Alyssa mengatupkan mulutnya dengan kedua tangan melihat keadaan sekitar halaman rumah kedua orang tuanya, tubuhnya berguncang. Dia mendapati para pengawal ayahnya limbung tak bernyawa, darah berceceran dimana-mana seolah sudah terjadi peperangan yang menyebabkan orang-orang mati mengenaskan. Luka tertebas dan tembakan menghiasi sekujur tubuh mereka, kepala salah satunya tergantung dengan mata membelalak, tetesan darahnya berjatuhan pertanda kejadian tersebut belum lama terjadi.
Alyssa berlari masuk melewati halaman ketika disadari seluruh lampu dalam rumahnya telah padam. Saat telah sampai di teras dia bergeming, melihat pintu rumah utamanya sudah terbuka dengan lebar, menunjukkan kegelapan yang pekat dari dalam. Alyssa berjalan perlahan ke dalam rumahnya dengan sebuah cahaya senter dari ponselnya.
Jantungnya semakin berpacu melihat para pelayan dalam keadaan yang sama mengenaskan, beberapa bagian tubuh terpisah dari yang seharusnya. Pandangannya beredar ke sekeliling lobi yang telah berantakan dengan banjir darah, serpihan-serpihan kaca berceceran, lantai tempatnya berpijak telah tergenang dengan cairan kental berwarna merah.
Sesuatu yang sangat tidak dia harapkan terjadi. Ketika mendengar suara wanita yang sangat dikenalnya, menjerit ketakutan meminta pertolongan. Tanpa pikir panjang, Alyssa berlari secepat mungkin menuju ke arah kamar orang tuanya.
Ketika telah memegang handle pintu, suara itu mendadak hilang, digantikan dengan kesunyian mendadak yang mencekam.
Matanya terpejam menarik napas, memberanikan diri masuk dan tiba-tiba, dari dalam siluet seseorang bergerak cepat seolah-olah keberadaanya tak ingin terlihat. Hatinya mendadak merasa kelu melihat tubuh kedua orang tuanya dalam keadaan tak layak pandang di atas ranjang.
Alyssa menjerit histeris berlari menuju kedua mayat yang tergolek, tubuh ayahnya terduduk tanpa kepala dan ibunya dengan mulut robek hampir putus menggenggam sebuah kepala.
Tubuhnya berhambur memeluk jasad keduanya dengan erat sambil menangis meraung-raung, tak peduli dengan darah yang juga ikut mengenainya, meratapi kesialan yang melanda keluarganya.
Sayangnya, Alyssa melupakan sosok itu. Sosok yang berada di dalam ruangan yang sama dan seharusnya diwaspadai.
Suara pedang yang sengaja digoreskan memekakkan telinga dengan suara derap langkah kaki yang berjalan perlahan di belakang membuat bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang tak karuan menyadari ada sosok lain yang kemungkinan besar bertanggung jawab atas semua pembunuhan yang terjadi. Tangannya terkepal erat. Napasnya mulai memburu.
Dengan mengumpulkan segala tekad yang membara dalam jiwa, ia berbalik mengarahkan ponselnya dan melihat keadaan disekitar ruangan yang telah berantakan itu.
Wajahnya semakin memucat ketika melihat sosok bayangan yang berlari cepat dan bersembunyi dibalik tirai panjang.
"Siapa itu!" Alyssa berusaha sekuat mungkin membuat suaranya terdengar lantang dan tegas.
Sosok itu mengeluarkan sesuatu secara perlahan, sebuah pedang yang sudah berlumuran darah.
Tubuhnya terlonjak ketika pedang itu mendorong sebuah vas bunga hingga jatuh berkeping-keping. Secara lambat tirai itu disibakkan dan terlihatlah seseorang yang mengerikan dengan pakaian hitam segelap malam dalam kegelapan memakai topeng senada.
Tangan kanannya menggenggam sebuah pedang, sedangkan ditangan kirinya terdapat sebuah pistol hitam mengerikan.
Alyssa tercekat ketika tiba-tiba pistol itu di arahkan kepadanya, bersiap menembak kapanpun juga. Tanpa pikir panjang, Alyssa berlalu keluar kamar dengan tergesa-gesa, menembus lorong-lorong kegelapan, berlari dengan berliku-liku di lantai dua sambil sesekali menoleh ke belakang berharap pembunuh itu tidak mengejarnya. Kakinya terus melangkah cepat hingga tak sanggup lagi meneruskan.
Setelah merasa sang pembunuh sudah tak terlihat dan mengejarnya lagi, Alyssa memutuskan memasuki sebuah ruangan dengan asal sebagai tempat persembunyiannya sementara, duduk bersembunyi di bawah meja sambil berusaha menetralkan napasnya yang terengah-engah. Matanya terpejam sambil merapalkan do'a berharap dirinya tidak bernasib sama seperti orang-orang di rumahnya.
Setelah merasa cukup tenang dan berhasil menetralkan napasnya, Alyssa kembali dikejutkan dengan suara kenop pintu yang bergerak-gerak oleh seseorang dari luar dan tidak bisa dibuka karena dia sempat menguncinya tadi. Merasa tak bisa terbuka, pintu tersebut pun didobrak berkali-kali dengan paksa.
Dia tidak menyangka ternyata pembunuh itu berhasil mengikutinya dan mengetahui tempat persembunyiannya!
Ya Tuhan. Apa yang harus kulakukan!
Dirinya tercekat saat pintu berhasil terbuka dan menampilkan sosok yang tengah ditakutinya, menampakkan diri dengan siluet menakutkan.
Alyssa terkesiap berdiri, menatap sosok itu dengan perasaan tak karuan dengan keringat dingin membasahi peluhnya.
"Ku...kumohon. Jangan bunuh aku!" Alyssa mundur perlahan dengan pandangan tak berkedip menatap sosok tersebut.
Hening.
Sosok itu tidak menggubris perkataannya sama sekali dan memilih berjalan mendekat ke arahnya.
Tidak ada pilihan lagi!
Tanpa diduga, Alyssa bersiap mengambil ancang-ancang lalu berlari menubruk kaca yang berada di sebelahnya. Terjun melompat ke luar dari lantai dua. Melihat hal itu, pembunuh tersebut berlari secepat mungkin berusaha menarik tangan Alyssa, tetapi kalah cepat sehingga hanya bisa menggenggam angin dari tangan Alyssa.
Tubuh Alyssa terhempas ke tanah dengan kencang dan menimbulkan suara bedebum yang cukup keras. Badannya terasa sakit seketika dan beberapa bagian tubuh sepertinya ada yang patah, tubuhnya menjadi sulit digerakkan. Samar-samar Alyssa melihat bayangan pembunuh itu dari bawah. Pembunuh itu membuka topeng dan menatapnya datar sebelum kegelapan berhasil merenggut Alyssa dari kesadaran.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Masked killer
Mystery / ThrillerBukan kemauannya terlahir dikeluarga yang berkehidupan mewah. Alyssa hanya ingin terlahir sebagai anak biasa dari keluarga sederhana dan manjalani kehidupannya dengan normal. Walau begitu, Alyssa tetap menyayangi keluarganya. Mencintai kedua orang...