Dalam situasi normal, sangat sedikit sekali hal yang bisa membuat Felis kehilangan kata-kata. Tapi apa yang dikatakan Nikita barusan bukan hanya merenggut keahlian bicara sinis dari bibirnya yang beracun, melainkan juga merenggut isi pikiran logis dari tempat di mana seharusnya hal itu berada.
Jika dia tidak sedang bermimpi atau tidak sedang salah dengar, Nikita baru saja mengajaknya menikah.
Menikah. Itu bukan kejutan sebenarnya. Felis malah sangat berharap itu cepat terjadi demi kebaikannya sendiri. Pernikahan dengan bocah itu akan membawanya pada puncak pencapaian sebagai individu. Menjadikannya tidak lagi sekedar bayangan gelap yang bernaung dalam lindungan nama terkutuk yang dibencinya; Danindra.
Tapi Felis sama sekali tidak menyangka apa yang diharapkannya datang terlalu cepat. Dia juga tidak mengharap tawarannya mendapat respon dengan begitu mudah, tanpa paksaan dari pihaknya untuk Nikita.
Selama ini keinginan untuk menikahi Nikita demi harta warisannya sudah seperti obsesi.
Setiap detail rencana jahat sudah dia pikirkan masak-masak untuk membuat Nikita akhirnya menyerah. Yang termudah adalah dengan meminta izin langsung dari Andromeda, apa yang dia sadari tidak akan berhasil karena Andro cukup tahu orang seperti apa kakak tirinya.
Pilihan lainnya jelas lebih kasar, tapi dibenak Felisio rencana mencemari Nikita di luar kesadaran gadis itu hingga gadis itu bisa hamil anaknya, adalah hal yang sangat masuk akal.
Tapi bahkan untuk itu dia harus menunggu hingga Nikita berusia tujuh belas. Bukan karena dia mengkhawatirkan sisi kematangan fisik Nikita. Melainkan karena jika dia harus punya anak, maka dia menginginkan keturunan yang sehat dari gadis kecil dipangkuannya.
“Aku tahu aku pernah memintamu menikah denganku,” Felis mulai bicara setelah bisa menenangkan diri sendiri. “Tapi jujur saja aku tidak pernah memikirkan jika kau akan menyetujuinya dengan cepat. Katakan Nikita, apa yang ada dalam benakmu hingga kau mengingankan pernikahan denganku?”
“Nikiii …” mata bulat gadis kecil itu menunduk dan menggigit bibir. “Niki cuma pengen Kakak jadi milik Niki dan Niki jadi kepunyaan Kakak.”
Dalam diamnya Felis berusaha mencerna rangkaian kalimat bermakna posesif itu. Kalimat yang diutarakan Nikita sangat khas keluar dari pemikiran tidak matang seorang bocah. Tapi bagi Felis arti dari ‘memiliki dan kepunyaan’ lebih besar dari arti ‘memiliki dan kepunyaan’ yang Nikita maksudkan.
Felis tidak akan melewatkan fakta terpenting dari ‘memiliki’ yang ia inginkan. Bahwa dengan dirinya memiliki Nikita berarti juga memiliki harta gadis itu. Itulah yang terpenting sebelumnya, tapi sekarang dia ingin tahu definisi terperinci dari istilah ‘memiliki’ yang Nikita harap darinya.
“Memiliki?” tanyanya datar. Dipangkuannya Nikita menggerak gerakkan kaki di dalam air dengan gelisah. Tepukan tangannya di atas permukaan air mengguncang dadanya yang hanya berlapis miniset bra. Diam-diam Felisio mendesah ketika samar-samar dirasanya getaran gairah terbangkitkan akibat pengaruh dari gerakan bokong mungil dipangkuannya. Dengan tangannya dia mencengkram pinggang Nikita untuk menghentikan seluruh gerakan gadis itu. “Apa yang kau maksudkan dengan memiliki?”
Niki tidak langsung menjawab. Wajahnya justru berubah resah, dan dari caranya mengigiti bibir bawahnya membuat Felis yakin ada yang ragu disampaikan gadis itu padanya.
“Katakan saja Nikita, jangan takut,” Felis tidak tahu alasan kenapa nafasnya terdengar memburu sekarang, dia pun merasa heran dengan betapa rendah dan dalamnya suara yang ia keluarkan saat bicara dengan gadis itu. Suatu reaksi yang tak pernah muncul saat dia sedang bersama pasangan kencannya yang manapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Loli
RomanceNikita hanya tahu dia akan beralih pengasuhan pada seorang pengusaha kaya raya. Tapi saat dia datang menemui orang itu, si tuan besar dalam keadaan kritis dan kemudian meninggal. Putra sulung calon Ayah angkatnya yang tewas, menutupi skandal dan mem...