Setelah satu jam berjalan, hari mulai beranjak malam. Sang mentari yang megah pun terlelap dalam tidurnya, digantikan oleh cahaya rembulan yang tak seberapa.
Deby dan si kura-kura bertempurung batu belum menghentikan perjalanannya, karena menurut ucapan reptil itu, singgasana, bukan, lebih tepatnya tempat bersemayam sang Genbu sudah cukup dekat.Selama perjalanan yang lumayan lama itu Deby lebih banyak diam. Ia tidak mengeluh kakinya perlu istirahat, kepalanyalah yang sedang kerepotan berpikir keras menjawab puzzle yang kian sulit untuk dimengerti. Jika ini bukan di bumi, ini dimana? Dimensi lain? Dan mengapa ia bisa ada di sini? Apakah mimpi dan segala kejadian yang dia alami itu pemicunya? Seperti ucapan Alz tadi, benarkah sihir benar-benar memiliki peran utama di dunia ini?
Tak cukup sampai di situ, barang-barang yang waktu itu ikut terbawa kemari juga menghilang seakan tak pernah ada, kecuali gantungan kunci berbentuk boneka kayu pemberian Adnan. Barangkali sesuatu yang tidak berkaitan dengan dunia ini akan berubah menjadi abu seperti nasib tas Deby beserta isinya. Jika dipikir baik-baik, di sini sudah pasti tidak ada sinyal telepon. Jadi walau ponsel tidak lenyap pun sepertinya percuma. Tapi mengapa gantungan kunci ini tetap utuh?
Yang paling aneh lagi, mengapa ia tidak kaget seperti orang lain? Ia mengingat-ingat puluhan judul light novel dan cerita-cerita fantasi yang pernah ia baca. Tak satupun tokoh utama cerita yang bereaksi sepertinya. Sebagian besar kaget dan tidak percaya. Jika dibandingkan dengan Deby, mereka justru terlihat lebay.
Mengapa?
Tiba-tiba sang kura-kura batu menjadi sangat waspada. Ia memperhatikan sekitar dengan hati-hati.
"Ada apa?" tanya Deby yang baru sadar dari lamunannya dengan kurang peka.
"Sembunyi!" bisik si kura-kura batu itu sembari memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam tempurungnya yang menyerupai batu.
Deby yang kebingungan tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
*Krrakk!*
Deby hampir melompat ketika di belakangnya terdengar suara ranting yang patah.
Dengan degup jantung yang mulai tak beraturan, Deby celingak-celinguk ke berbagai arah. Tak hanya itu, telinganya juga menangkap suara langkah kaki berat dan suara-suara aneh, mirip seperti dengusan dan geraman yang cukup menegakkan bulu kuduk. Tak hanya itu, bau busuk yang menyengat menusuk hidungnya.
Astaga, suara dan bau apa itu? batin Deby menjerit ketakutan. Kakinya tak ingin diajak kompromi, ia tak dapat melangkah barang satu senti pun. Kepanikan melanda hati Deby, ia tak bisa sembunyi!
"Ggrrrhh,"
Suara itu semakin mendekat. Dengan mendengarnya saja sudah menaikkan bulu roma, apalagi melihat wujudnya. Ia merasa akan sangat mual. Belum lagi bau busuk yang meyakinkannya bahwa sebentar lagi ia akan memuntahkan seluruh isi perutnya.
Matilah aku! rutuk Deby. Bagaimana bisa ia selamat dari makhluk yang diperkirakan setinggi 2 meter sendirian?
Yang ditakutkannya pun menampakkan diri. Dua ogre dengan tinggi sekitar 2,5 meter menyeruak dari balik lebatnya pepohonan. Tubuh abu-abu mereka yang hanya dilapisi oleh kulit binatang tampak ditumbuhi lumut dan kotor dengan darah manusia, basah maupun kering. Pasti belum lama ini mereka menghabisi sekumpulan manusia. Mereka juga membawa batang kayu berukuran besar yang barangkali berfungsi sebagai senjata.
Itu baru tubuhnya, ketika Deby mendongakkan kepalanya, barulah wajah kedua ogre ini terlihat. Keduanya memiliki taring panjang yang mencuat dengan tak beraturan, beberapa dibasahi darah segar. Kepala mereka tak berambut alias botak, sehingga tampaklah keriput. Bukan hanya itu, wajah mereka sangat mengerikan, cukup untuk membuat Deby ingin muntah. Apalagi mata raksasa mereka yang tertuju kepada Deby.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBA
Fantasy"Albino" adalah panggilan yang sudah biasa bagi gadis ini. Gadis aneh dengan rambut yang berwarna putih sejak ia lahir. Manik matanya pun berwarna biru. Sungguh pemandangan yang tidak lazim untuk seorang manusia biasa. Ataukah dia memang tidak biasa...