" Hyung, apa kau senang menerima kasih sayang ynag begitu banyak dari ayah dan ibu ?"
" Tentu saja. Kau juga bisa jika kau mau belajar lebih rajin seperti ku dan bukan sibuk menghabiskan kertas untuk melukis."
" Apa kau sayang padaku, hyung ?"
" Aku menyayangimu, Jin. Makanya, aku mengatakan itu padamu. Kau harus jadi seperti ku agar kau juga menerima kasih sayang yang sama dengan ku ?"
.
.
.
" Jin, kenapa nilai mu seperti ini ?!! Apa kau tidak sayang pada ayah dan ibu ha ?!! Kenapa kau tidak bisa lebih rajin belajar seperti kakak mu ?!! Bukan sibuk menggambar hal-hal yang tidak jelas seperti itu !!"
" Tapi, cita-cita ku adalah menjadi pelukis ayah ! Aku memang tidak pandai belajar tapi aku bisa membanggakan ayah dan ibu dengan cara lain !"
" Jangan bicara hal yang bodoh Jin !! Kau tidak akan bisa punya masa depan jika terus melakukan hobi bodohmu itu !! Jika kau terus seperti ini dan membuat ayah dipanggil ke sekolah, ayah tidak akan mau lagi membiayai sekolah mu, mengerti !!"
.
.
.
" Kenapa aku harus tinggal dengan paman ? Aku masih ingin bersama ayah dan ibu juga Yoon Seok hyung..."
" Ayah dan ibu tidak bisa lagi membiayai sekolahmu Jin. Ayah mu terlilit hutang dan biaya sekolahmu juga tidak murah. Kalau kau tinggal bersama paman, hidupmu akan lebih terjamin."
" Tapi..."
" Aku akan menjagamu dengan baik, Jin."
.
.
.
" Paman, lepaskan !! Aku tidak mau !! Lepas..hmmpphh..Ahhh...paman...akuhh..."
" Diamlah Jin !! Orang tua mu memang tidak membutuhkanmu. Tapi, aku sangat membutuhkanmu, Jin. Aku sudah lama menyukaimu. Tubuhmu indah dan kulitmu juga putih. Aku sengaja meminta ibumu agar mau menyerahkan mu padaku dengan alasan membantunya membiayai sekolahmu, dan ibumu dengan mudah menyerahkanmu padaku. Jadi, sekarang sebagai gantinya kau harus memuaskan ku, Jin. Ahhh...kau benar-benar...enghh...kau sangat indah Jin."
" Paman...aku mohon lepaskan aku..."
.
.
.
Kim Seokjin terbangun dengan keringat yang mengucur deras. Ia bermimpi buruk lagi. Seokjin menarik rambutnya frustasi. Ia benci memimpikan keluarganya. Keluarganya yang telah membuangnya dan memperlakukannya dengan kejam dan meninggalkan luka yang dalam di hatinya.
Perlahan, laki-laki itu turun dari kasurnya. Ia melihat Namjoon tertidur lelap di sofa. Seokjin berjalan mendekati Namjoon dan menatapnya dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Entah kenapa ada perasaan aneh ketika ia menatap laki-laki itu. Laki-laki berlesung pipi itu entah kenapa masuk ke dalam mimpinya dan membuatnya bingung. Setelah puas mengamati wajah yang tertidur pulas itu, Seokjin melangkahkan kakinya keluar dari kamar sambil membawa tiang botol infusnya.
Malam itu suasana rumah sakit sedang sepi karena semua petugas rumah sakit sedang istirahat. Seokjin berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit. Beberapa saat kemudian, ia sampai di atap rumah sakit. Pemandangan kota malam itu sangat indah karena lampu-lampu rumah yang terang. Seokjin berdiri terdiam sambil merasakan angin yang berhembus pelan. Ia melepas kain yang digunakan untuk menyangga tangan kanannya yang terluka tadi. Lalu, ditariknya jarum infusnya.
Kakinya mulai melangkah menuju tembok di pinggir atap gedung rumah sakit itu dan duduk di sana. Matanya menatap ke bawah, ke arah jalan raya yang berkelap-kelip karena lampu mobil yang melintas. Ia melamun sambil memperhatikan pemandangan di bawahnya. Seokjin tampak sangat lelah. Ia ingin sekali dapat melepas beban hidupnya yang berat. Rasanya, tak ada gunanya lagi ia hidup jika tak ada menginginkannya. Ia selalu kesepian tanpa teman yang mau memahami dirinya. Orang tuanya pun tak menginginkan dirinya karena ia tidak seperti saudara laki-lakinya.
Pandangan matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah balon berwarna putih yang entah datang darimana. Balon itu melintas di depannya dan tangannya perlahan berusaha meraih balon itu. Tangan Seokjin terus bergerak maju dan maju dan terus maju hingga ia lupa untuk berpijak.
O000
BRUKK !!
Namjoon terjatuh dari sofa dan sukses membuatnya terkejut. Ia bangkit dan mengelus kepalanya yang terantuk waktu jatuh ke lantai.
" Arrgghh kepalaku..."
Namjoon membuka matanya dan mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan. Ia terkejut untuk kedua kalinya ketika melihat kasur di hadapannya kosong. Seokjin telah keluar dari kamar saat ia tidur.
Namjoon cepat-cepat berdiri dan segera keluar kamar. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari pasien Yoongi itu. Laki-laki itu berlari menyusuri lorong rumah sakit dan masuk ke beberapa ruangan termasuk toilet tapi Seokjin tak terlihat dimanapun. Ia berlari ke luar rumah sakit tapi hasilnya tetap sama.
" Kemana orang itu ?"
Pandangan matanya berusaha mencari-cari sosok Seokjin. Tiba-tiba matanya menangkap bayangan hitam di atas atap rumah sakit. Matanya membelalak memikirkan kemungkinan bahwa sosok itu adalah Seokjin dan berlari menuju ke atap rumah sakit. Ketika sampai di atas, Seokjin telah berada di pinggir tembok pembatas dan hampir jatuh. Namjoon berlari dan menarik tubuh kurus Seokjin.
" Apa yang kau lakukan, Jin ? Kenapa kau melakukan ini ?" Namjoon memegang lengan Seokjin dengan kedua tangannya.
" Lepaskan aku !!" teriak Seokjin sambil menghentakkan kedua lengan untuk melepaskan tangan Namjoon. " Kau tidak mengerti jadi jangan ganggu aku !!" Ia bangun dan berusaha memanjat pinggir tembok itu lagi.
Namjoon berusaha menghentikan Seokjin tapi laki-laki itu berontak," Lepaskan aku !!"
" MENURUTLAH PADAKU JIN !!" bentak Namjoon. Ia sudah kesal dengan tingkah Jin yang terus berontak.
Jin terdiam mendengar bentakan Namjoon. Tubuhnya gemetar seketika. Ia tidak suka dibentak. Ia benci ketika ada orang berteriak padanya. Perlahan air mata turun dari matanya.
" Kenapa kau berteriak padaku ?" ucap Jin lirih.
Namjoon yang melihat Jin tiba-tiba menangis membuatnya merasa bersalah. Ia memeluk tubuh gemetar itu erat-erat. " Maafkan aku, Jin. Aku tidak bermaksud membentakmu. Tapi, kumohon jangan lakukan ini lagi. Aku ada bersamamu jadi tolong tetaplah hidup."
Jin terdiam mendengar ucapan Namjoon. Air matanya berhenti dan ia menemukan kehangatan dalam pelukan Namjoon dan harapan dalam ucapannya. Namjoon melepas pelukannya dan menatap Jin yang masih tertunduk.
" Ayo kita kembali ke kamarmu, Jin." Namjoon merangkul Jin dan membawanya ke kamarnya.
Jin merebahkan tubuhnya dan Namjoon menyelimuti tubuh kurus itu. Tangannya menggenggam erat tangan Jin. Tangan kanannya menghapus jejak air mata Jin. " Tidurlah. Aku akan ada di sini menemanimu." dan Jin mulai memejamkan matanya.
O000
" Jin, mendekatlah sayang..."
" Tidak paman...aku tidak mau..."
" Kau mulai membantahku sekarang ! Aku bilang mendekat !!"
" Tidak !!"
" Kau benar-benar membuat marah sekarang !! Kalau begitu aku harus mengikatmu untuk memberimu hukuman karena tak menurut padaku !!"
" Jangan paman...Aku mohon jangan...Hentikan paman..Kumohon..."
.
.
.
" Jangan...paman...kumohon hentikan...jangan..."
" Jin, bangunlah ! Jin !"
Seokjin terbangun, lagi-lagi dengan keringat membasahi tubuhnya. Ia gemetar ketakutan dan tiba-tiba menarik baju Namjoon dan memeluknya. Ia menangis lagi. Namjoon mengelus kepala Jin yang menempel di perutnya. Berusaha menenangkan laki-laki itu.
" Tidak apa-apa, Jin. Tenanglah, aku disini."
" Aku takut..."
" Jangan takut, Jin. Aku akan melindungimu." Namjoon memeluk erat tubuh gemetar Jin. Hatinya sakit melihat Jin ketakutan karena perilaku pamannya. Bahkan, walaupun sekarang Jin telah jauh dari pamannya, tapi mimpi buruk itu selalu menghantui Jin. Dalam hati ia mengutuk paman Jin yang sudah membuat Jin begitu ketakutan.
O000
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Plane
FanfictionKim Seokjin tak diinginkan siapapun, pamannya pun telah menorehkan luka hingga membuat Kim Seokjin trauma dan memutuskan untuk pergi dari rumah dan Kim Namjoon harus berusaha agar Seokjin tak lagi berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya.