BAB 01
*WARNING: Bab ini mengandung kurang lebih 1500 kata*
Masih tiga puluh menit sebelum bel masuk berbunyi, gadis bertubuh jangkung itu sudah tiba di sekolah. Sesegera mungkin ia menuju ke koridor utama sekolah yang berada di belakang tiang bendera. Hari ini adalah tahun ajaran baru. Khusus anak kelas 10 yang naik ke kelas 11, mereka harus menuju ke koridor dulu untuk mengetahui kelas barunya. Karena itu ia rela berangkat pagi demi menghindari berdesakkan saat di depan papan majalah dinding.
Saat kelas 10, mereka diminta untuk memilih lintas minat. Bagi yang jurusannya IPA, mereka bisa memilih salah satu lintas minat; Ekonomi atau Geografi. Bagi yang jurusannya IPS, mereka bisa memilih mengambil lintas minat Matematika atau Biologi. Pilihan mereka kelak yang menentukkan kelas baru mereka. Kelas itulah yang akan bersama mereka sampai lulus.
SMA Bima Sakti punya cara sendiri untuk menentukan kelas para siswa kelas 11. Entah itu berdasarkan lintas minat mereka atau nilai mereka. Atau mungkin faktor lainnya. Hal itu tidak dapat diketahui dengan jelas oleh siswanya. Yang jelas, banyak siswa yang tidak mendapatkan kelas yang sama seperti dulu.
"Yah, kita gak bareng lagi."
"Sial. Gue sekelas sama Bimo."
"Asiik! Sekelas sama pacar aku!"
"Ih, kamu enak banget sekelas sama Bayu."
Rupanya di depan papan mading sudah terdapat beberapa siswa. Yah, tapi beruntung jumlahnya tidak membuat Kaya harus berdesakkan mencari kelasnya.
Butuh waktu sekiranya dua menit untuk Kaya menemukan namanya dalam daftar. Setelah itu, tanpa basa-basi ia bergegas menuju ke lantai dua, lantai yang berisi kelas 11 saja.
Sepanjang perjalanan, Kaya membisu. Ia cukup sedih setelah mengetahui teman dekatnya tidak sekelas dengannya. Perasaan aneh muncul begitu saja. Ia merasa kembali menjadi murid baru seperti setahun silam. Berjalan di koridor dengan kaku dan dalam hati hanya bisa berharap bahwa ia bisa berbaur dengan kelas barunya.
Dari kejauhan, ia bisa melihat papan kayu berwarna biru bertuliskan 11 IPA 3 dengan cat warna putih. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Tangannya yang mengeluarkan keringat dingin meremas-remas rok abu-abunya. Ia tidak suka perasaan yang dirasakannya sekarang.
Perasaan takut apabila tidak bisa berbaur dan berakhir menjadi seorang pecundang.
"Kaya?! Kamu masuk kelas ini juga?!" tanya seorang gadis berambut sebahu dengan mata sipit yang muncul secara tiba-tiba di hadapannya ketika Kaya hendak masuk ke dalam kelas. "Wah, kamu emang nggak bisa lepas sama masker, ya. Eh, ayo, ayo, duduk sebelahku!" ajaknya, bahkan Kaya belum sempat menjawab pertanyaan gadis itu.
Kaya membiarkan lengannya ditarik oleh Putri menuju bangku di barisan kedua dari depan, di sebelah bangkunya. Putri merupakan teman sekelasnya saat kelas 10. Kaya pernah berbicara dengannya, tapi tidak sesering dia berbicara dengan teman dekatnya. Gadis bertubuh mungil itu merupakan anggota MPK. Dia sangat baik, ceria, dan supel. Dia selalu menyapa hangat setiap orang yang berpapasan dengannya, baik yang sudah dekat maupun yang hanya kenal saja. Kaya senang banget ketika bertemu dengan Putri.
Mereka berdua pun mengobrol sampai bel masuk terdengar. Kaya sempat menebar pandangan ke setiap sudut kelasnya, menatap sekilas teman kelas barunya yang masih sangat asing baginya. Sesekali Putri mengenalkan teman perempuan yang dikenalnya kepada Kaya.
Lalu, secara bersamaan semua mata tertuju kepada seorang wanita paruh baya dengan memakai seragam guru masuk ke dalam kelas. Guru itu terlihat sangat muda dan fresh. Ditambah parasnya yang lumayan memikat dan tubuhnya yang berlekuk seksi membuat anak-anak kelas, terutama para kaum adam, antusias. Kaya belum pernah melihat guru muda itu. "Selamat pagi, IPA tiga," sapanya, ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masked Girl
Teen FictionKaya selalu menutupi identitas dirinya-terutama wajahnya- dari perhatian orang sekitarnya dengan masker. Khususnya media massa. Ia sangat tidak suka dengan wajahnya. Namun, makin kesini, ia makin tidak betah menggunakan masker tiap kali keluar rumah...