Terkadang aku menghabiskan waktuku dengan berpikir, apakah kehidupan normalku dapat lenyap begitu saja bagai daun yang dihembuskan oleh angin?
Tak pernah terpikir olehku bahwa hal itu sungguh terjadi.
*Kraakkk!!*
Ya, pukulanku yang tak disengaja itu membelah meja menjadi 2 bagian. Menimbulkan suara keras yang cukup menarik perhatian banyak orang.
Tak hanya itu, kegelapan, ya, kegelapan menguasai tempat itu. Kami berempat berteriak histeris ketika tangan-tangan bayangan meraih dan menarik kami ke dalam kegelapan tanpa batas.
Seluruh suara lenyap secara tiba-tiba. Telingaku tak dapat menerima suara apapun. Seluruh suara seakan terhisap ke dalam ruang hampa. Sunyi seketika.
Aku panik ketika melihat sekeliling. Semua orang bernasib sama dengan kami berempat. Banyak orang berlarian ke sana kemari, mencari perlindungan. Namun sia-sia karena tangan bayangan yang berjumlah banyak itu muncul dari berbagai arah.
"Ad-Adnan," rintihku sembari berusaha menggapai tangan Adnan yang berada tak jauh di hadapanku. Ia juga mengulurkan tangannya, mencoba menyentuh jemari lentik milikku.
Perasaan takut kehilangan yang amat sangat mulai menguasai diriku. Sampai aku tak dapat menggambarkan rasanya. Tanganku bergetar hebat, kepalaku dipenuhi dengan pertanyaan "apakah aku akan segera mati?", "apakah aku akan kehilangan Adnan untuk selama-lamanya?".
Namun semua percuma, tangan-tangan bayangan itu sudah mencapai kepalaku, menghalangi pandanganku. Gambar terakhir yang dapat ditangkap mataku hanyalah Adnan di seberang sana dengan keadaan tak jauh berbeda denganku. Air mataku yang sejak tadi kutahan pun mengalir di pipiku. Aku hendak berteriak, tapi tak ada suara yang keluar.
Adnan....
Tak sempat memikirkan yang lainnya, Arta dan Amira, dunia, bahkan nasibku sendiri, pikiranku malah mengenang detik-detik aku dan Adnan tertawa bersama. Saat ia dan Arta mengusiliku, saat ia kebingungan menjawab pertanyaan non sense-ku, dan saat ia memberiku gantungan kunci yang bahkan selalu kupakai sampai sekarang.
Semua tentangnya.
Jika aku tahu akan seperti ini, aku sudah pasti akan memberitahukan kepadanya perasaanku.
Kurasa sudah terlambat ya?
Mungkinkah sekarang saat yang tepat untuk mengatakan selamat tinggal? Aku tidak yakin kita bisa bertemu lagi setelah ini. Kemungkinan kami mati sangat besar.
Selamat tinggal Adnan. Jika Yang Maha Kuasa berkenan, semoga kita dapat berjumpa lagi, walau seribu tahun sekalipun.
Aku akan selalu mencarimu.
***
Yang dilihatnya ketika pertama membuka mata adalah sebuah penjara bawah tanah dengan teriakan-teriakan memilukan yang terdengar samar-samar. Setelah mengedipkan matanya beberapa kali, pemandangan itu tetap tidak berubah.
Dengan linglung, gadis itu mencoba duduk. Di dalam sebuah sel tahanan yang gelap, warna rambutnya yang sangat jarang terlihat berpendar. Rambut berwarna putih itu tampak kontras dengan latar belakang sel yang dominan hitam.
Ia menjerit tertahan saat merasa tangannya meraba sesuatu yang basah dan lengket. Karena tak dapat melihat dalam kegelapan sel, ia mendekatkan tangannya ke wajah dan berusaha meneliti apa itu.
Ketika indra penciumannya mencium bau amis yang cukup tajam, ia menjauhkan tangannya yang menggosokkannya ke dinding terdekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALBA
Fantasy"Albino" adalah panggilan yang sudah biasa bagi gadis ini. Gadis aneh dengan rambut yang berwarna putih sejak ia lahir. Manik matanya pun berwarna biru. Sungguh pemandangan yang tidak lazim untuk seorang manusia biasa. Ataukah dia memang tidak biasa...