Chapter 4

945 75 3
                                    

Meeting ini super membosankan, rutuk Vella dalam hati. Perusahaan ini sudah jelas diambang kebangkrutan, namun sang pemilik nekat memaksa ingin mengajukan pinjaman ke bank. Dengan neraca keuangan yang terus defisit selama setahun terakhir tentu saja bank manapun akan menolaknya. Ia dan Dodit, rekan kantornya, diminta untuk memberikan solusi agar kinerja keuangannya perusahaan bisa tampak baik secara pembukuan sehingga pengajuan kreditnya dapat diterima oleh Bank. Dengan rasio keuangan yang seperti ini? Almost impossible! Harusnya meeting ini bisa berakhir sejak satu jam lalu, tapi Dodit terus menanggapi pembicaraan dengan pihak perusahaan seakan dia bisa memfasilitasi keinginan ownernya.

Vella sedang mencari cara untuk memberikan kode kepada Dodit agar segera menyudahi meeting saat merasakan ponselnya bergetar. Telepon dari nomor yang tidak ia kenal, dengan segera ia meminta ijin kepada peserta meeting lain untuk mengangkat telepon di luar ruangan.

"Halo, Selamat siang" Sapanya ramah

"Selamat Siang, Vella"

Deg!! Suara itu, Vella tidak mungkin salah. Jantungnya berdesir mengenali sang pemilik suara, mendengarnya menyebutkan nama Vella.

"Iya, Pak. Maaf dengan siapa ini?" layaknya wanita kebanyakan, ia gengsi jika harus mengakui bahwa dari suaranya saja ia sudah mengenali Aksa

"Adhyaksa Bhara, Kasat Reskrim" sahut suara di ponselnya

"Oh, Halo Pak Adhyaksa. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Vella sopan

"Ehmmm.. Bisa datang ke Polres lagi hari ini?" terdengar kegugupan pada suaranya, mengurangi kesan tegas dalam suara itu

"Rasanya kemarin sudah saya ceritakan semua, Pak Adhyaksa"

"Aksa, panggil Aksa aja" potongnya cepat, "Ada sesuatu yang harus kami tanyakan lebih lanjut" lanjutnya

"Oke, saya bisa datang setelah jam kantor. Sekitar jam 7an" Jawab Vella

"Oke Vella. Saya tunggu, ya.. Terima kasih" Sahut Aksa mengakhiri teleponnya.

Eh Wait, apa katanya tadi? SAYA TUNGGU?

Sepertinya memang kalimat umum yang biasa diucapkan pada siapa saja, tapi entah mengapa Vella merasa itu lebih personal. Ia masuk kembali ke ruang meeting dengan wajah berseri-seri.

***

Setelah Polisi menyebarkan ciri-ciri fisik korban, beberapa keluarga yang mengaku kehilangan sanak saudaranya datang ke Rumah Sakit untuk melihat jenazah.

Tampak seorang wanita paruh baya menggandeng balita laki-laki dengan wajah kalut. Ia menemui petugas yang berjaga di lorong dekat ruang jenazah, menjelaskan bahwa anaknya, Ibu dari bocah laki-laki itu sudah dua hari hilang tanpa kabar berita. Petugas itu lantas menunjukkan foto tato pada tangan kiri korban, sontak Ibu itu menangis tersedu-sedu. Korban adalah Emma, 27 tahun, anak perempuannya. Bocah laki-laki itu hanya memandangi neneknya dengan tatapan bingung, Sang petugas yang merasa iba menawarkan untuk menjaga si anak sementara sang nenek menelpon keluarganya dan mengurus administrasi rumah sakit.

Sementara petugas Labfor segera mengabarkan pihak kepolisian, Iptu Angga yang menerima laporan bahwa identitas korban sudah diketahui segera meluncur ke rumah sakit untuk menemui keluarga korban dan meminta keterangan.

***

Ketika ia melihat dari jendela ruangannya mobil putih itu memasuki parkiran khusus gedung reskrim, Aksa merasakan debaran pada jantungnya. Dilihatnya Vella keluar dari mobil tersebut, ia mengenakan office dress dengan belt hitam melingkari pinggangnya, rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai membuat Aksa ingin merengkuh pinggang langsing itu dan menyusurkan jarinya dalam kelembutan rambut panjang Vella. Debaran pada jantungnya semakin kuat, ia segera mengenyahkan pikiran itu dari dalam benaknya, mengingatkan dirinya sendiri untuk bersikap professional setidaknya sampai status Vella ia ketahui dengan jelas, apakah benar ia saksi atau, seperti yang ditakutkan Aksa, ia pelakunya.

Siulan Angga menyadarkan Aksa dari pikirannya sendiri, segera ia berdehem untuk mengembalikan wibawa pada suaranya "Lo masuk ruangan bukannya ngetok pintu dulu main nyelonong aja, Bro!" sahut Aksa defensif, menyembunyikan rasa malunya karena ketauan memandangi Vella dari kaca.

"Hahaha, saya udah ketok beberapa kali, Abang aja yang gak dengar.. terlalu konsen memandangi bidadari turun dari mobil" jawab Angga sambil tertawa dan menunjukan pandangannya pada sosok Vella yang terlihat sedang berjalan dengan anggun menuju gedung reskrim

Aksa mengikuti arah pandangan mata Angga, melipat kedua tangannya di dada sembari bersandar ke kursinya dan mengamati Vella dengan lekat "Bening banget ya, Adeasuh..."

"Sikat bang.. mainkaaaan....!!" Ujar Angga menyemangati

"Sikat matamu, Dul!! Kalo dia pelaku, mampuslah Abang! Hahaha.." Sahut Aksa tertawa sambil merangkul bahu juniornya itu dan mengajaknya keluar ruangan untuk menemui Vella.

GiftedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang