Hurt #3“Apa kau menginginkan anak?” dengan perasaan sedikit ragu, kuberanikan diri untuk bertanya. Ali tampak sedang mengerutkan kening.
“Kenapa bertanya seperti itu?” bukannya menjawab, Ali malah balik bertanya.
“Aku sedang bertanya,” ucapku pelan. Namun, kurasa Ali masih bisa mendengarnya. Mengingat jarak kami yang terlalu dekat.
“Sekidit.” Ali menoleh menatapku. Tatapan kami bertemu. Jujur, Aku sangat gugup jika berhadapan dengannya seperti ini. Meskipun sudah bersamanya selama lebih dari enam bulan. Namun, detak jantungku selalu seperti saat pertama bertemu dengannya.
“Kau yakin?” Aku mengangkat sebelah alisku. Keyakinanku rasanya sudah luntur mendengar ucapan ibunya. Ali mengangguk pelan.
“Bagaimana jika aku tidak bisa memberimu keturunan?” dadaku rasanya sesak mengatakannya.
“Kau ini kenapa?” Ali semakin mengerutkan keningnya.
“Kau hanya perlu menjawabnya. Bukan malah bertanya balik.”
“Apa ibuku yang mengatakannya?”
“Aku tidak mengatakan seperti itu.”
“Ku mohon, jangan dengarkan ucapan ibuku!” Ali memegang kedua bahuku. Tatapannya semakin menusuk retinaku.
“Kalau aku mendengarkannya?” Rasanya mataku sudah sangat berat.
“Ibuku tidak tau tentang peraaaanku!”
“Dia ibumu, dia sangat tau perasaanmu!” Ali menghela nafas. Di tangkupkan kedua tangannya di wajahku. Menyibakan sedikit anak rambut yang berterbangan menutupi wajahku.
“Ku mohon, jangan mempercayainya.” Aku menepis tangannya yang sedang berada di wajahku. Pandanganku kembali lurus kedepan. Mengabaikannya yang sedang menatapku.
“Awalnya aku tidak ingin mempercayainya. Namun, setelah mengatakan semuanya, rasa ketidakpercayaanku hilang, terganti dengan rasa kepercayaan.” Gagal. Pertahananku gagal. Air mata sialan ini turun begitu deras membasahi wajahku.
Ali diam. Tidak menjawab. Hanya deruan nafasnya yang terdengar di telingaku. Apa ucapanku benar?
“Kau akan menikah lagi?” Pertanyaan itu akhirnya lolos dari mulutku. Lama tidak ada jawaban dari Ali, membuat dadaku kembali sesak. Isakan kecil dari bibirku mulai terdengar.
“Benar, Kau akan menikah!” Aku menyimpulkan secara sepihak. Tubuhku bergetar, lututku lemas. Kurasa tubuhku tidak dapat berdiri sesempurna tadi.
“Aku tidak mengatakannya. Aku tidak suka kau menyimpulkannya seperti itu!” Suara Ali kembali terdengar. Ada sedikit perasaan lega di hatiku. Sedikit. Terlalu kecil.
“Maaf,” lirihku menunduk. Membiarkan air mataku mengalir semakin deras.
Grep.
Hangat.
Ali meraih tubuhku kedalam dekapannya. Tangannya bergerak mengelus punggungku. Nyaman. Bisakah seperti ini saja?
“Jangan ulangi! Aku tidak suka kau menyimpulkan segala sesuatu secara sepihak!” Aku mengangguk lemah dalam dekapannya.
“Aku terlalu takut,” lirihku pelan.
“Jangan takut!”
***
“Aku lupa menanyakan sesuatu padamu.” Ali yang semula fokus pada laptopnya, beralih menatapku yang sedang menonton acara televisi.
Aku menoleh menatapnya. Keningku berkerut. “Bertanya?” Ali mengangguk cepat. Dia menggeser tubuhnya mendekat kearahku.

KAMU SEDANG MEMBACA
IT'S TOO HURT
FanfictionDendam. Semua ini tentang dendam. Satu kata yang dapat menghancurkan hidup seseorang. "Aku ingin memilikinya. Bukan karena Aku mencintainya. Bukan karena Aku menyayanginya. Tapi, karena Aku begitu menginginkannya." --Aliandra Syarief "Jika dengan me...