7| Puitis

1.3K 90 24
                                    

7| Puitis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

7| Puitis

"If it doesn't break your heart, it isn't love."

Akhir-akhir ini, foto Kak Adlan dengan seorang perempuan bernama Anin itu selalu membuatku syok.

Aku tahu perempuan itu. Dia terkenal karena kecerdasannya. Tak tanggung-tanggung, dia sering memborong piala-piala olimpiade tingkat provinsi bahkan nasional. Benar-benar perempuan hebat, aku salut pada Kak Adlan yang mampu menemukan pasangan seperti dia.

Meskipun di sisi lain, aku senang Kak Adlan bisa pacaran dengan Kak Anin yang pintar, tetapi aku juga sedih. Itu berarti, Kak Adlan ada yang punya. Kesempatanku untuk memiliki banyak ekspetasi sekadar jalan dengan Kak Adlan telah pudar.

Lagian, kenapa aku begitu bodohnya, sampai berpikir Kak Adlan akan mengajakku jalan?

Sekolah Kak Adlan sekarang tak jauh dari sekolahku. Aku tinggal berjalan lurus dari sekolahku, menuju jalan besar dan aku akan menemukan persimpangan. Di sana ada sebuah sekolah, sekolah SMA yang cukup bagus di daerah sini—berbanding balik dengan SMP-ku yang sangat difavoritkan murid-murid se-kotaku.

Mungkin, kalau aku rindu, aku harus sering-sering lewat SMA-nya. Setidaknya, aku bisa melihat sekolahnya, meskipun tidak dengan orangnya.

Cinta itu gila, ya? Hal konyol macam itu saja berani kulakukan demi membayar rindu.

Benar-benar konyol.

~

"Kamu ngapain pulang lewat jalan SMA?" bisik Anik, "di sini banyak anak SMA, aku kurang suka. Kenapa kita enggak lewat gang biasa aja?"

"Aku mau beli lumpia basah, yang tukangnya mangkal di depan SMA itu," jawabku datar.

Hari ini, entah karena aku tersambar apa, aku berniat membeli jajanan yang berada di dekat SMA itu. Lumpia basah. Kudengar rekomendasi dari beberapa kakak kelasku juga, lumpia basah di dekat SMA adalah yang terenak. Maka, tak buruk jika aku mencobanya.

Tetapi, Anik kurang suka berada di dekat anak-anak SMA. Menurutnya, anak SMA itu nakal, menyebalkan dan sangat mengintimindasi.

Yah, jadi tidak mungkin Anik jatuh cinta pada anak SMA.

"Duh, Shaf, kenapa harus mesen yang di sini, sih?" gerutu Anik ketika aku baru saja memesan pada abang tukang lumpia basahnya.

"Katanya enak. Makanya aku mau coba,"

"Kenapa enggak ngajak yang lain aja?" kini Anik makin cemberut, kemudian duduk di sebuah bangku panjang tanpa melihatku sedikit pun. Marah.

Hah, mau gimana lagi? Ini salah aku juga, sih, yang konyol sampai-sampai jajan sampai ke daerah persimpangan SMA. Jarang sekali anak SMP jajan di daerah sini, biasanya yang rumahnya di daerah sini saja yang membeli jajanan di sekitar SMA.

Karena harus menunggu, aku akhirnya agak capek terus-terusan berdiri. Aku memilih duduk di samping Anik yang masih mematung sejak tadi. Tak mau menegurku. Oke, oke, dia benar-benar marah. Tetapi aku yakin, jika aku beri sedikit porsi lumpia basahku padanya, dia pasti akan baikkan. Aku tahu itu.

Aku menatap kosong ke depan. Seperti yang dilakukan Anik di sampingku.

Tanpa kusadari, di seberangku, tepat di tukang jus buah, ada beberapa anak laki-laki SMA sedang berkumpul sambil bermain gitar di bangku panjangnya. Mereka mengobrol dan tertawa, seperti membahas sesuatu yang benar-benar lucu. Salah satu dari mereka memegang gitar, memetikkan sebuah lagu yang familiar di telinga.

Yellow.

Sudah kuduga, lagu Coldplay yang dimainkan oleh laki-laki dengan gitar itu. Semua teman-temannya dengan serta merta langsung menyanyikan lagunya, membuat kegaduhan di sekitar gerobak jus buah. Mereka merasa bodoamat, tidak peduli dengan lingkungannya. Bahkan, mereka tak peduli pada suara mereka yang berhasil membuat telingaku ingin meledak.

Tetapi, sesaat kemudian, suara-suara itu terdengar indah.

Lantunan permainan gitar itu terdengar lebih tenang, petikannya stabil dan warna lagunya berubah,

Saat kusadari siapa yang memainkannya,

Kak Adlan.[]

Kisah Cinta Diam-Diam | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang