput Sasya di taman, aku menunggu mereka sambil memikirkan apa yang harus ku lakukan.
Mereka telah sampai, aku langsung menghampiri mereka dan menyuruh Sasya mandi.
Kini hanya tinggal aku dan Tama."Mas,," panggilku
"Iyaa, kenapa Ndra?"
"Aku mau minta izin" ucapku dengan suara yang pelan.
"Minta izin kemana?" Dia terlihat bingung.
"Aku mau ke Jerman Jerman sama Sasya, tanteku sakit ia butuh aku, barusan dia telfon"
"Tante kamu yang mana? Kok tiba-tiba banget?"
"Tante Rasti, sakit itu Tuhan yang ngatur Mas, ngga ada manusia yang bisa nebak kapan ia akan sakit"
"Memangnya sakit apa? Terus suaminya gimana?"
"Aku belum tau jelas, dia cuma minta aku datang kesana, suaminya meninggal karna kecelakaan anaknya juga" aku sudah berbohong kepadanya, tanteku tidak sakit tapi tentang suaminya itu memang benar.
Bagaimanapun aku berbohong untuk kebahagiaan perenpuan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Marriage
Storie d'amoreOlivia Denisha Patuh Gatama Dijodohkan Hidupku berubah,kukira semuanya akan seperti yang ku bayangkan,tapi ternyata... Hidupku dipenuhi oleh kejutan-kejutan yang pahit-OLIV