Bagian 3

2.2K 185 6
                                    

Sebelum berangkat kerja, dengan jelas Alfred mengatakan pada Alex untuk keluar dari rumahnya. Dengan nada serius dan marah tentunya.

Bukan apa-apa, tadi pagi saat terbangun, lagi-lagi Alfred mendapati dirinya dalam pelukan lengan kokoh Alex. Guling yang dijadikan pembatas di antara mereka sudah berpindah tempat dan dijadikan pembatas antara tembok dengan punggung Alex. Dengan kata lain, hanya Alex saja yang merasa nyaman dengan posisi tidur mereka.

Tentu saja Alfred marah-marah. Tapi kemarahan Alfred hanya ditanggapi dengan ringan oleh Alex. Malah dengan santai dia kembali tidur.

"Pokoknya gue gak mau tahu, lu keluar dari rumah gue hari ini juga. Gue gak mau liat muka lu lagi waktu gue pulang nanti!"

Kalimat terakhir yang diucapkan Alfred sebelum dia membanting pintu dan berangkat kerja dengan perasaan marah rupanya sama sekali tidak berpengaruh terhadap Alex.

Buktinya, saat Alfred pulang kerja di siang hari, saat dia membuka pintu rumahnya, suara Alex langsung menyambutnya.

"Gue lapar. Tega lu gak ninggalin makanan buat gue."

Oh Tuhan! Cobaan macam apa ini Tuhan!

Hampir saja Alfred jatuh berlutut.

Dilemparnya tatapan sebal ke arah Alex. "Ngapain lu masi di sini?"

"Nungguin lu pulang." Senyum jahil menghias wajah Alex saat melihat cibiran dari Alfred. "Lagian lu kan tinggal sendiri, nambah gue satu doank juga gak bakal bikin lu tambah miskin kan?"

Alfred memutar bola matanya dengan malas.

Alex duduk di lantai yang bersih karena selalu dibersihkan oleh Alfred sebelum berangkat kerja itu dengan santai, kakinya yang jenjang dan panjang ditekuk sebelah, kaki kirinya menjulur lurus di atas lantai, di tangannya terdapat buku yang semalam dibaca Alfred. Punggungnya bersandar di sisi ranjang. Kalau saja Alfred tidak sedang kesal dengan sikap tidak tahu malunya, Alfred pasti juga akan mengagumi ketampanannya yang jauh di atas rata-rata itu. Ditambah lagi postur badannya yang bagaikan model, sungguh bukan gembel biasa.

Tapi tidak. Postur santainya ini malah makin menambah kadar jengkel di hati Alfred.

Bisa-bisanya ini manusia bertingkah bagaikan dia yang punya rumah, sementara Alfred dianggap sebagai pembantu belaka. Dasar manusia sialan!

Daripada makan hati, lebih baik Alfred makan siang.

Tidak mau mempedulikan Alex, Alfred meletakkan nasi yang dibelinya di atas meja sedangkan dia menuju ke dapur untuk mengambil sendok. Tapi lagi-lagi Alfred harus menelan ludah kekesalan. Sekembalinya Alfred dari dapur dengan sendok di tangan, nasi bungkus yang dibelinya sudah terbuka lebar di atas meja, dan ayam goreng yang menjadi lauknya sudah berada di tangan Alex.

"ARGH!" Dengan kesal Alfred menghentakkan kakinya. Kekesalan yang memuncak membuat Alfred kehilangan kata-kata makian yang sesuai untuk mengutuk Alex.

Alex pura-pura tidak melihat wajah Alfred yang memerah karena kesal dan terus menikmati ayam goreng di tangannya dengan senyum dikulum.

"Gak enak!"

Alfred hampir membalik meja karena terlalu marah saat Alex melempar tulang ayam ke hadapannya sambil berkata dengan nada menghina.

Menutup matanya sambil menarik nafas dalam-dalam, Alfred mencoba menenangkan gemuruh di dalam hatinya.

"Mau lu apa sih?"

Sepertinya kali ini Alfred sudah benar-benar marah. Matanya benar-benar membulat sempurna karena digunakan untuk melotot ke arah Alex. Walaupun sebenarnya masih ingin membuat Alfred lebih marah, tapi Alex cukup tahu batas juga.

Rainy Night Encounter : Alex and AlfredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang