"Deby!"
Suara itu sontak membuat gadis itu terbangun dari bunga tidurnya. Setelah koneksi kesadarannya tersambung, barulah ia ingat bahwa dia terlelap di tengah-tengah pelajaran. Guru kimianya, Pak Wiro, tampak sedang berkacak pinggang di depan mejanya. Wajahnya menunjukkan kekesalan yang amat sangat.
Ketika gadis yang dipanggil Deby tersebut melihat sekelilingnya, teman-temannya melihatnya dengan berbagai macam tatapan. Ada yang kesal karena konsentrasi belajarnya terganggu, ada yang cekikikan menahan tawa yang akan meledak, ada yang tatapannya seakan berbicara "kasihan", ada pula yang biasa-biasa saja.
"Sudah yang kesekian kalinya kamu tidur pada jam pelajaran bapak, apa kamu tidak bosan-bosannya dihukum, ya?" wajah Pak Wiro terlihat muak, dia bosan mengetahui gadis ini berkali-kali tidur lagi pada jam pelajarannya. "Berdiri saja diluar, orang tua membayar sekolah mahal-mahal itu untuk belajar, bukan tidur," lanjutnya tegas.
Dengan lunglai, Deby berjalan keluar kelas. Dapat terdengar semua temannya berbisik-bisik. Tak tahu dan tak peduli, dia melenggang pergi keluar dari kelas.
Dengan malas, dia menutup pintu kelas dan menyandarkan kepalanya di dinding. Ia mendesah perlahan, mengingat apa saja yang terjadi hari ini. Betapa sial nasibnya. Datang terlambat ke sekolah, tertidur di kelas, dan sekarang dihukum keluar kelas.
Dengan perlahan, ia melangkah ke jendela. Suasana diluar cukup panas. Meski begitu para murid terlihat tetap berolahraga dengan semangat di lapangan.
Deby berpikir, mengapa ia tak bisa seperti mereka? Teman-temannya memiliki semangat. Semangat untuk belajar, semangat untuk bermain, semangat untuk hidup. Tetapi dia? Bahkan ia terlihat seperti tidak memiliki keinginan untuk hidup. Jadi menurutnya, satu kata yang terdiri dari 8 huruf itu tidak begitu berguna. Ia selalu berpikir bagaimana masa depannya nanti mengingat tingkahnya baru-baru ini.
Deby mencoba menutup cahaya matahari yang menerpanya dengan telapak tangannya. Merenungkan nasibnya yang tidak beruntung. Hidup itu memang sangat membosankan.
"Weh, Albino disini rupanya," sebuah suara membuat Deby terlonjak kaget. Dengan segera, ia menengok ke asal suara. Seorang cowok sedang berdiri tepat di belakangnya. Deby mengenali rambut hitam itu. Salah satu sahabat baiknya yang senang mengusilinya, Arta Setya Winata atau biasa dipanggil Arta.
Belum sempat Deby menimpalinya, Arta berucap lagi, "Ciyee, yang besok ultah, bagi-bagi PU dong."
Deby terkejut, baru dia ingat, besok tanggal 9 Mei, hari ulang tahunnya. Jadi Arta kemari ingin menagih pajak ulang tahun darinya.
"Ogah, aku kasihnya for my classmates only," tolak Deby, ia kembali menikmati pemandangan luar jendela.
"Ohh, berarti Adnan gak dapet dong," ucapan Arta serasa menohok ulu hati Deby. Mana mungkin ia melupakan Adnan?
"Yaa, Adnan pengecualian," katanya tanpa sedikitpun menoleh.
"Lha, terus aku gak dapet, Deb?"
"Gak usah ye,"
"Wah, dasar sentimen,"
"Biarin,"
"Sebar rahasiamu, ahh," goda Arta seraya melangkah menjauh. Deby yang takut Arta sedang serius mencoba menghentikannya.
"Ya udah, kamu juga da-hahh?" Arta sudah tidak disana ketika Deby berbalik. Rasanya baru beberapa detik yang lalu ia melangkah, tetapi sudah menghilang persis saat Deby membalikkan badan. Lenyap bagai sihir.
"Weleh, ilang kemana tu anak," gerutu Deby tepat sebelum sebuah suara membuatnya hampir melompat.
"Deby, kamu ngobrol sama siapa?" ternyata Pak Wiro mendengar pembicaraan Deby dengan Arta.
Deby mengumpat dalam hati tatkala mengetahuinya.
Setelah memastikan Deby sendirian, Pak Wiro berujar lagi dalam artian mengancam, "Jangan membuat gaduh, atau hukumanmu bapak tambah."
"I-iya pak, ma-maafkan saya," dengan tergagap, Deby meminta maaf sampai menunduk-nunduk.
Formal banget sih aku, ucapnya kesal dengan tingkahnya sendiri dalam hati.
Setelah Pak Wiro kembali ke dalam, pikiran Deby melayang ke masa depan, memikirkan hari esok, hari ulang tahunnya.
Apa yang kira-kira akan ia berikan kepada teman dan sahabat-sahabatnya? Tentu seperti apa yang biasa ia berikan, coklat.
Tapi bukan itu isi kepala Deby yang sebenarnya. Hanya satu hal yang ada di benak Deby sekarang. Nama yang tadi sempat diungkit oleh Arta.
Adnan. Ya, hanya dirinya seorang.
~A~
A.N.
Hai, makasih yang udah mau baca ceritaku yg gak jelas ini, jgn lupa vomment-nya biar aku bisa jadi lebih baik lagi, jgn jadi silent reader doang.Ini cerita sudah kurevisi alur n plotnya jadi yg udah pernah baca pasti ngerasa aneh krn ceritanya berubah-ubah. Tp mohon maklum, aku memang sulit untuk konsisten akan suatu cerita. Aku jg perlu semangat supaya dapat melanjutkan cerita ini, konsisten tentunya.
Rachel_dy
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBA
Fantasy"Albino" adalah panggilan yang sudah biasa bagi gadis ini. Gadis aneh dengan rambut yang berwarna putih sejak ia lahir. Manik matanya pun berwarna biru. Sungguh pemandangan yang tidak lazim untuk seorang manusia biasa. Ataukah dia memang tidak biasa...