Chapter 4

50 9 1
                                    

"Find a reason to sing,
I want to see you,
the you that taught me how to sing~

By Whom, this piece of melody was left?
By whom, it was picked up and carried away?
Without knowing any names or faces,
to whom, such connected miracles could deliver happiness?
I have been longing and watching in front of the monitor,
until now~

Find a reason to sing,
If I could sing together with you,
then I could lose the sense of time in this music,
Find a reason to sing,
Your talent that gifted from deities is one of a kind~

Connecting, Connecting with your song,
Connecting, Connecting with your dream,
Connecting, Connecting with your life,
Connecting with you~"

Deby meletakkan kepalanya di atas meja. Menyenandungkan lagu kesukaannya.

"Nyanyi lagi? Padahal kemarin kamu belajar melulu, gak dilanjut?" tanya Amira yang dengan tiba-tiba ada di sebelah gadis "albino" itu.

"Belajar?"

"Iya, kamu gak inget?"

"Nggak. Rasanya kemarin itu bukan aku deh. Eh, tapi jangan kasih tau siapapun lo,"

"Hmm iya juga, dilihat dari sikapmu kemarin kayaknya emang bener deh," Amira bertopang dagu mendengar kata-kata Deby tanpa mempedulikan kalimat terakhir yang Deby ucapkan.
"Kok kamu bisa yakin?" tanya Deby tidak percaya.

"Kemarin itu kamu seperti bukan kamu. Kayak gimana ya? Alim banget. Nurut. Terus kerjaanmu seharian itu belajar aja, kesannya seperti kamu akan mati kalo gak belajar. Aneh banget!"

"Benarkah?"

"Iya,"

"Kalo gitu, aku yang kemarin itu siapa?"

"Mungkinkah kamu kerasukan sesuatu yang suka belajar?" canda Amira.

"Huss! Gak mungkin,"

"Emang kemarin kamu ngapain?"

"Hmm, yang kutau, aku bermimpi. Tapi mimpi apa aku aja lupa," Deby menepuk-nepuk kepalanya pelan. "Mungkinkah aku sleep walking?"

"Nggak. Kamu jelas-jelas melek dan kamu tau nama-nama kami, aku sama Indah udah ngajak kamu ke kantin bareng tapi kamu menolaknya dengan kata-kata sopan. Gak kayak kamu banget,"

"Terus siapa?"

"Hmm, mungkinkah itu efek setelah ultahmu? Seperti yang terjadi kepadaku dan Adnan," Amira mendekatkan wajahnya ke telinga Deby. "Jangan-jangan kamu sekarang punya kepribadian baru yang bangun saat kamu tidur dan tidur saat kamu bangun,"

"Mung-"

Kedatangan Pak Wiro yang tiba-tiba menginterupsi obrolan mereka. Mereka pun kembali ke posisi siap belajar.

***

Tak tahu mengapa, Deby merasa AC kamarnya lebih dingin daripada biasanya pada sore hari yang mendung ini. Ia menggigil meskipun bersembunyi di balik selimut tebalnya.

Deby masih memikirkan ucapan Amira tadi siang. Kepribadian ganda? Yang benar saja.

Malas memikirkan masalah itu lagi, Deby membuka ponselnya. Membaca history chat-nya dengan Adnan. Beberapa kali ia tersenyum-senyum sendiri. Tak dapat disangkal, si pemalu itu asyik diajak mengobrol. Sayang, sejak Deby, Adnan, dan Amira berbagi rahasia, ia tidak pernah mengiriminya pesan lagi.

ALBATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang