Don't cry because it's over

276 26 1
                                    

Aku mengacak-acak rambutku frustasi begitu aku tahu bahwa sudah lebih dari 3 minggu, Zee tak lagi mengirimkan bukunya ke rumahku.

Walaupun kali ini aku sedang tak berada di rumahk. Namun,  aku menyuruh orang untuk mengecek kotak surat ku setiap hari, sayangnya orang itu berkata kalau tak ada surat atau pun paket yang mengisinya.

Aku mendengus kesal memikirkan hal itu. Apa jangan-jangan ia telah bosan? Apa dia sudah menemukan pria baru di hidupnya?
Sekelebat pikiran jelek terus menyusuri kepalaku.  "Atur mukamu." Nash melayangkan sebuah bantal ke arah wajahku. Aku memutar bola mataku kesal ke arahnya. "Mau mu apa sih?" Pekikku kesal.

"Chill , Ger. Tak usah emosi begitu." Balas Nash sambil tersenyum menunjukan barisan giginya yang putih dan rapih. "Sudah lah kalian tak perlu bertengkar."ujar  Lily dengan lembut berusaha memecah suasana.

Ku alihkan perhatianku ke layar handphoneku. Sebetulnya aku tak melakukan apa-apa, hanya berusaha agar mereka kembali mengabaikanku karena aku sekarang sedang tak ingin di usik.

"Aku tak tahu kalau pria bisa pms." Beo Nash sambil meninggalkan ruangan dengan seulas senyuman mengejek ke arahku. Namun aku hanya menghiraukannya karena memang aku sedang tak ingin melayani candaannya.

Aku melirik dari ekor mataku memastikan ke dua manusia yang berada tak jauh dariku tidak sedang memperhatikan tingkahku.

Kedua manusia itu,maksudku Dane dan Lily tampak cuek menyantap makanannya tanpa babibubebo seperti yang di lakukan Nash. Aku menghela nafas lega setidaknya sekarang akan jauh lebih tenang.

"By the way, apa kau jadi pms seperti ini karena Zee belum mengirimkan paketnya?" Dane sukses memecah keheningan dengan kalimat pertanyaannya. Aku menoleh ke arah Dane sambil merengut kesal, bak seorang singa yang merasa daerah kekuasaanya sedang di usik.

"Hei santai saja, aku hanya bertanya." Pekik Dane begitu menyadari kalau ia bisa saja bernasib sama seperti Nash setelah melihat reaksiku. Aku menghembuskan napas pajang.

"Mungkin ia tengah menyiapkan cerita yang menarik untukmu, maksudku yang jauh lebih menarik dari sebelumnya. Jadi tentunya itu pasti memerlukan waktu yang panjang tak mungkinkan kalau ia mengirimkan jalan cerita monoton setiap bulannya." Sela Lily yang masih fokus dengan makan malamnya. Ia tak sekalipun melirik ke arahku ataupun Dane saat berbicara.

"Mungkin." Ujar Dane menaikan bahunya seperti sedang menimpali Lily.

"Sudahlah aku lelah... besok kita akan kembali kan ke amsterdam? Maksudku... tidak akan ada jadwal lain?"

Dane meraih ponselnya, kemudian kembali menatapku diiringi dengan anggukan. "Kau yakin tak ingin makan?" Tanyanya.

Aku menggelengkan kepalaku. "Aku hanya lelah bukan lapar." Ujarku. Dane mengangguk mengerti, tentu saja ia mengerti mana ada manusia yang tak lelah begitu menjalani jadwal pekerjaan seperti yang kumiliki. Pagi di New York, siang di LA , dan sekarang malam hari aku sudah berada di Toronto. Badanku sudah remuk tak kuat jika aku harus kembali menjalani jadwal gila ini. Sudah tak terhitung berapa banyak aku muntah karena lelah sejak aku memulai karirku sebagai seorang DJ profesional.

"Tidurlah, besok pagi-pagi sekali kita akan ke terbang ke mexico setelah ith baru pulang."

Aku mengerucutkan bibirku kesal." Sudah jangan bahas pekerjaan lagi,aku rasanya mau muntah."

6 Ways To Find Z ( Martin Garrix fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang