Gara-Gara Salah Jalur

15.9K 1.4K 60
                                    

''Dek''. Aku masih diam memandangi ipadku yang sedang banyak banget orderan.

''Dek Comel!!''. Teriak Mbak Billa memanggilku lagi. hmm mbak ku itu kadang nyebilin bingit deh, udah nikah punya buntut satu kelakuan masih gak berubah sama sekali. Masih teriak sana sini padahal ini bukan rumahnya loh, kan rumahnya udah pindah waktu dia diambil alih Mas Alif jadi sekarang dia menumpang di rumah Bunda dan Ayah maksutnya.

''Dek, Ya ampun kamu ngapain sih. Dipanggil gak jawab dosa loh!''. Aku menggrutu ketika mbak Nabilla ini sering banget berkata dosa dosa kan bikin ane takut pemirsa.

''Mbak gak usah nyangkut-nyangkut dosa napa sih. Heran deh Amel, emang Mas Alif ngajarin apa sih sampai Mbak Billa omong kayag gitu. Merinding tau Mbak Amel''.

''Biar kamu inget dosa! Lagian kamu dipanggil itu jawab. Dikasih mulut itu buat bicara kalau diajak omong, bukan malah dibuat makan aja Amel!'' omel Mbak Billa padaku yang sudah merengut sebal karena pagi-pagi hari minggu udah main semprot aja.

''Iya, iya deh. Lagian kenapa sih Mbak pagi-pagi udah bawel banget!''. Kataku sambil meletakkan ipad dan menggulung rambut hitam sebahuku. Aku berjalan kearah pintu dimana Mbak Billa berpose cantik.

''Beliin Zia pempres sana''.

''Kog Amel, suami Mbak kemana emang?''.

''Masih tidur dek, kasian semalem begadang dan tadi habis subuhan langsung tidur lagi. Beliin ya''. Aku mendengus tapi si kaki tetap melangkah dengan kepala mengangguk terpaksa.

''Hmm, sini uangnya mana''. Kataku kemudian dengan tangan menengadah minta uang. Mbak Billa hanya mendengus sambil menggeleng pelan melihat kelakuan adiknya.

''Beli yang seperti biasa, ukuran S inget S! awas salah lagi. Dan juga itu cuci muka dulu kek masa ileran mau ke Tmart malu tau dek''. Aku meringis sebal, udah nyuruh malah komen tentang tampang cantikku. Gak tau apa para pria selalu suka dengan wajah wanita habis bangun tidur, keliatan natural gitu. Lagian hari minggu itu menghemat air, jadi mandinya cukup sekali hahaha.
*
*
*
Dengan pakai ala kadarnya dengan wajah tanpa dipoles apapun karena ada masker hijau yang siap menutupi, aku siap berangkat ke Tmart. Hari minggu pagi kayag sekarang masih seger banget pemirsa, iya karena para penduduknya masih molor jadi jalanan aman jaya.

Aku mengendari sepeda roda duaku alias sepeda mini dengan bersenandung ria. Nikmatnya dunia jika terus seperti ini. Andai Jakarta setiap harinya hari Minggu, atau setiap harinya hari raya pasti senang sekali aku. Kenapa? Karena penduduknya entah menghilang kemana.

''Loh loh''.

Jeduk

Bruk

''AUUU''. Aku berteriak histeris entah gimana bisa sekarang aku sudah jatuh dengan sepeda diatasku. Aku meringis sakit karena telapak tanganku bergesekan dengan aspal jalan.

''Loh Mbak kog bisa jatuh''. Orang ini sialan benar emang! Udah liat aku jatuh malah ditanya gak malah bantuin lagi.

Aku mendelik marah, dan ternyata oh ternyata si dia yang menabrakku. Ia si dia, teman Mas Alif yang berprofesi sebagai polisi yang kemarin berani-beraninya neror aku dengan kata-katanya, sekarang sudah di depanku dengan tampang datar andalannya.

''Ya bisa lah MAS!! Bantuin kek, malah diliatin lagi!''. Omelku, dan seperti tersadar. Si pria bernama Tian itu segera menyingkirkan sepeda miniku dari kakiku. Omaigoott lututku gak mulus lagi.

''Sorry, sini saya bantu''. Aku melengos, tapi tangannya sudah menarikku untuk berdiri hingga aku mengaduh kesakitan.

''Auu, pelan dong! Sakit ini''. Omelku marah, tapi dia tak peduli. Sebentar aku manggilnya apa ya, Mas Tian aja deh kan teman Mas Alif.

Amelia (E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang