5| Metafora Jatuh Hati

1.6K 113 21
                                    

5| Metafora Jatuh Hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5| Metafora Jatuh Hati

Berhari-hari, sebelum tidur, aku selalu mengenang senyumnya. Ketika orangtuaku datang menjemput, dia berbincang dengan ibuku, gesturnya ramah, membuat ibuku juga senang mengobrol dengannya. Setelah ibu minta diri, aku berterima kasih padanya karena sudah mau menemaniku menunggu ibu.

Dan dia mengulang senyumnya. Senyum yang sama ketika dia menyapaku sebelumnya.

Demi menutupi ke-salah-tingkahan-ku, aku buru-buru naik ke dalam mobil dan membiarkan mobil itu melaju meninggalkannya di gerbang, tanpa sempat aku membuka kaca mobil dan melambai padanya.

Oh Tuhan, tiap kali aku mengenang semua ini, aku tak bisa tidur. Semoga nanti malam, setelah aku bereskan beberapa kisah lagi untuk kalian, aku bisa tidur dengan nyenyak.

~

"Kak Adlan itu ganteng. Pantes banyak yang ngefans," kata Anik, salah seorang temanku, yang juga anggota PMR, ketika kutanya pendapatnya mengenai Kak Adlan.

"Ganteng, ya?"

"Iya. Senyumnya itu, lho. Gemes."

Sudah kubilang, kan? Senyumannya itu senjata paling ampuh untuk menjatuhkan pertahanan wanita. Menarik sekali. Aku semakin belajar.

"Terus, ya, di antara alumni yang datang kemarin, dia paling baik," komentar Anik, "daripada Kak Agni, Kak Tiar, Kak Rahmi atau beberapa alumni lain, dia yang paling ramah. Mau ngobrol sama siapa aja. Enggak pilih-pilih."

Oke, mungkin kali ini dia sangat benar. Dia ramah pada siapa saja. Bahkan pada ibuku!

"Tapi, kenapa kamu tiba-tiba nanyain Kak Adlan?" dengan tatapan curiga, Anik melihatiku. Sedetik kemudian, dia meraba dahiku, seolah memastikan sesuatu.

"Apaan, sih?" aku merasa risih, menepis tangan Anik dari wajahku.

"Kamu jatuh cinta?"

Getaran hebat terjadi di jantungku. Pipiku memanas, bibirku tak tahan ingin terbuka dan melengkung sedikit. Ada kalimat yang menyangkut di tenggorokanku. Ini sindrom yang aneh, apakah ini yang dinamakan sindrom jatuh cinta?

"Hei, serius! Halooo, kamu malah melamun?" Anik menggoyang-goyangkan telapak tangannya di hadapanku.

"O-oh!" aku segera cepat-cepat berusaha kembali ke percakapan, "Tidak, tidak. Aku tidak suka dengan Kak Adlan. Lagian, dia, kan, sudah SMA,"

"Ayolah, Shafa," Anik menepuk bahuku, "ini sudah kelas 7, kan? Setidaknya kamu punya tiga tahun untuk berorientasi dengan rasa jatuh cinta."

"Siapa yang jatuh cinta, sih?!" nada bicaraku sedikit naik, "aku hanya suka melihatnya. Dia... lucu? Mungkin aku lebih bisa dibilang jatuh hati, kali, ya?"

"Masa?" Anik memiringkan alisnya.

Jari tanganku membentuk huruf V. Maknanya kurang lebih : I swear!

"Jatuh cinta itu wajar, Shafa," ujar Anik, kemudian tersenyum, "Kalo Shafa masih kaget sama perasaan-perasaan aneh itu wajar. Tetapi, nanti semua itu bakal jadi indah. Emang, sih, Shafa bakal kebanyakan dapet rasa sakit."

"Iya, Bu Dokter Cinta," sahutku, kemudian melenggang pergi menuju kelas.[]

Kisah Cinta Diam-Diam | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang