Chapter 9

4.7K 211 7
                                    

"Senpaii !!", teriakan nyaring dari luar kamar itu membuat aku sedikit terkejut. Bagaimana tidak ? Dari tadi suasana di kamarku ini tenang sekali. Sangat tenang.

Dengan hati terpaksa, aku pun berjalan ke arah sumber suara. "Apa ?", tanyaku kepada Minako yang berada di dapur. "Aku..ti..dak...bi..sa..buka..i..ni...", jawab Minako yang sedang mencoba membuka toples yang berisi kacang-kacangan.

"Terus ?", tanya ku pura-pura tak mengerti. "Kenapa susah sekali sih ?! Senpai !", ucap Minako menyerah sambil menyodorkan toples bening ke arah ku. Aku hanya bisa menghela nafas.

"Membuka toples itu ke arah kanan bukan kiri.", ucapku sambil memegang toples kacang itu dengan tutup yang sudah terbuka.

"Oo.. hehehe..", jawab Minako sambil menyengir-nyengir kemudian ia sedikit berlari ke arah sofa dan duduk. Aku pun kembali ke kamar ku dan menikmati suasana sunyi lagi.

------

"Senpaii !!", teriakan itu lagi. Teriakan nyaring yang bisa membuat dinding rumahku sedikit retak, mungkin. Aku mencoba untuk tidak menghiraukannya, paling-paling ia meminta bantuan yang aneh-aneh.

"Sen--", untuk teriakan kedua kali, teriakan Minako bercampur dengan suara jatuhnya alat-alat dapur yang nyaringnya tidak kalah dengan teriakan Minako. Aku pun langsung menutup majalah yang kubaca dan beranjak ke arah dapur.

"Mi--", kata-kataku terpotong karena melihat pemandangan di dapur benar-benar... berantakan. Toples-toples kosong ada dimana-mana, pintu kulkas yang terbuka setengah, lemari tempat penyimpanan alat-alat dapur yang kosong melompong, dan salah satu panci dia atas kepala Minako. Untungnya, tidak ada piring atau barang lainnya yang pecah.

"Hehehe..", Minako hanya menyengir dan mengangkat jarinya yang menunjukkan tanda 'peace'. Aku hanya bisa menghela nafas.

------

"Gomen ne*, senpai. Aku tadi ingin mencari bungkus kacang yang lainnya. Tapi, aku malah membuat dapur mu berantakan", ucap Minako sambil membantuku membereskan alat-alat dapur yang berseraka di lantai.

(*gomennasai/gomen/gomen ne artinya maaf)

"Ini semua sudah terjadi, mau bagaimana lagi ?", jawabku sambil menaruh alat-alat dapur ke lemari atas. "Selesai.", gumamku sambil menepuk-nepuk tangan karena debu yang menempel.

"Hukum aku !!", ucap Minako tiba-tiba sambil menutup matanya. "Untuk apa ? Kau tidak melanggar peraturan.", jawab ku sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana hitam ku.

"Hukum aku !!", ucap Minako sekali lagi tanpa menghiraukan perkataan ku tadi. "Semau itukah kau ingin di cium ?", tanya ku sedikit menggoda. Kalian ingin tau alasan aku memilih hukuman itu ? Karena Minako terlihat ketakutan pada malam itu. Jadi kukira kalau aku memberi nya hukuman seperti itu, ia tidak akan melanggar peraturan ku.

"Eh ? Ti-Tidak ! Bukan itu maksud ku !", ucap Minako dengan sedikit gugup sambil melambai-lambai kan tangannya yang berarti 'tidak'.

"Aku hanya merasa benar-benar menyusahkan senpai.. jadi aku--"

"Tak usah dipikirkan.", ucapku memotong perkataan Minako dengan memberi beberapa tepukan di kepalanya. Minako mendongak ke atas lalu menundukkan kepalanya lagi, "Hai*...", jawab Minako sedikit lesu.

(*ya, baiklah)

Aku pun melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. "Jam 11..", gumam ku lalu berjalan lebih cepat ke arah kamar. Beberapa menit kemudian, aku pun keluar dengan pakaian yang sama seperti kemarin-kemarin.

Aku bukan jorok atau apa. Tapi, saat aku membeli baju, aku selalu membelinya 2 atau 3 setelan. Jadi, jangan salah paham. "Aku pergi.", ucapku singkat sambil mengambil sepatu dan memakai nya dengan cepat. "Hmm.. itterashai..", jawab Minako masih dengan nada yang lesu.

A Bad Boy and A Good GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang