Abnormal Me : Reveal 02

56 10 12
                                    



Splendid datang, dia intip Flaky dari jendela kamarnya. Flaky yang menyadari hal itu, menarik lebih dalam selimutnya. "pergi" isaknya

Tak ada respon, biasanya Splendid akan merengek penasaran, apa yang menyebabkan Flaky bersembunyi disalam selimutnya. Flaky merasa tidak tenang, ada hawa yang terasa amat janggal. Rasa takut semakin menyelimuti dirinya, rasanya menggigil. Diangkatnya sedikit selimut yang menutupi raganya. Tak ada orang.

"Kak Fitri..."

Sebuah suara mendadak memanggil namanya, tubuhnya terasa amat kaku. Suara tersebut berasal dari sisi belakangnya, Ingin rasanya Flaky berteriak.

"Kakak..." Sahut suara itu lagi, dari sisi sebaliknya. Refleks, ia langsung menoleh ke arah sumber suara. Terlihatlah sosok Splendid, yang rusak –konslet seperti tivi rusak. Terkadang bergantian dengan sosok seorang anak kecil, yang berwajah sayu, sedih.

" Jangan tinggalkan aku... kakak" Sosok itu bersuaha menyayat. Flaky berteriak ketakutan, Dia bergerak menyudutkan diri ke pojok kasur. Bayangan akan sosok itu smakin sering konslet, lebih sering memunculkan karakter anak kecil tersebut.

"kakak..." sahutnya lagi. Flaky yang sudah tidak kuasa menahan rasa takutnya lagi, langsung berteriak " Baiklah!! Aku Berjanji! Aku tak akan meninggalkanmu lagi! Maafkan Kakak!" Dirinya menangis tersedu-sedu.

Beberapa saat kemudian.Mendadak, suasana menjadi tenang. Flaky, dengan mata sembab, mengintip kembali keadaan kamarnya tersebut. Sepi-bagai galeri ukisan saat malam hari, benar-benar lengang. Kemudian, ia kumpulkan kesadarannya, berusaha bangkit dari kasur.

"Maafkan aku, Muna, Sia Lee. Sepertinya kalian masih belum mengerti diriku." Gumamnya lirih

Esok hariya, Flaky tetap memaksakan diri masuk sekolah. Wajahnya pucat, bibirnya kering. Ketombe halus yang setiap hari berguguran dari rambutnnya pun sudah semakin amat parah. Membuat setiap makhluk yang masih berakal untuk menjauh darinya, jalannya membungkuk, matanya pun juga bewarna hitam, tanda tak tidur semalaman. Splendid yang berangkat menemaninya terlihat tidak peduli, ekspresinya hanya tersenyum –memuakkan.

"Nanti kita kemana kak?"

"Kakak kemarin masak apa?"

"Apa besok kakak ujian?"

Berbagai pertanyaan yang diucapkan Splendid tak ada satupun yang ia balas, Pikirannya erus meracau, melanglang buana karena tragedi kemarin. Kanvas otaknya kosong, nodanya luntur tersiram perasaan. Ketika Sia Lee dan Muna menyapa, dia acuhkan. Mereka berdua –entah mengapa, mereka terlihat maklum.

Cuaca pagi ini mendung, Angin saru yang dingin berusaha menghempaskan jemuran milik seseorang yang lupa menjepit pakaiannya. Bunga-bunga tergeletak manyun, menunggu sang mentari menyinarkan cahayanya. Penjual es merutuki sang awan, seraya memacu laju gerobaknya. Para ayam menunggu hujan datang guna menyambut cacing yang akan keluar dari tanah setiap hujan deras tiba, banyak orang menyiapkan payung untuk berjaga-jaga. Sedia payung sebelum hujan.

Splendid bersenandung, wajahnya yang pernah sedih, sebenarnya merupakan tanda lelaki ideal bagi setiap peremouan yang menyukai lelaki yang tegar. Tetapi tidak bagi Flaky, Pandangan matanya kembali kecoklatan, semakin hitam. Diam-diam, dalam hatinya, Flaky menyanyikan sebuah puisi. Sebuah puisi yang amat melukiskan keadaan hatinya

Jiwa raga yang membuncah

Menembak mati sepatu pemanah

Rupa senyum dihadapan wajah

Hanya delusi...

Hanya Ilusi...

Kelangsungan hidup Flaky yang kelam, mulai tampak kembali setelah kejadian tersebut. Begitu banyak gosip-gosip perbincangan cewek yang ia lewatkan, bahkan –splendid, kini juga tampak kusam. Tak peduli seberapa paksa dirinya ia untuk tersenyum, ekspresi wajahnya selalu mengatakan yang sebaliknya. Tak pernah ia pergi lagi ke atap, meskipun hanya sekadar menengok tempat tersebut.

Abnormal MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang