Bagian 8

1.8K 167 6
                                    

Sejak malam itu, meski tidak begitu terasa, tapi sikap Alfred sedikit demi sedikit mulai berubah.

Alfred yang dulu hampir setiap malam keluar, sekarang sudah lebih jarang. Seminggu mungkin hanya dua tiga kali dia keluar. Itu pun pulang jauh lebih awal. ---Waktu Alex yang dengan sambil lalu bertanya kenapa Alfred tidak keluar, Alfred hanya menjawabnya dengan gumaman tak jelas.

Alfred juga tak lagi protes dengan keras saat mendapati dirinya terbangun dalam pelukan Alex. Paling-paling dia akan menggeser tubuhnya, atau terkadang lebih memilih tidur dengan beralaskan kardus di atas lantai yang dingin.

Tentu saja Alex menyadari semua perubahan kecil yang kalau dikumpulkan akan terasa sangat banyak. Tapi Alex juga sedikit bersyukur dengan perubahan ini, jadi Alex pun diam saja.

Meski agak canggung, tak banyak yang berubah di antara mereka. Mereka masih tetap berangkat kerja bersama, saling menunggu, makan bersama, dan karena Alfred sudah lebih jarang keluar malam, mereka punya banyak waktu bersama di malam hari. Alfred yang ternyata sangat suka membaca buku selalu menceritakan tentang buku-buku yang pernah dibacanya. Sesekali mereka membahas film yang pernah ditonton Alfred, atau terkadang hanya duduk diam dengan pikiran mereka masing-masing.

Hari ini hari Sabtu, hari gajian. Alex yang sudah lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya, seperti biasa berdiri di pintu keluar, menunggu Alfred selesai. Sebuah amplop putih yang isinya hanya beberapa lembar uang seratusan ribu dilempar-lemparnya dengan bosan di atas telapak tangannya. Dibenaknya sudah terbayang bagaimana uang itu akan dihabiskannya.

Di gaji yang terdahulu, setelah niatnya membayar sewa ditolak mentah-mentah oleh Alfred, Alex menghabiskan uangnya untuk membeli beberapa potong baju yang lebih layak, piring, gelas dan sendok garpu untuk dirinya sendiri. Kali ini Alex berniat membeli selimut yang lebih baik untuk kenyamanannya sendiri. Apalagi akhir-akhir ini sering hujan. Selimut tipis milik Alfred tidak cukup untuk menghangatkannya. Terlebih lagi Alfred lebih sering tidur di lantai sekarang. Hilang sudah penghangat alaminya.

Saat masih mempertimbangkan hal apa yang akan dibelinya dengan sisa uangnya, Alex dikejutkan dengan kehadiran seseorang.

"Tuan Alex. Nyonya meminta saya menjemput anda."

Alex mengangkat wajahnya dan menatap wajah orang yang tiba-tiba muncul di hadapannya ini.

"Kenapa?"

"Tuan Besar terkena serangan jantung ringan."

Alex mendengus dengan kesal. "Kenapa gak mati aja. Dasar orang tua keras kepala!"

Sekilas Alex melirik ke arah pintu, walau dengan berat hati, Alex pun melangkah pergi bersama dengan orang yang datang menjemputnya itu.

------

Alfred terbaring lemah di tempat tidur kecilnya yang sekarang terasa luar biasa luas tanpa kehadiran Alex.

Sudah dua minggu sejak Alex tiba-tiba menghilang.

Tidak ada angin, tidak ada hujan, tanpa sebab, tanpa alasan, juga tanpa mengucapkan selamat tinggal, Alex seolah-olah lenyap ditelan bumi.

Alfred bertanya pada teman kerja Alex yang selalu bersama Alex di tim pembersih kaca, tapi mereka juga tidak menemukan kejanggalan dalam sikap Alex. Alex tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti kerja. Apalagi tanda-tanda akan menghilang.

Dari awal juga Alfred tidak tahu banyak mengenai Alex. Siapa nama lengkapnya, dari mana asalnya, bagaimana dia bisa menjadi gelandangan walau fisik dan wajahnya sama sekali tidak meyakinkan untuk jadi gelandangan, Alex tak pernah mau membicarakannya.

Sekarang Alfred menyesalinya. Coba saja dulu dia lebih gencar bertanya, mungkin sekarang dia bisa melacak keberadaan Alex yang misterius.

Lima tahun lebih hidup sendirian, tak pernah Alfred merasa sesepi ini. Padahal Alex hanya tinggal bersamanya selama dua bulan, tapi dua bulan itu menjadi dua bulan yang paling ramai dalam hidupnya. Pagi yang ramai, berangkat kerja sambil mengobrol santai, makan bersama...

Rainy Night Encounter : Alex and AlfredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang