Bagian 2

2.5K 222 5
                                    

Jadi orang baik itu repot!

Paginya, tidak seperti adegan yang terdapat di film-film romantis, di mana dua orang asing yang berbagi ranjang terbangun dalam keadaan berpelukan, Alfred mendapati dirinya terbaring di atas lantai yang dingin. Entah sejak kapan dia terlempar dari tempat tidurnya sendiri sementara si gembel sombong malah bergulung dengan selimut dan gulingnya.

"Ugh..." Alfred bangkit dengan perasaan tak nyaman. Segera diraihnya ponsel yang diletakkannya di atas meja kecil untuk melihat waktu karena rumahnya memang tak memiliki jam.

Pukul enam kurang lima... Berarti dia tertidur hampir selama dua jam juga.

Ingin rasanya dia menendang Alex dan merebut kembali tempat tidur beserta selimut dan bantal gulingnya, tapi hari ini dia harus masuk pagi karena minggu ini Alfred mendapat jadwal pagi.

Dengan enggan diseretnya tubuhnya ke kamar mandi dengan mata setengah terbuka. Tadi malam sebelum tidur, dia sudah mandi, jadi pagi ini dia hanya sekedar mengguyur tubuhnya dengan beberapa gayung air untuk menyegarkan badannya. Tidak butuh waktu lama, kurang dari sepuluh menit Alfred sudah berpakaian rapi dan siap untuk berangkat kerja.

Baju Alex yang semalam dicucinya masih lembab, jadi Alfred menggantungnya di depan jendela yang menghadap ke arah timur. Sekilas diliriknya lagi Alex yang tidur dengan wajah tanpa beban.

Semoga saja sekembalinya Alfred dari pekerjaan rutinnya nanti Alex sudah pergi dari rumahnya.

Tentu saja, manusia boleh bercita, Tuhanlah yang bersabda.

Harapan tinggal harapan, sekembalinya Alfred dari pekerjaannya, Alex masih saja terbaring di tempat tidurnya meski saat itu sudah lewat tengah hari.

Mungkin dia memang gembel sejati yang tidak punya pekerjaan selain menggelandang kesana kemari. Gelandangan yang begitu menemukan seseorang yang cukup bodoh untuk menampung mereka akan semakin melunjak. Bermalas-malasan sepanjang hari di atas ranjang empuk dan nyaman.

"Woe! Lu kira ini hotel?" Suara bentakan keras Alfred hanya dijawab dengan erangan oleh Alex, makin membuat Alfred kehilangan kesabarannya. Dengan gusar ditariknya selimut yang masih menutupi tubuh Alex, disentaknya tubuh Alex dengan kasar.

Saat inilah baru Alfred menyadari keadaan Alex yang aneh. Suhu badannya panas luar biasa. Untuk memastikan, sekali lagi Alfred menjulurkan tangannya dan meletakkannya di dahi Alex.

Benar! Suhu badannya tinggi sekali. Pasti efek semalam kehujanan. Jadi orang bandel sih, disuruh mandi dulu malah menolak dan langsung tidur dalam keadaan rambut yang masih setengah basah.

Kalau sudah begini, tak mungkin Alfred tega menendangnya keluar.

Tinggal sendiri, sudah pasti Alfred harus punya berbagai jenis obat untuk mengobati sendiri penyakit umum yang bisa menyerang siapa saja dan kapan saja. Tapi sebelum memberinya parasetamol untuk meredakan panasnya, Alfred terlebih dahulu harus berlari ke depan gang untuk membeli bubur ayam dari penjual yang memang mangkal di depan gangnya sejak pagi hingga sore itu.

"Kalau tahu bakalan repot gini, gue gak mau nolong lu deh. Sumpah!"

Mulutnya terus menerus mengomel, tapi tangannya tak berhenti memeras handuk kecil yang digunakan untuk mengompres dahi Alex.

Bagaimana rasanya sendirian di saat sakit, Alfred paling mengerti. Makanya Alfred tak mungkin tega menelantarkan Alex yang sedang sakit. Bagaimanapun repotnya, Alfred tetap membersihkan seluruh tubuh Alex yang dibasahi keringat dingin, memakaikan pakaian bersih yang ukurannya agak kekecilan, menyuapinya makan sebelum memberinya obat, memapahnya ke kamar mandi saat Alex ingin buang air, hingga menungguinya dengan sabar di samping tempat tidur. Alfred bahkan harus menolak ajakan Sandy, salah satu teman kelas atasnya yang mengajaknya berkumpul di tempat biasa karena panas Alex yang masih belum normal.

Rainy Night Encounter : Alex and AlfredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang