Tama

83 2 1
                                    

Getha tidak berhenti tersenyum saat membalas pesan dari seroang cowok di seberang sana,

Gilang Pratama : syalom

Agatha Gita : pasti lo kangen

Gilang Pratama : kok tau

Gilang Pratama : nggak ding

Gilang Pratama : LO LAGI DI MANA?

Agatha Gita : sekula

Gilang Pratama : najis, jadi penjaga sekolah ya

Agatha Gita : sok tau Anda.

Agatha Gita : baru pulang teater sob

Gilang Pratama : tunggu

Getha mengerutkan alisnya. Apa-apaan, tunggu? Sesaat kemudian, handphone Getha berdering

"Halo?"

"Tunggu, gue ke sana." Suara Tama, lalu sambungan telepon diputus.

Namanya Gilang Pratama, tiga bulan belakangan perlakuannya terhadap Getha sedang beda. Dan Getha harus mengakuinya, kalau dia suka. Entahlah, tapi bagi Getha sesosok Tama, yang jelas menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya, dan mampu membuat hati Getha terenyuh dengan kebaikan-kebaikannya yang tulus.

Istilahnya she couldn't ask more, when she has him in her side.

Cowok berkulit putih, dan tingginya sekitar 165cm, jayus, dan mempunyai hobi bermain gitar itu literally memang Getha banget. Setelah hampir setengah jam pikirannya dipenuhi oleh Tama, sebuah motor muncul di tengah-tengah lapangan. Orang itu membuka helmnya dan merapihkan rambutnya di spion. Bagi Getha waktu seakan-akan melambat, dan Getha tidak berhenti tersenyum melihatnya

"Woi, bengong aja. Mau pulang nggak?" suara orang itu

"Lah?" hanya itu reaksi Getha, sudut bibir orang itu terangkat.

Orang itu turun dari motornya dan menghampiri Getha yang masih duduk manis di seberang sana. Lalu orang itu mengambil tas Getha dan mengenakannya di pundaknya. Selanjutnya, tangannya terulur memegang tangan Getha dan menuntunnya ke arah motornya. Tidak ada penolakan sedikit pun dari Getha.

Jangan ge er, orang itu Tama. Bukan Rama. Jangan baper.

"Gila lo ya." Decak Getha sebal, Tama menautkan alisnya

"Kenapa?"

"Gimana cara gue naik, idiot?" Tama tertawa

"Kalau mau digendong bilang aja, nggak usah basa-basi." Getha melotot

"Nggak usah, gue bisa naik sendiri."

Tama hanya menaikkan bahunya, lalu memakai helmnya dan menjalankan motornya. Belum ada seperempat jalan, hujan turun dengan derasnya. Biasanya, kalau hanya hujan kecil, mereka akan menerobosnya. Masalahnya Tama tidak bisa melihat jalanan dengan jelas. Jadi mereka memilih untuk berteduh di Kedai Kafe.

Keduanya memasuki kafe itu, dan masing-masing memesan minuman untuk menghangatkan badan mereka. Tama melirik gadis yang berada di hadapannya itu,

"Lo pulang malem mulu, Tha."

"Maklum lah, seminggu lagi parade teater." Tama mengusap wajahnya kasar

"Sabtu nanti nggak boleh kemana-mana ya, istirahat." Ucap Tama, biasanya Getha tidak akan menolak. Lalu dia mengingat hari sabtu adalah latihan inti mereka

"Nggak bisa, Tam. Ada latihan." Ucap Getha menunduk, tidak berani melihat wajah Tama yang kecewa

"Jangan lupa istirahat." Ucap Tama akhirnya

"Kirain jangan lupain lo." Ucap Getha seraya tertawa, awalnya Tama menautkan alisnya bingung, lalu sesaat kemudian Tama ikut tertawa.

"Itu juga termasuk." Ucap Tama, dan Getha seperti bumerang yang ingin meledak sekarang juga

"Reaksi lo lucu" Tama tidak bisa berhenti tertawa, Getha hanya mendengus kesal

"Diem, nggak? Gue siram kopi, nih." Ancam Getha, namun Tama masih tertawa

"Tha.." panggil Tama, Getha menoleh, namun Tama hanya tersenyum pada Getha

"Kenapa sih lo?" Tama menggeleng. Ini sering kali dilakukan Tama, dan Getha tidak tahu harus berbuat apa.

"Kak Ste udah pulang?" tanya Getha

"Belom. Nggak tau, tuh, kayaknya dia betah banget tinggal di negeri orang." Jelas Tama, mengingat sudah hampir satu bulan Kak Stefani berada di Prancis karena urusan kantor

"Susulin dong." Balas Getha asal

"Yuk." Balas Tama, sama-sama gila.

"So, how's your day?" tanya Getha

"Nothing much, cuma ya biasa, angkatan gue cari-cari kesalahan junior mulu." Getha mengangguk mengerti.

Ya, Tama satu tahun lebih tua dari Getha. Dan, Tama adalah ketua OSIS dari SMA Bakti Mulya 400. Sudah terbayang Tama seperti apa kharismanya? Pandai bermain musik, ketua OSIS, dan tingkahnya yang kadang membuat orang ingin melayang ke bulan.

"Bukannya biasanya emang senior ribut mulu sama junior?" balas Getha geli

"Tapi masalahnya ini bener-bener nggak penting. Cuma ngeliat aja dikira ngajak ribut. Apaan banget nggak sih?"

"Sensian banget kayak cewek PMS."

"Lo kalo PMS lebih serem dari mereka." Getha melotot, Tama tertawa.

Percakapan mereka masih berlanjut walau kebanyakan ngelantur, tapi Getha menikmatinya. Sangat-sangat menikmatinya. Tanpa Getha ketahui, orang yang berada di balik Tama mendengar semua perbincangan mereka. Dan sekali lagi, dari semua ketidaksengajaan yang terjadi di dunia ini, ketidaksengajaan hari ini sangat tidak masuk akal bagi semuanya.

Cinta Tapi BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang