6. Three Words Mean The World

6.2K 451 168
                                    

                 

Marc membukakan pintu rumahnya untukku. Aku masuk dan langsung dihadapi dengan lorong pendek juga sempit beserta tangga yang berada tepat beberapa meter di sebelah kanan dari arah pintu masuk. Rumah orang tuanya terbilang sangat sederhana, berbeda jauh dengan rumahnya di Andorra dimana Marc hanya tinggal sendirian. Luas rumah ini mungkin tidaklah seberapa tapi justru itulah yang membuat suasana kekeluargaan begitu terasa begitu aku masuk. Ada banyak foto yang menggantung di dinding serta tanaman-tanaman hias di dalam pot. Menengok ke samping kanan—tepat sebelum tangga—ada sebuah ruangan lain yang pintunya tertutup.

"Papá... Mamá...!" sahut Marc seraya menaruh tasnya di lantai secara sembarangan. Seketika itu juga seorang wanita muncul dari ujung lorong dengan senyum yang mengembang lebar. Dia berbicara dalam bahasa Spanyol sambil membuka kedua lengannya lebar-lebar dan berjalan ke arah putra kesayangannya.

"Oh, te extrané mucho." Kata ibunya, yang artinya 'aku sangat merindukanmu'. Itu salah satu kata-kata yang Marc sering gunakan padaku.

"Yo también, Mamá." Marc terkekeh, kemudian Roser melepaskan pelukannya sebelum beralih pada si bungsu Alex, melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada putra sulungnya. Aku menyaksikan itu berlangsung ketika Marc mengatakan sesuatu yang membuat ibunya akhirnya berpaling ke arahku. "Mamá, esto es Sierra. Sierra, ini ibuku."

"Ahh, ella es tu novia, no?"

"Sí." Marc tersenyum, dan Roser langsung bergerak untuk memelukku, hangat dan penuh kehati-hatian. Dan seperti yang Marc katakan saat di dalam mobil tadi, aku mencium kedua pipinya sebagai salam perkenalan kami.

"Sierra."

"Roser. Usted es tan bella como lo que he visto en la televisión, no." Katanya, sambil terkekeh padaku. Lantas aku menatap Marc dengan bingung, penuh tanda tanya.

"Dia bilang kau sama cantiknya seperti yang dia lihat di tv."

"Ah, gracias! Kau juga tidak terlihat seperti seorang ibu yang sudah memiliki dua orang anak yang sudah dewasa."

Marc langsung mengartikan kata-kataku tadi ke dalam bahasa Spanyol pada ibunya. Roser tertawa dengan keras, lalu menggiring kami bertiga ke sebuah ruangan yang lebih luas. Dalam hati aku mulai berpikir apakah itu berarti aku harus kerap kali memintanya menjadi penerjemah dadakan hanya agar aku dan Roser bisa berkomunikasi dengan baik? Itu pasti akan sangat merepotkan dan tidak efektif. Aku tahu seharusnya aku mengambil kelas bahasa Spanyol saat masih di SMA dulu.

"Dimana ayahmu?"

"Aku tidak tahu. Mungkin dia ada di kamar mandi, aku akan mencarinya. Tunggulah di sini." Perintah Marc, dan aku menurut, mengambil tempat duduk di atas sofa berwarna krem.

"Oh, Marc, tunggu." Dia menengok. "Bagaimana dengan Chanel?"

"Well, untuk sementara ini dia harus tinggal di dalam kandangnya. Ibuku benci kucing."

"Ibumu benci kucing?" aku menganga. "Mengapa kau tidak mengatakan ini sebelumnya padaku?"

Dia menatapku ragu-ragu, memiringkan kepalanya ke satu sisi. "Aku lupa memberitahumu. Lagi pula, dia akan baik-baik saja. Tidak ada yang pernah mencuri hewan peliharaan di sini. Aku tinggal sebentar." Ujarnya lalu meninggalkanku begitu saja bersama Alex dan Roser menuju suatu ruangan. Aku tersenyum canggung pada keduanya.

Sialan, Marc. Kalau tahu begini aku tidak akan mengajak Chanel kemari. Apa sebenarnya yang dia pikirkan? Tega-teganya dia membiarkan Chanel yang sudah kuanggap seperti bayi kecilku sendiri untuk tidur di luar.

"Apa kucingku benar-benar tidak boleh berkeliaran di sekitar sini?" tanyaku pada Alex.

Dia melipat kedua tangannya seraya duduk di sebrang sofa. "Sebenarnya tidak masalah jika kau ingin mengeluarkannya dari kandang."

FAME (Marc Marquez Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang