9| Bodoh, Bodoh

1.2K 89 32
                                    

9| Bodoh, Bodoh

Untuk ketiga kalinya, sekarang, aku mampir ke persimpangan itu lagi.

Dengan niat yang berbeda. Aku ingin mengikuti Kak Adlan.

Hari ini, rombongan yang biasa bersama Kak Adlan ada di tukang es doger. Maka, setelah aku mengumpulkan seluruh kekuatan, agar pertahananku tak hancur, aku pergi ke tukang es doger. Membeli satu cup es doger untuk kubawa pulang.

Ketika pesananku sudah jadi, aku baru saja akan membayarnya.

Tetapi, aku merasa dompetku sudah tidak ada di tempatnya.

Aku meraba saku di kemejaku, di rok seragamku, dan mengecek ke dalam tas, aku tak kunjung menemukannya. Anik merasa panik, dia mulai membuat kegaduhan. Untung dengan baik hati, abang tukang es dogernya mau ikut mencari. Sementara, aku membayar es dogernya menggunakan uang Anik yang ia pinjamkan. Aku janji akan mengembalikannya.

Aku syok. Dompetku tiba-tiba menghilang. Dan Anik tidak mampu dikontrol, dia benar-benar membuat orang di sekitar situ juga panik, ikut mencari.

"Kenapa, sih?" tiba-tiba terdengar suara dari rombongan Kak Adlan.

"Ada anak SMP kehilangan dompet," ujar salah seorang anak SMA, perempuan, di sampingku, "lo liat, enggak?"

Mereka hanya menggeleng. Mukaku semakin masam.

Tetapi, sepertinya wajah masamku ini menarik perhatian.

Buktinya, Kak Adlan langsung berjalan menghampiriku.

"Kamu anak PMR, kan?" katanya, memiringkan alis.

Oh Tuhan, dia menggoda?

"Lo ngapain, sih, Lan? Ini anak lagi syok, malah lo tanya-tanya, pake acara genit. Itu alis biasa aja!" ujar perempuan tadi, kemudian menepak dahi Kak Adlan.

"Aw!" ringis Kak Adlan.

"E-eh..." aku malah bergumam tak jelas.

"Dompet kamu kayak apa?" tanya Kak Adlan, sambil mengusap-ngusap dahinya, "saya mau bantu cari. Siapa tahu ketemu,"

"Kecil, kak. Warna pink," jawabku pelan, dengan gugup.

Oke, semua perasaanku campur aduk. Takut, gugup, senang, risih, dan panik. Aku dalam keadaan kurang bagus sekarang, aku lebih baik pingsan. Sungguh, itu ide terbaik jikalau aku tidak berpikir aku di sini bersama Anik.

"Nik, kamu nemu?" tanyaku, ketika melihat Anik muncul dari ujung persimpangan.

"Enggak," jawab Anik. "kupikir dompetnya jatuh pada saat perjalanan mau ke sini, tapi enggak ada. Duhh..., kamu ini ceroboh amat?"

Aku hanya tersenyum masam. Benar-benar tak tahu harus berbuat apa.

"Tenang aja," tiba-tiba, Kak Adlan menepuk bahuku. "besok kembali ke sini ya. Saya pastikan dompetmu ada. Saya menjaminnya."

Aku mengerutkan kening bingung.

Kak Adlan terkekeh kecil, "Kamu ngelihatin saya gitu amat? Saya salah apa?"

Aku menghindari pikiran-pikiran aneh, kemudian menggeleng, "Enggak, Kak. S-saya bingung. Apa maksudnya 'besok kembali ke sini'?"

"Ya jelaslah. Dateng lagi ke sini. Saya kamu tunggu dekat tukang es doger, pulang sekolah. Kamu enggak ada jadwal kumpul PMR, kan, besok?"

Aku menggeleng cepat, kemudian Kak Adlan mengangguk.

Aku buru-buru pamit, sambil meremas lengan kanan Anik sekeras-kerasnya.[]

Kisah Cinta Diam-Diam | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang