MUN; Enam

132 17 2
                                    

Sudah hampir jam 10 malam. Sebagian peserta baik dari chamber Security Council maupun UNESCO sudah mulai turun ke ballroom untuk menghadiri gala dinner sekaligus sebagai penutup dari rangkaian acara MUN hari ini. Red carpet sudah mulai dibanjiri delegasi yang ingin foto-foto.

Lihat perbedaan mereka sewaktu mengikuti chamber dengan penampilan mereka saat ini. Benar-benar mempertontonkan aura yang berkebalikan. Saat ini semuanya santai, terlihat bahagia. Tensi tinggi selama sidang mendadak terlupakan. Satu setengah jam jeda tadi berhasil mengubah nerdies menjadi hotties.

Saat aku mengedarkan pandangan, Aby dan Rama memanggilku.

"Hei Abs, Ram, kalian kelihatan stunning malam ini." Kataku jujur. Yah, setidaknya muka mereka memang terlihat lebih segar bila dibandingkan tadi pagi. Aku yakin mereka sudah siap menggaet seorang gadis untuk berdansa nanti.

Tidak ada tanggapan yang berarti dari keduanya.

"Guys, kalian lihat cewek yang pakai cocktail dress biru tua itu?" seru Aby tiba-tiba, setengah berbisik sembari menunjuk kepada orang yang dimaksud.

"Yup," jawab kami berdua bersamaan. "Itu Azka kan?" tambahku. "Terus?"

"Nggak kenapa-kenapa, nunjuk doang. Nyahahahahaha!" serunya senang. Gembira sekali.

Sebuah jitakan sudah mendarat di kepalanya. Itu hadiah dari Rama. "Dasar aneh!" Aku hanya menggeleng sambil menutup mukaku menahan malu menyaksikan kedua teman dekatku ini berulah. Terutama Aby sih. Ketawanya itu berhasil mengundang perhatian sebagian besar orang di depan ballroom. Aby hanya mengelus kepalanya yang masih agak nyeri sambil nyengir.

Dia tidak malu. Catat itu.

Setelah keadaan dirasa mulai kembali normal, Aby pamit dari hadapan kami. Ternyata dia benar-benar menghampiri Azka. Fakta tentang Azka, sebenarnya dia itu gadis yang menarik. Tubuhnya lumayan tinggi. Dada dan pantatnya berisi.

Hei bukan berarti aku naksir Azka ya!

Hanya saja kedua aset itu kan yang biasanya membuat mata-mata jelalatan para pria teralihkan. Salah satu yang juga terjerat ya si Aby itu. Kulihat mereka sudah mulai berbincang akrab. Aku dan Rama hanya menatapnya takjub.

"Gercep juga tuh anak ya?" Ucap Rama lirih. Aku hanya mengangguk. Rama memalingkan pandangannya padaku. "By the way, kamu juga kelihatan oke loh, Gas."

"Jangan mulai deh, Ram." Wajahku sudah bersemu. Dia ini memang paling pintar menggodaku.

"Hahah, serius kok. Ewan pasti suka."

"HAISH!" aku menusuk pinggang Rama dengan telunjukku, membuatnya bergeser menjauh karena geli.

"Tapi rambut yang sebelah sini kurang rapi," Rama merapikan rambut sebelah kiriku yang tampak mencuat.

"Ram..."

"Nah, sudah beres!" katanya lagi sambil memegang daguku. Menolehkannya ke kanan dan ke kiri memastikan apakah benar sudah rapi.

Telingaku memerah seketika.

"Kalau Shinta di sini dia pasti ngambek, Ram."

"Heheheh." dia terkekeh kecil. Terdengar tidak ikhlas.

Beberapa detik kemudian, tiga orang perempuan datang, bergabung dalam percakapan kami. Mereka adalah Della bersama delegasi Lao DPR dan Myanmar dari chamberku.

"Nah, girls, ini Rama. Rama ini Rosa dan Fio." kata Della memperkenalkan. Ketiganya saling mengulurkan tangan berkenalan satu sama lain. Daripada aku menonton mereka bercakap-cakap, lebih baik aku pergi dari sini. Toh yang mereka butuhkan cuma Rama.

University of Life: MUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang