“Ini enggak seperti yang Kakak lihat.” Nikita berusaha menyibak kebisuan sejak dia berada dalam mobil yang sama dengan pemuda tampan tetapi menakutkan disebelahnya.
Felisio sama sekali tidak menoleh ke arah bocah perempuan itu. Sejak masuk ke dalam mobil dia terus menerus menatap ke jalanan di depan. Menyadari jika lelaki disebelahnya tidak bereaksi si bocah berusaha melanjutkan kalimatnya, menyampaikan penjelasan yang mampu dia beri untuk lelaki itu.
“Uwak, saya …,”
“Siapa namamu?” Suara Felisio memotong datar kalimat yang ingin dikatakan oleh gadis cilik disebelahnya.
“Niki… Ixora Lovely Nikita.”
“Cukup bagus,” sahut Felisio sedikit heran. Tadinya dia menyangka gadis ini memiliki nama-nama kampungan seperti kebanyakan anak-anak cewek dari keluarga menengah ke bawah. “Dimana rumahmu Niki?” sekali lagi Felisio bertanya.
“Juanda, kak. Saya tinggal sama Uwak …,”
“Oke, saya akan antar kamu pulang.” Lagi-lagi Felisio memotong kalimat gadis disebelahnya.
Tapi Nikita mendesah lega, tadinya dia menyangka pemuda disebelahnya berniat untuk memarahinya, atau bahkan membawanya ke Polisi karena kebetulan berada di tempat yang sama dengan terjadinya peristiwa kematian ayah pemuda itu. Tapi bahkan pemuda itu tidak mempertanyakan alasan apapun padanya. Tidak tampak ingin mencari tahu apalagi menginterogasi.
Mobil terus berlalu membawa mereka mendekat ke arah tempat tinggal gadis itu. Di sepanjang sisa perjalanan Nikita tidak lagi berusaha untuk mengatakan apapun pada pria disebelahnya. Felisio Danindra jelas bukan orang yang ramah dan suka bicara dengan orang lain. Dia sudah baik mau mengantarkannya pulang ke rumah saja harusnya Niki sudah merasa cukup beruntung mengingat betapa mengerikannya laki-laki itu.
”Kakak, di situ …” Nikita menunjuk pada sebuah lorong di antara deretan ruko. “Aku turun di sini aja.”
Felisio hanya mengangguk kaku dan menepikan mobilnya. Diliriknya dengan awas situasi jalan di sekitar yang cukup sepi. Kemudian tatapannya teralih ke arah gadis kecil disebelahnya yang tersenyum padanya.
“Terima kasih ya, Kak.” Bisiknya tulus.
“Berapa usia kamu, Niki?” Suara berat Felisio terdengar tepat disaat Nikita hendak membuka pintu mobil.
Gadis itu menghentikan gerakannya dan kembali berbalik menghadap Felisio yang sudah memiringkan punggung menghadap kearahnya. “Dua belas tahun, tapi sebentar lagi mau masuk tiga belas, Kak.”
“Kamu mau aku beri nasehat?”
“Hmmm …” Nikita menatap kearah Felisio keheranan, terlebih saat lelaki didepannya menyunggingkan senyum tipis yang terlihat mengerikan meski jelas menambah ketampanan di wajah itu.Meski dia jelas terpesona, tapi bulu kuduk Nikita meremang seakan merasakan tanda bahaya.
“Jangan pernah mempercayai orang lain sampai kau bersedia di bawa ke mana saja oleh orang itu, oke?”Meski bingung dengan kata-kata Felis, Nikita hanya mengangguk saja. “Jangan pernah pergi berdua-dua saja dengan mahluk yang namanya laki-laki.”
“Tapi …,”
“Karena laki-laki bisa melakukan hal yang sangat berbahaya untuk anak sekecil kamu.” Felisio mencondongkan tubuhnya ke arah Nikita, kedua tangannya merangkum wajah gadis itu dalam satu gerakan kilat yang sukses membuat mata Niki melebar kaget. Lebih mengagetkan saat ia merasakan sentuhan hangat menekan bibirnya yang terbuka. Hal yang kemudian dimanfaatkan Felisio untuk melumat bibir suci itu tanpa harus menunggu izin pemiliknya.
Nikita seketika menjadi patung hidup di tempat dia duduk. Bukan cuma tiap sendi tubuh gadis itu yang kaku bagai batu, otaknya juga ikut terlumpuhkan saat kehangatan bibir Felisio mengambil alih semua hal yang tadi mengisi benaknya bahkan setelah semuanya berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Loli
RomanceNikita hanya tahu dia akan beralih pengasuhan pada seorang pengusaha kaya raya. Tapi saat dia datang menemui orang itu, si tuan besar dalam keadaan kritis dan kemudian meninggal. Putra sulung calon Ayah angkatnya yang tewas, menutupi skandal dan mem...