Rantai Tak Terlihat

6.6K 435 53
                                    

POV Naruto

Mataku terasa sangat berat, seolah ada beban tak tertahankan yang menghalangiku untuk membukanya. Rasa sakit yang menyiksa di kepalaku seperti gelombang yang menghantam keras, membuatku tak berdaya. Di dalam kegelapan yang mengelilingi pikiranku, aku berusaha untuk bangkit, namun setiap gerakan hanya menambah rasa sakit yang berdenyut-denyut. Tulang-tulangku seolah kehilangan kekuatan, tak mampu lagi menyokong berat tubuhku.

Kuhembuskan napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diriku sendiri. Detak jantungku berdegup kencang, seperti ketukan gendang perang yang menggema di telingaku. "Oh Tuhan, apa yang telah terjadi padaku?" pikirku, menatap langit-langit kamarku yang samar-samar terlihat.

Kamar ini, tempatku terbangun, sepertinya sudah akrab bagiku. Namun, saat ini, semua terasa begitu asing dan menakutkan. Rasa takut merayap ke dalam jiwaku, mencengkeramku dengan erat. Kulihat ke bawah dan mendapati kedua kakiku terjerat rantai yang dingin, menyadarkanku pada kenyataan pahit bahwa aku tidak lagi bebas.

Aku tahu siapa yang melakukan semua ini. Dia adalah orang yang kejam dan tidak mengenal ampun. Namun, pertanyaannya menghantui pikiranku: "Mengapa dia melakukan hal mengerikan ini padaku?" Apakah salahku hanya karena menemui Jugo? Hanya itu? Rasanya tak mungkin sesederhana itu. Pasti ada alasan di balik semua kekacauan ini.

Entah sudah berapa banyak air mata yang mengalir dari sudut mataku. Setiap tetesnya terasa seperti jarum yang menusuk jiwaku, menambah rasa sakit di dalam hati. "Sasu...." sebut namanya, harap-harap cemas.

Kaget, aku tersentak saat mendengar suara rendah Sasuke. Tak kusadari dia sudah berdiri di ambang pintu kamar, menyaksikanku dalam keadaanku yang memprihatinkan. Senyum lembutnya tampak mencolok di antara bayang-bayang ketakutanku. Dengan langkah santai, dia mendekat, membawa nampan berisi makanan yang beraroma menggugah selera.

Dia duduk di sampingku, dengan penuh perhatian meletakkan nampan di meja dekat kasurku. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya, tangannya berusaha menyentuh wajahku. Namun, tanpa sadar, aku menepisnya pelan, berusaha menjauh darinya.

Seluruh tubuhku bergetar ketakutan, tetapi entah dari mana datangnya keberanian itu, aku melawan instingku untuk menyambutnya. Di satu sisi, aku tahu apa yang kulakukan hanya akan menambah kemarahannya, tetapi di sisi lain, rasa takut ini mendorongku untuk melindungi diri.

"Kau masih marah padaku?" tanya Sasuke, suaranya lembut, tetapi ada ketegangan yang tidak bisa aku abaikan.

Tangannya kembali menyentuh wajahku, dan untuk sejenak, rasa dingin yang menyentuh kulitku membuatku ragu. Tatapan sendu yang dia berikan seolah menembus dinding ketakutanku, menghangatkan hatiku yang beku.

Air mata kembali mengalir, dan aku bingung. Apa yang harus kukatakan padanya? Marah karena dia memukulku? Marah karena dia mengancam Jugo? Atau mungkin marah karena aku terjebak dalam permainan ini?

"Maafkan aku, Naru," katanya, dan jantungku berdegup kencang. Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Dia meminta maaf? Apakah dia sudah gila atau mungkin sedang sakit?

Seakan tahu pikiranku, dia perlahan mengecup keningku. Kecupan lembutnya berlanjut ke bibirku, dan saat itu, semua rasa sakit dan ketakutan seolah menguap. Aku hanya bisa memejamkan mata, terjebak dalam momen itu, menikmati setiap sentuhannya.

Saat kutatap wajahnya kembali, senyuman yang terlukis di bibirnya mencerminkan penyesalan yang mendalam. "Aku tahu apa yang kulakukan itu salah. Aku benar-benar menyesal telah memukulmu, Naru," ucapnya dengan nada yang menggugah empati.

"Mengapa kau lakukan itu padaku, Sasuke?" tanyaku, berusaha mencari penjelasan yang masuk akal.

"Kau tahu aku sangat mencintaimu. Aku takut kehilanganmu, Naru," ujarnya, menggenggam tanganku dengan erat, matanya penuh harap dan kesedihan.

"Kau seolah berubah," kataku, merasa bingung dengan pernyataannya.

"Aku berubah?????" Sasuke tampak bingung, seolah tidak percaya dengan kata-kataku.

"Ya, kau berubah."

"Aku tak pernah berubah!" Suaranya meninggi, dan merindinglah kulitku. Rasa takut merayap kembali, mengingat kejadian kemarin.

Meskipun dia berusaha menahan emosinya, aku bisa melihat kemarahan di matanya yang dalam. "Kau harus tahu jika kau milikku. Tak seorang pun di muka bumi ini yang boleh memilikimu. Kau mengerti?"

"KAU MENGERTI KAN, NARUTO?" Suaranya semakin menekan, seolah ada ancaman tersembunyi di balik kata-katanya.

Aku tahu ini bisa menjadi masalah jika aku menentangnya. Kuanggukkan kepalaku, mengiyakan apa yang dia katakan.

"BAGUS." Dikecupnya lagi keningku, lembut dan penuh ketulusan.

"Oya, jika kau bertanya mengapa aku merantaimu, aku akan menjawabnya besok pagi. Aku akan datang lagi dan membawakanmu hadiah. Hadiah yang tak akan pernah kau lupakan, sayang."

Dia beranjak dari ranjangku, melangkah menuju pintu dengan senyuman yang menyisakan banyak pertanyaan di dalam hatiku.

Hatiku bergejolak. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Hadiah apa yang dia maksud? Kegelapan menyelimutiku, dan aku merasa semakin terperangkap dalam permainan berbahaya ini.

Please Untie Me .....Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang