Gorham's Disease

10.4K 851 27
                                    

Tak berselang lama, Sasuke tiba di rumahnya. Suasana di dalam rumah tampak tenang, namun ada ketegangan yang menyelimuti suasana hatinya. Segera, ia menyadari bahwa sesuatu yang tidak beres telah terjadi. Kamarnya terlihat berantakan, pintu terbuka lebar, dan setiap sudut ruangan seakan berbisik tentang hilangnya Naruto. Jiwanya bergetar dalam kekhawatiran saat ia melangkah masuk.

Dengan penuh rasa curiga, Sasuke mulai mencari-cari di setiap sudut. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan Naruto. Rasa cemas itu semakin menggelora ketika matanya menangkap sebuah ponsel tua berwarna hitam kusam terletak di tengah kasur. Ponsel itu tampak aneh, seolah terabaikan dalam waktu yang lama. Dia meraihnya dengan tangan bergetar, mencoba menemukan petunjuk di dalamnya.

Setelah memeriksa layar ponsel, Sasuke menemukan satu nomor yang tersimpan. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menekan nomor itu. Detak jantungnya semakin cepat saat menunggu suara yang akan menjawab.

"SIAPA KAU! DIMANA NARUTO?" teriaknya, suaranya dipenuhi kemarahan dan keputusasaan.

Di tempat lain, Naruto terbangun dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Kegelapan menyelimuti pandangannya; dia tak mampu melihat apa pun. Ketika kesadarannya perlahan kembali, ia merasakan seluruh anggota tubuhnya tak bisa digerakkan. Bibirnya terikat rapat oleh lakban, tangannya terikat di belakang, sementara kakinya terikat kuat. Rasa sakit menyiksa setiap inci dari tubuhnya. Matanya tertutup rapat, membuatnya terasing dari dunia luar.

"Emm... Emmm," Naruto berusaha mengeluarkan suara, berusaha menggertak ketidakberdayaannya. Pusing menyerang kepalanya akibat efek obat bius yang masih mengendap di tubuhnya. Dia mencoba menggeliat, tetapi kekuatan simpul tali yang mengikatnya terasa terlalu kuat.

Dengan sisa-sisa kekuatannya, Naruto mulai meraba-raba sekeliling. Dia merasakan kehangatan dan kelembutan yang menyentuh kulitnya, memberi petunjuk bahwa ia berada di atas kasur. Semangatnya terjaga sejenak, tetapi setiap usaha untuk bergerak lebih jauh hanya membuatnya terjerat lebih dalam. Tali yang melilit tubuhnya semakin mengencang.

"MMMMMM.....," teriak Naruto, berharap suaranya bisa terdengar oleh seseorang.

Tapi sebaliknya, dia malah menerima tamparan keras yang menghantam pipi kirinya. Tak hanya satu, tetapi serangkaian tamparan yang membuatnya merasakan sakit yang luar biasa. Air matanya mengalir deras, tak bisa ditahan oleh rasa sakit yang mendera.

"DIAM ATAU KAU INGIN AKU MENYIKSAMU LEBIH JAUH LAGI, BOCAH?" suara berat nan dingin menggema di telinga Naruto.

Kepanikan melanda dirinya. Dia merindukan Sasuke, berharap agar sahabatnya segera datang menolongnya dari cengkeraman kegelapan ini.

Kembali ke sisi lain, Sasuke tidak bisa menemukan jejak apapun dari pelayan kesayangannya. Dengan sabar dan gelisah, dia terus menekan tombol di ponsel, mencoba menghubungi semua orang yang mungkin bisa membantunya.

10 menit berlalu, lalu 20 menit, satu jam, dan kini lebih dari 4 jam sejak penculikan Naruto. Sasuke merasa putus asa. Amarah membakar dadanya, ingin meledak dalam bentuk tindakan. Saat ia hampir membanting handphone silver miliknya ke lantai, tiba-tiba, suara deringan memecah keheningan.

Dering itu bukan berasal dari ponsel miliknya. Melainkan dari ponsel tua yang ditemukan di kamarnya.

"Unknown Calling," tulis layar handphone, membuat jantung Sasuke berdebar keras. Dengan cepat, ia mengangkatnya.

Pada awalnya, hanya keheningan yang menyelimuti percakapan itu. Sasuke menunggu dengan napas tertahan, hingga kemudian terdengar cekikikan yang sangat menjengkelkan.

"APA MAUMU?" teriak Sasuke, suaranya memuncak penuh amarah.

"Hihihihihihihihi...." tawa tersebut semakin membuat darahnya mendidih.

"BERHENTILAH TERTAWA ATAU ITU AKAN MENJADI TAWA TERAKHIRMU," ucap Sasuke, berusaha tetap tenang meskipun kemarahan menggelora di dalam dirinya.

Keheningan kembali mengisi ruang sebelum suara serak menjawab. "Aku tak ingin apapun."

"APA?" Sasuke bingung.

"Aku hanya ingin pelayanmu........MATI," suara itu menekankan kata 'mati' dengan penuh kebencian.

Tak ada senyum di bibir Sasuke, hanya amarah yang memuncak. "KATAKAN KEINGINANMU ATAU AKU AKAN BENAR-BENAR MEMBUNUHMU!!!!!"

Suara itu kembali terdengar, namun kali ini terputus oleh keheningan yang mencekam.

"Baiklah... aku akan mengembalikan pelayanmu. Tapi dengan satu syarat....."

"Apa itu?" tanya Sasuke, jari-jarinya mengetuk meja dengan gelisah.

"Sederhana saja. Kau hanya perlu temukan kami kurang dari 4 jam. Mudah, bukan?"

"APA? KAU GILA?" amarah Sasuke tak bisa lagi ditahan.

"Hhihihihihihi.... jika kau tak bisa temukan kami dalam waktu 4 jam, maka pelayanmu akan mati."

"Jangan berani..." tapi belum sempat Sasuke melanjutkan, suara itu terputus.

"AAAAAAAAAKKKKKK...." dibantingnya ponsel itu ke lantai dengan penuh kemarahan.

Kemarahan yang mengalir dalam dirinya adalah kombinasi dari ketakutan dan keputusasaan. Ia melihat ke ponsel yang hancur, merasakan ketidakberdayaan yang menghimpitnya. Tanpa sengaja, pandangannya tertuju pada bagian dalam ponsel yang rusak. Dia melihat secarik kertas tertempel di sana.

GORHAM'S DISEASE

Teks itu menghantam pikirannya seperti palu. Dia segera mengambil ponsel miliknya dan menelpon seorang rekan.

"Hn"

"Ada apa, Sasuke-sama?" suara di ujung telepon menjawab.

"Temui aku di rumah."

"Baik."

"Oya, coba kau cari semua tentang Gorham's Disease."

"Baik."

Sasuke memutuskan teleponnya, berharap informasi yang tepat bisa membawanya lebih dekat untuk menyelamatkan Naruto.

Menit berganti menit, keheningan terus menyelimuti tempat di mana Naruto terkurung. Namun, perlahan tapi pasti, udara terasa semakin dingin. Naruto merasa ada sesuatu yang tidak beres, meski ia tak bisa melihat apa yang terjadi.

Tanpa peringatan, sebuah tarikan keras membuatnya terhempas dari ranjang ke lantai. Rasa sakit menjalar dari punggungnya, dan ia tak bisa menahan teriakan.

"AAAARRRGHHH...!" teriak Naruto, merasakan setiap gesekan kulitnya dengan lantai yang kasar. Rasa sakit dari tali yang mengikat tubuhnya semakin memperburuk keadaan. Ia tak berdaya, hanya bisa terisak.

"Sasuke....." teriakan itu meluncur keluar dari mulutnya, dipenuhi harapan yang nyaris padam.

Kepedihan penyesalan menyergap hatinya. "Maafkan aku, Sasuke. Seharusnya aku mendengarkan ucapanmu. Maafkan aku..." hanya kalimat itu yang terucap, berulang kali.

Rasa lelah menguasai tubuhnya. Setelah entah berapa lama diseret, tubuhnya sudah melemah. Sampai kemudian, tarikan itu berhenti sejenak. Di antara ketegangan, ia merasakan gerakan yang tidak biasa, seolah dibawa ke tempat lain.

Tiba-tiba, Naruto mendengar suara mesin yang berderu, mengindikasikan bahwa dia sedang dipindahkan ke suatu tempat. Gerakan itu berhenti, dan langkah-langkah seseorang mendekatinya.

Satu per satu, matanya yang sebelumnya tertutup rapat kini dipaksa terbuka. Dengan kesulitan, ia mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyilaukan. Begitu pandangannya jernih, mulut Naruto ternganga lebar, tak percaya dengan siapa dia berhadapan.

"KAU?"

Please Untie Me .....Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang