Siang yang cukup gerah. Berjalan menggiring koper bersama cewek-cewek di sampingku yang entah siapa saja mereka, rasanya cukup melelahkan dan menguras tenagaku. Mungkin ditambah faktor deg-degan dan gugup sejak memasuki dunia Pusdikkes ini. Rasanya energiku terkuras habis.
Ah ya, aku baru tau, istilah kamar di dunia TNI adalah barak. Aku memasuki barak yang cukup luas dan sudah kuduga, seperti di film-film tentara yang kutonton, barak berisi puluhan ranjang bersusun. Di sinilah kami semua akan tidur. Mama, anakmu akan tinggal di sini selama 40 hari.
Kami memilih ranjang masing-masing. Aku memilih ranjang yang lumayan rapi dan memiliki seprai yang bagus. Meski tak seperti ranjang di rumah, apa mau dikata, harus bisa beradaptasi.
"Put, di situ?" Arfah bertanya padaku sambil menunjuk ranjangku.
Aku mengangguk ke arah Arfah.
Aku memilih ranjang bawah ketimbang ranjang atas
Mana tau roboh kan gawat, haha. Sedangkan Arfah memilih ranjang paling pojok. Yah terserahlah, itu pilihannya.Dua orang cewek duduk menghadap ke arah ranjangku. Ranjang kami bersebelahan dan dekat dengan pintu. Aku tersenyum dan segera menyalami mereka.
"Putri."
"Ridha."
"Syifa."
Seorang lagi temanku, Lisda, ikut berkenalan dengan mereka. Lisda memilih ranjang di atasku. Kami menaruh barang di lemari masing-masing sesuai instruksi komandan yang mengarahkan kami ke barak ini.
"Eh haus banget nih. Ada yang mau ke kantin gak?" Ridha bertanya. Dia dan Syifa sama-sama berkacamata. Aku masih sering tertukar menyebut nama mereka.
"Aku ikut.." seruku. "Lisda mau ke kantin juga?"
"Mau, tapi bentaran aja. Istirahat dulu ya."
Aku mengangguk walau tenggorokan sudah begitu merindukan minuman dingin. Lalu aku berpaling ke arah Arfah dan menanyakan hal yang sama. Arfah berpikir sejenak dan akhirnya menggeleng. Ia memilih rebahan di kasur.
Sambil beristirahat, kami main ponsel masing-masing. Aku dan Lisda duduk di ranjang bawah. Saat aku akan berbaring, tiba-tiba..... krek!
Oh Tuhan, papan kayu pengalas kasurnya retak! Aku sontak berdiri.
"Astaga!" seruku kaget.
Lisda, Ridha, dan Syifa tertawa meski mereka juga kaget mendengar bunyi retakan itu.
"Wew.. hati-hati, Put. Hahaha!"
Aku menelan ludah. Ngeri juga tidur di ranjang begini. Aku baru pertama kalinya, sih. Dengan hati-hati aku kembali duduk, tidak jadi berbaring.
"Eh kita foto bareng yok!" ajak Lisda.
Ia sudah memegang ponsel dan mengarahkan ke arah kami, bersiap wefie. Aku, Ridha, Syifa, dan beberapa cewek lainnya memasang pose di belakang Lisda.
Jepret... jepret... jepret...
Setelah agak sore barulah kami berempat menjelajahi Pusdikkes untuk menuju kantin. Aku membeli minuman dingin sepuasnya.
Sepulang dari kantin, kami melintas di depan ruang serba guna. Seorang komandan wanita menghampiriku.
"Kamu panggil teman-temanmu yang ada di barak cewek. Kasih tau kumpul jam 5 teng, sudah harus pake training. Jangan telat!"
Aku mengangguk mengiyakan. Setelah pamit, kami bergegas ke barak. Baru saja aku akan mengumumkan perintah komandan tadi, anak-anak sudah berganti pakaian training. Oalah...
Dengan cepat aku juga berganti pakaian. Maklum beberapa menit lagi jam 5 teng. Setelah selesai, semua berjalan menuju ruang serba guna. Komandan menyuruh kami berbaris rapi di jalan.
"Selamat datang di Pusdikkes TNI AD. Kalian dititipkan di sini untuk mengikuti pembekalan. Jadi kami meminta supaya kalian mengikuti aturan yang ada. Mengerti?"
"Mengerti...." kami menjawab serentak.
"Aturan di sini, kalian sebagai siswa, ulangi, calon siswa, setiap menjawab harus bilang Siap! Jadi kalo kalian ditanya, mengerti? Jawabnya, Siap, mengerti! Mengerti?"
"Siap, mengerti!"
"Begitu juga kalau memanggil kami. Kami di sini adalah pembina kalian, semua yang memakai pakaian tentara seperti ini di sini, wajib kalian panggil sebagai Komandan. Tidak ada Bapak, tidak ada Ibu, kakak, adik. Yang ada hanya Komandan. Mengerti?"
"Siap, mengerti!"
Aku belum tahu siapa saja para komandan yang berdiri di hadapan kami. Ada 4 orang komandan pria dan 1 orang komandan wanita. Mereka menyuruh kami duduk di jalan aspal sambil membagi kelompok.
"Kalian jumlahnya ada 263, jadi kami akan membagi kalian menjadi 3 kompi, kompi A, B, C. Kemudian setiap kompi akan dibagi lagi menjadi peleton A1, A2, A3, B1, B2, sampai C3. Yang disebut namanya, segera menuju ke sana," Komandan yang entah siapa namanya, menunjuk arah di samping ruang serba guna."Xxxxxxx.... Yyyyyyy..... Zzzzzz....."
Komandan menyebut beberapa nama, dan yang dipanggil segera berdiri sambil menyahut, "Siap!" kemudian berlari menuju arah yang diperintahkan oleh Komandan.
"Maria..." Komandan menyebut sebuah nama.
"Pak..." seorang cewek mengangkat tangan.
"Eh! Siapa kau bilang Bapak? Di sini tidak ada bapakmu!" seru Komandan itu.
"Maaf, Komandan," sahut cewek itu lagi.
"Kenapa?" tanya Komandan lagi.
"Mau nanya Komandan, Maria siapa. Soalnya kami ada dua Maria."
"Maria Xxxxxx...." kata Komandan setelah membaca kertas di tangannya.
"Siap!"
"Yang tadi disebut namanya itu masuk peleton C3. Kemudian lanjut peleton C2. Xxxxxx..... Yyyyy... Zzzzzz....."
Aku mendengar sudah ratusan nama disebut, tapi namaku tak kunjung disebut. Bahkan sekarang sudah masuk peleton A2 tapi namaku belum juga disebut.
"Xxxxxx Xxxxxx Putri."
Yesss, akhirnya namaku disebut juga. Aku berdiri dan berseru, "Siap!" dan berlari menuju teman-teman peletonku.
Ternyata aku masuk di peleton A1. Orang terakhir yang disebut masuk peleton A1 bernama Marlis. Ia berbaris di belakangku.
Setelah semua nama sudah disebut, Komandan menyuruh kami untuk saling berkenalan dengan sesama teman peleton. Aku berkenalan dengan Mia, Marlis, Bang Tiopan, dan selanjutnya aku lupa siapa saja mereka. Ya iyalah, namanya juga baru pertama kenal.
Sesi perkenalan itu berakhir karena azan magrib mulai berkumandang.
"Kalian sholat di barak masing-masing. Pukul 18.15 semua sudah harus kumpul di ruang makan. Nanti ada komandan yang mengarahkan menuju ruang makan. Kalian jangan lambat-lambat. Mengerti?"
"Siap, mengerti!"
"Sekarang kalian baris rapi dan menuju ke barak."
"Siap, Komandan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovenesia
Non-FictionAku tak pernah membayangkan akan hidup seperti ini, berdiam di dunia militer meski sejenak, dan jatuh hati pada seseorang yang juga menjalani pendidikan semi militer sepertiku.