Dalam sekejap mata, aku dan teman-teman sudah duduk manis di dalam ruang makan Pusdikkes. Tak pernah terbayang olehku tentang ruang makan seperti ini. Ada 3 kelompok meja yang sangat panjang dengan kursi yang saling berhadapan.
"Ya, dengarkan! Jangan ada yang makan duluan! Kalian harus makan bersama-sama, untuk menciptakan rasa kebersamaan kalian. Duduk tidak boleh bersandar di kursi. Kemudian tangan kalian harus diletakkan di atas paha masing-masing, jangan di atas meja!" perintah Komandan.
"Jangan juga di atas paha temannya!" lanjut Komandan yang lain.
Aku dan anak-anak tertawa mendengarnya. Untung aku belum menyentuh apapun di meja itu. Kemudian Komandan berkata lagi, "Coba satu orang maju ke depan. Cowok."
Seorang teman cowok berambut plontos maju menghampiri Komandan. Sebenarnya aturannya memang seperti itu, semua cowok disuruh plontos sebelum memasuki Pusdikkes. Hanya saja beberapa cowok tidak ngeh dengan aturan itu. Masih ada yang belum bercukur. Ckckck, cari masalah saja. Tapi sejauh ini belum ada teguran dari komandan.
Komandan lantas memberi arahan dalam menyiapkan makan malam kepada cowok itu. Ia menirukan kalimat Komandan.
"Seluruhnya, duduk siap, grak!"
Aku mengikuti teman-teman di hadapanku yang segera mengubah posisi mereka menjadi duduk tegak.
"Sebelum mengawali makan malam, doa dimulai!" kata cowok itu lagi, menirukan kata-kata Komandan.
Kami pun berdoa dalam hati.
"Selesai. Istirahat di tempat, grak!"
"Nah... kalo teman kalian bilang istirahat di tempat, grak!, kalian bilang, selamat makan! mari makan! Mengerti?" sela Komandan.
"Siap, mengerti!"
"Jadi mulai besok pagi, setiap makan, kalian terapkan aba-aba seperti tadi. Mengerti?"
"Siap, mengerti!"
"Sekarang pukul 18.30," kata Komandan setelah mengecek arloji. Beliau menoleh ke arah cowok tadi, "Kamu ulangi aba-aba tadi. Nanti setelah istirahat di tempat, kalian mulai makan."
"Siap, Ndan!"
"Kerjakan!"
"Seluruhnya, duduk siap, grak! Sebelum mengawali makan malam, doa dimulai! Selesai. Istirahat di tempat, grak!"
Aku mengikuti teman-temanku mengubah posisi duduk menjadi santai, tidak setegak tadi, dan serentak menyahut, "Selamat makan! Mari makan!"
Setelah aba-aba selesai, aku dan anak-anak mulai mengambil sendok dan garpu. Tiba-tiba Komandan berseru, "Dalam hitungan ke-10 makanan kalian sudah habis! 1........."
Maaaaakkk.....
Aku dan anak-anak langsung menyerbu makanan masing-masing tanpa ba bi bu lagi. Gila... mana nasi dan lauknya banyak banget!"2......."
"Aaaaa....." seru anak-anak heboh.
"Eh! Kalian jangan ribut! Makan cepat!" Komandan berseru sambil meneruskan hitungannya.
Mampus... mampus....
Mataku menjadi sedikit berair karena mengunyah sangat cepat. Rasanya makanan menumpuk di kerongkongan. Aku segera minum air."6......."
Hitungan demi hitungan. Aku dan anak-anak saling melirik. Ada yang sudah hampir ludes makanannya, ada juga yang masih banyak. Aku sudah tidak peduli lagi bahwa aku tidak suka makan tempe. Aku mengunyah tempe tanpa perasaan lagi. Yang penting makanan di piringku habis deh.
"10... Semua hentikan kegiatan! Tidak ada lagi tangan yang pegang sendok sama garpu. Tangan di atas paha masing-masing!" seru Komandan.
Pffft... judulnya memang makan, tapi rasanya mengerikan juga. Komandan memanggil cowok plontos tadi, dan kembali memberikan pengarahan untuk aba-aba.
"Seluruhnya, duduk siap, grak! Sebelum mengakhiri makan malam, doa dimulai!"
Kami berdoa lagi, dan diakhiri dengan aba-aba, "Selesai. Istirahat di tempat, grak!"
"Selamat malam..."
Komandan menyela, "Kalo sudah makan, setelah perintah istirahat di tempat, grak! Kalian bilangnya, terima kasih!"
"Siap, Ndan."
"Baik, ulangi aba-aba!"
"Seluruhnya, duduk siap, grak! Sebelum mengakhiri makan malam, doa dimulai. Selesai. Istirahat di tempat, grak!"
"Terima kasih....!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovenesia
Non-FictionAku tak pernah membayangkan akan hidup seperti ini, berdiam di dunia militer meski sejenak, dan jatuh hati pada seseorang yang juga menjalani pendidikan semi militer sepertiku.