Chapter 10 - Hope

5.3K 415 8
                                    

Lucas memandang Forus jengah.

"Sudahlah, ayo cepat pulang! Aku benar-benar sudah tak tahan lagi!" Lucas membekap hidungnya dengan saputangan. Dia tak tahan mencium bau busuk yang menguar begitu tajam. Walaupun sumber dari bau itu sudah disingkirkan, tapi tetap saja masih ada bekas-bekas sisanya yang belum dibereskan, atau lebih tepatnya tidak akan dibereskan.

Forus sama sekali tak menggubris Lucas yang terus mengeluh. Dia tetap fokus menyelidiki tempat yang sudah mulai lembab dan tak terawat. Pria itu mulai membuka jendela-jendela untuk membiarkan udara keluar-masuk. Sinar matahari mulai membengkokkan cahayanya dan menerangi tempat keduanya berada.

Forus yang terganggu dengan gerutuan Lucas segera membuka salah satu jendela. Lucas yang sudah tak tahan lagi segera mendekat dan menghirup oksigen sebanyak mungkin hingga terdengar seperti seseorang yang terkena penyakit asma. "Kenapa tak kau lakukan sejak tadi!" Omelnya melirik Forus sebal dari ekor matanya. "Cahaya redup terlihat lebih menantang menurutku." Balasnya enteng.

"Sialan!"

Forus tak menggubris, matanya menajam memperhatikan setiap inci tempat itu. Walaupun sudah berkali-kali dia mendatangi tempat itu, dia tak akan pernah bosan dan menyerah hingga dia benar-benar mendapatkan petunjuk walau hanya secuil. Dia masih ingat dengan jelas bagaimana pemandangan di dalam rumah atau lebih tepat disebut sebagai 'Istana'. Setiap sudut tempat itu ia jelajahi sambil membayangkan bagaimana keadaan yang sebelumnya, saat kejadian mengerikan itu belum terjadi. Bahkan saking hapalnya, ia sampai tahu dimana letaknya serpihan-serpihan kaca yang berceceran tentu saja masih dalam keadaan bentuk.

Tak juga mendapatkan hasil, Forus memilih menuju lantai dua. Pria itu memasuki ruangan pribadi sang tuan rumah, dimana kejadian yang paling menggemparkan terjadi. Sekai lagi Forus membayangkan keadaan kamar itu semula, hingga akhirnya kembali pada saat mayat kedua tuan rumah tergeletak tak bernyawa.

Masih tak mendapat kemajuan, Forus memutuskan berkeliling untuk yang kesekian kalinya mengitari rumah tersebut. Memasuki setiap ruangan yang ada walau sebelumnya dia sudah memasukinya berkali-kali juga. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah kejanggalan.

Di dalam salah satu ruangan, Forus melihat ada yang aneh pada kaca yang pecah. Sebelumnya dia mengira pecahan itu sama saja dengan ruangan lain yang mungkin sengaja dipecahkan oleh pelaku. Tapi setelah melihat ke bawah dari lubang kaca, dengan mata tajamnya dia melihat ada serpihan kaca yang berjatuhan ke luar. Padahal di ruangan lain, hampir semuanya serpihan kaca itu berceceran ke dalam. Dan melihat serpihan kaca yang lebih jauh ke luar membuatnya semakin curiga.

"Ada apa? Kau telah menemukan sesuatu?" Tanya Lucas yang tiba-tiba masuk dan melihat Forus yang sejak tadi hanya bergeming.

"Aku harap begitu. Ayo turun!" Forus berlalu begitu saja tanpa mengindahkan Lucas yang menatapnya dengan tanda tanya.

Forus menunduk melihat serpihan kaca tersebut. Tubuhnya berlutut agar dapat meneliti lebih jelas. Setiap inci diperhatikannya hingga tak ada celah sedikitpun yang terlewati.

"Akhirnya!" Ucapnya tiba-tiba dengan senyum mengembang.

"Menemukan sesuatu?" Tanya Lucas yang medekat. "Berhenti di situ! Jangan dekat-dekat, kau bisa menginjaknya!" Seru Forus mengagetkan.

Seketika, Lucas menghentikan langkahnya, takut jika dilanjutkan akan berdampak buruk untuknya. "Kenapa? Apa yang kau temukan?" Tanyanya yang mulai terdengar tak sabar. "Cepat beritahu aku!"

Forus mendongak, senyumnya semakin mengembang. "Sebuah harapan."

***

Christopher menatap Alyssa berang.

"Berani membantahku?!" Ucapnya sarkastik.

Alyssa menelan salivanya yang terasa sulit, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokkannya. Keringat dingin membanjiri keningnya, sebisa mungkin dia berusaha terlihat tak gentar sama sekali. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan makhluk busuk yang sudah menyiksanya itu. Tapi tetap saja, tatapan pria di depannya terlalu menusuk hingga terasa telah melubangi jantungnya saat itu juga.

Tangannya bergetar, mencengkram erat belati yang tadi disodorkan Christopher ke arahnya. Entah apa lagi yang ingin pria itu lakukan padanya kali ini.

"Lakukan." Ucap Christopher dingin. "Aku bilang cepat lakukan, bodoh!" Makinya tak sabar.

Alyssa semakin bergetar, sebisa mungkin dia berusaha mati-matian membendung air matanya yang memaksa ingin keluar. Tidak! Tidak boleh. Dia tidak boleh menangis. Menangis hanya akan membuat Christopher semakin di atas angin.

"Apa kau takut?" Christopher tersenyum sinis meremehkan. Alyssa mendongak menatap topeng Christopher nyalang. "Tentu saja tidak! Aku sama sekali tak takut!" Bela Alyssa.

"Lalu, apa yang kau tunggu? Lakukan perintahku sekarang juga! Aku hanya ingin meminta darahmu sedikit saja."

Alyssa menatap Christopher penuh kebencian. Pria di hadapannya ini benar-benar sengaja ingin menyiksanya, entah kesalahan apa yang telah diperbuatnya hingga membuat Christopher sangat membencinya. Dia benar-benar tak tahu.

Secara perlahan, Alyssa mulai menggerakkan belati itu dan mulai mendekatkan ke telapak tangannya. Matanya terpejam merasakan perihnya sayatan benda tajam di pinggir telapak tangannya. Menimbulkan cairan merah yang merembes keluar.

Christopher menyeringai penuh kemenangan, dengan cekatan dia mengeluarkan tabung kaca kecil dan memasukkan darah itu ke dalamnya. "Jika kau melakukannya sejak tadi, ini semua akan terasa lebih mudah."

"Makan makananmu. Seharusnya kau bersyukur, aku sudah mengizinkanmu keluar walau hanya sebatas halaman saja. Setidaknya kau bisa menghirup udara bebas, bukan? Jika kau selalu menuruti perintahku, mungkin aku akan berbaik hati memperpanjang sedikit umurmu, istriku." Ucapnya dengan sedikit penekanan di akhir kata.

"Aku sama sekali tak tahu apa yang telah ku perbuat hingga kau tega melakukan semua ini terhadapku. Jika memang aku salah, aku benar-benar minta maaf."

Christopher menatap datar, matanya semakin menyiratkan kebencian lebih dari sebelumnya. "Kau tak perlu tahu dan aku tak butuh permintaan maafmu! Maaf sama sekali tak menguntungkan buatku."

"Ini bukan masalah peruntungan. Maaf dapat membuat hatimu tenang dan bahagia."

"Mereka bahkan tak pernah mendengarkan permohonan maafku sekalipun aku bersujud. Jadi untuk apa aku harus memaafkan? Lagipula aku sudah tak punya hati, bahkan aku lupa kapan terakhir kalinya merasa bahagia." Kening Christopher terkerut dalam, seolah menerawang masa lalunya.

"Percayalah, kau akan lebih memilih hidup tanpa dendam sama sekali."

"Hentikan ocehanmu sebelum bibirmu aku jahit." Ucap Christopher tenang tapi penuh tekanan.

"Bagus." Merasa Alyssa sudah tak akan berbicara lagi, pria itu lantas bangkit dan berlalu pergi.

Alyssa tersenyum tipis, pria tadi melupakan sesuatu. Alyssa menggenggam erat belati di balik selimutnya. Setelah dia menyayatkan tangannya, diam-diam dirinya menyembunyikan belati itu secara perlahan. Alyssa sengaja mengajak berbicara untuk mengalihkan konsentrasi pria itu sejenak. Dasar setan! Kali ini dia akan membuat serangan balik tak terduga untuk monster itu. Tekatnya dalam hati.

Tbc.

Kayanya ini cerita makin absurd aja dahh :3

The Masked killerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang