BAB 07
"Lo ada apa sama Juna?"
Hari ini hari Minggu. Dan masih pukul 9 pagi. Sehabis sholat subuh niatnya Kaya mau tidur lagi sampe siang tapi malah terbangun lebih awal karena kedatangan Dira yang tiba-tiba. Kaya yang baru turun dari ranjangnya ke karpet halus di bawahnya itu menatap Dira tanpa ekspresi.
"Hah...?"
Dira duduk di hadapan Kaya. Ia menepuk dua pipi Kaya berkali-kali agar sahabatnya itu benar-benar bangun. Hampir setiap hari libur Dira main ke rumah Kaya, selain karena rumah mereka dekat, Dira juga merasa kasihan.
Kaya adalah anak tunggal. Ia selalu tinggal di rumah dengan dua tingkat itu bersama Bi Inah—pembantu rumah tangga—dan Pak Baba—tukang kebun. Ayah Kaya sudah tidak tinggal bersamanya karena ia sudah bercerai dengan Mama Kaya. Sedangkan Mamanya sibuk bekerja dan jarang pulang. Sekalipun pulang, Kaya jarang bertemu dengannya karena Mamanya selalu pulang larut malam dan sudah berangkat pagi-pagi sekali. Jadwal kerjanya sungguh padat.
"Hah heh hah hoh. Bangun looo!" Dira lagi-lagi menepuk dua pipi Kaya. Ia sudah biasa melihat wajah asli Kaya dan temannya itu juga sudah merasa aman apabila tidak memakai masker saat bersama Dira. "Lo kemarin habis malem mingguan sama siapaaaa? Kok lo nggak ceritaaa, sih?"
"Dir, Dir, udah. Sakit," keluh Kaya sambil menutupi pipinya. Ia mengerjap beberapa kali dulu baru menjawab, "Kemarin... gue pergi sama Juna."
"Ngapain? Katanya, lo nggak ada apa-apa sama dia?"
"Iya emang nggak ada apa-apa, Dir. 'Kan udah gue bilangin kalau gue sama dia itu cuma temen sebangku. Nah, hari ini adeknya ultah. Jadi kemarin dia minta tolong gue bantuin nyari kado."
"Terus yang di cafe?"
Kaya terbelalak. "Lho, kok lo tau?"
"Fendi upload snapgram yang isinya foto lo lagi ngomongan sama Juna kayak di cafe gitulah. Efyei, Fendi sama Gagas—sobat karibnya si Juna—itu sekelas sama gue."
"Terus?"
"Lo tau ga, caption-nya bener-bener sebuah pencetus gosip. Tulisannya gini, 'malam minggu keluar bareng, kalian beneran cuma temen sebangku?' siap-siap lo jadi bahan pembicaraan, Kay. Secara yang nge-fans Juna tuh banyak, termasuk gue. "
"Yastaga, Fendi," gumam Kaya sambil menepuk dahinya. "Etapi 'kan gue pake masker. Nggak banyak lah yang tau kalau itu gue."
"Lha kalau orang-orang pada nanya ke anak kelas lo, 'temen sebangku Juna yang mana sih?' terus pada jawab, 'itu lho Kaya, cewek yang pake masker terus.' Gimana? 'kan sama aja."
Kaya menghentakkan napas keras. "Ah, mampus gue." Ia tiba-tiba malas memikirkan menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Wajahnya terbongkar saja ia benci, apalagi jadi bahan pembicaraan. Tiba-tiba Kaya teringat sesuatu. "Dir, lo 'kan stalker kelas kakap. Mestinya tau banyak soal anak hitz gitu 'kan. Nah, lo tau gak Juna sama Azzam itu ada apa?"
Dira menatap langit-langit kamar, seakan mencoba mengingat sesuatu. "Yang gue denger, mereka dulu sahabatan. Terus entah kenapa tiba-tiba jauhan gitu. Banyak yang bilang sih masalah cewek tapi gue juga nggak tahu pasti," jelasnya. "Eh, Kay. Nggak sibuk 'kan? Main yuk habis ini?"
***
Keesokan harinya.
Seperti biasa, kelas lengang ketika tiba waktunya untuk istirahat. Sejak pagi, Kaya terserang sakit perut yang menyebalkan. Sepertinya bentar lagi gilirannya datang. Ia menjadi malas kemana-mana dan hanya diam memeluk perutnya sambil menaruh kepalanya di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masked Girl
Teen FictionKaya selalu menutupi identitas dirinya-terutama wajahnya- dari perhatian orang sekitarnya dengan masker. Khususnya media massa. Ia sangat tidak suka dengan wajahnya. Namun, makin kesini, ia makin tidak betah menggunakan masker tiap kali keluar rumah...