Bagian 1

4.5K 239 45
                                    

#Jadi versi lain dari cerita yang berawal dari ide yang sama ini bisa dibaca di akun Anasta-G . XD

*** 

Malam yang dingin. Hujan rintik-rintik mulai turun membasahi tanah yang kering.

Suara derap sepatu yang beradu dengan aspal terdengar sangat jelas di malam yang hening ini. Lebih tepat jika dikatakan menjelang fajar karena waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Para pedagang yang berjualan di malam hari pun sudah mulai bersiap-siap hendak pulang. Jalanan saat ini sudah lenggang, hanya beberapa tempat yang masih terlihat sekelompok pemuda kurang kerjaan yang duduk berkelompok entah sedang membicarakan apa.

Alfred sudah terbiasa dengan semua pemandangan ini. Tanpa mempedulikan mereka, dia meneruskan langkah tergesa-gesanya. Tas sandangnya yang terbuat dari bahan kulit mahal dijadikan payung darurat untuk melindungi kepalanya dari tetesan air hujan yang dari rintik-rintik sekarang sudah kian deras.

Beberapa meter dari gang menuju rumah kontrakannya, Alfred menghentikan langkahnya.

'Lagi-lagi...' Keluhnya dalam hati saat melihat gerombolan pemuda berandalan yang sepertinya sedang mengeroyok seseorang.

Yang membuat Alfred sebal, mereka bergumul di depan gang, menghalangi orang yang mau keluar masuk.

Alfred berdiri mematung dengan wajah kesal, menunggu mereka selesai dengan perbuatan pengecut mereka yang hanya berani main keroyok.

"Awas saja kalian!" Walau tidak terlihat wajahnya, sepertinya orang yang dikeroyok ini cukup berani juga. Sedang dikeroyok begini, sempat-sempatnya dia mengancam para pengeroyoknya.

"Gelandangan belagu! Lu kira lu bisa seenak jidat lu tinggal di wilayah gue tanpa bayar upeti!" Alfred mengenali suara Santo, pimpinan pemuda berandalan di area sekitar.

Suara tendangan dan pukulan terus terdengar, tapi yang dikeroyok tetap tidak mengeluarkan suara mengaduh kesakitan. Mau tak mau Alfred merasa kagum juga.

Sial!

Saat Alfred sedang memandangi mereka, orang yang dikeroyok itu juga melihat ke arah Alfred. Mata mereka bertemu.

Alfred menghela napas panjang. Kalau sudah begini, mau tak mau dia harus menolong orang itu. Padahal lebih baik kalau tadi dia menunggu mereka selesai menghajar si gembel malang di warung kopi seberang jalan saja, jadi dia tidak merasa wajib menolongnya.

"Santo!" Satu panggilan dari Alfred membuat gerombolan itu menghentikan kegiatan mereka. Mereka semua menatap Alfred dengan tatapan segan.

"Kak Alfred."

"Kalian mengganggu."

"Iya. Maaf Kak. Kami segera pergi."

Menendang orang itu untuk terakhir kali, Santo dan gerombolannya melangkah pergi meninggalkan gembel yang babak belur itu.

Sambil menggelengkan kepalanya, Alfred menatap baju dan sepatunya yang sudah basah kuyup. Sia-sia usahanya untuk mencapai rumah sebelum hujan lebat. Guyuran air hujan yang bagai ditumpahkan dari langit sudah tidak mampu lagi dihalanginya dengan tas sandang kecil itu.

Alfred berjongkok di depan orang yang baru habis dihajar oleh Santo dan teman-temanya. Tubuh orang itu terlihat kotor karena terguling-guling di tanah. Wajahnya juga hampir tidak terlihat karena tertutupi rambut dan tanah, tapi sinar matanya yang tajam menunjukkan bahwa dia bukan orang lemah, yah, paling tidak hatinya tidaklah lemah walau mungkin fisiknya lemah.

"Lu gak apa-apa?" Alfred hampir tertawa dengan pertanyaan konyolnya. Jelas-jelas orang ini babak belur hingga sudut bibirnya dan hidungnya mengalirkan darah segar, bisa-bisanya Alfred bertanya apa dia tidak apa-apa.

Rainy Night Encounter : Alex and AlfredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang