Awas banyak typo!
Aku memasuki rumah dengan setengah sadar.
"Mama darimana?" baru saja aku menginjakkan kaki tapi langsung disambut Alea dan Nathan yang berdiri tegak dengan melipat tangannya. Aku tertawa dan mengacungkan jariku membentuk huruf 'V'
"Hehehe maafkan mama.. Tadi mama ada urusan penting jadi mama pergi sebentar." aku berjongkok lalu merentangkan tanganku."Peluk mama sayang." ucapku riang. Alea dan Nathan berlari kearahku.
"Mama sayang kalian." aku menciumi pipi mereka bergantian.
"Sayang, kalian udah sarapan?" tanyaku menyelidik. Jangan-jangan mereka tidak menyentuh makanan mereka gara-gara aku tidak bersama mereka. Nathan menggeleng pelan. Sudah kuduga akan seperti ini. Aku menggeleng dan menggandeng mereka ke meja makan.
"Kalian itu nggak boleh manja. Kalau waktunya makan ya makan... Nggak usah nunggu ada mama." tegurku pada mereka, aku tau mungkin ini keterlaluan bagi anak seusia mereka tapi inilah caraku mengajar mereka mandiri. Aku tidak ingin Alea dan Nathan menjadi anak yang manja. Ada kalanya aku akan memanjakan mereka dan ada kalanya aku akan bersikap tegas pada mereka.
"Alea nggak mau makan kalau nggak bareng mama." aku menghela nafas pasrah... Astaga... Susah sekali membujuk gadis kecilku ini. Aku mengelus pipinya pelan.
"Alea sayang... Kamu tau kan mama paling nggak suka anak mama telat makan?" Alea mengangguk. Good girl, aku mengacak rambutnya gemas. Aku menyuruh mereka menghabiskan sarapan mereka. Setelah sarapan aku mengajak mereka bermain ke taman belakang rumahku. Melihat mereka bisa tertawa lepas sepetti itu seolah membuat semua beban di pundakku menguap entah kemana.
Aku duduk di bangku taman dan menutup mataku pelan. Mencoba menikmati hembusan angin pelan yang memainkan rambutku.
"Hai nyonya..." sapa seseorang. Kudengar langkah kaki yang semakin mendekat membuyarkan suasana tenangku. Sial.... Tak bisakah orang itu membiarkanku tenang sedikit saja?! Aku mendelik kesal pada orang itu."Ada apa?" ketusku malas.
"Hey... Calm down babe... Kau tau ibu hamil tidak boleh marah-marah." ayolah Lexia. Kau bodoh atau apa? Justru ibu hamil malah memiliki emosi yang jauh lebih labil. Dan berhentilah menggodaku. Aku menerawang lurus ke langit.
"Apa rencanamu sekarang Val?"
"Entahlah Xia... Aku butuh bantuanmu." aku menatap Lexia dengan wajah semenyedihkan mungkin. Aku sudah memikirkannya matang-matang apa yang akan kulakukan sekarang.
"Jangan tunjukkan wajah itu Val. Aku tau kau pasti akan meminta sesuatu yang menyebalkan." Lexia memajukan bibirnya kesal. Dalam hati aku tertawa puas melihatnya kesal setengah mati seperti itu.
"Jaga perusahaanku untuk sementara." kataku serius.
"Kau sudah pernah bilang seperti itu Val, kau ingin aku menjaganya seperti apa lagi?" aku menggenggam tangan Lexia penuh harap.
"Ini yang akan kulakukan. Kuharap kau akan setuju Xia." Lexia mengangguk paham. Aku menghela nafas sebelum menceritakan rencanaku.
"Baiklah, dengarkan ini baik-baik karena aku hanya akan mengatakannya sekali. Lexia, urus semua aset perusahaan selama 1 atau 2 tahun kedepan. Aku? Aku akan melanjutkan hidupku di Bandung sebagai orang biasa. Kau tau? Bisa saja anak ini membuat Revan menyadari kehadirannya. Jika aku masih hidup sebagai Valentin yang sekarang mungkin Revan bisa dengan mudah menemukanku dengan bantuan detektif yang dia sewa. Aku akan membawa si kembar, keluarga kak Niko sudah menemukan mereka. Aku takut mereka akan merampas Alea dan Nathan dariku makanya aku akan mengubah segalanya." jelasku panjang lebar. Entah Lexia paham atau tidak tapi dia terperangah dengan penjelasanku. Jika Lexia tidak juga paham akan kupukul kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Amazing Nerd
Random"Satu-satunya alesan aku menutup diri adalah karena hanya untuk keselamatan anak -anakku, dan kamu seenaknya mengklaim bahwa aku adalah milikmu. Yang benar saja!" -Valentin Nathalie Adinata- "Gue gak nerima penolakan. Dan gue gak tau apa alesan lo...