8

8.3K 121 2
                                    

Satu bulan kini telah berlalu.
Kedua pasangan arka dan olivia rupanya masih saja bersikap sama seperti hari-hari sebelumnya. Namun sikap mereka kini cukup serius. Mungkin karna ancaman dari sang papah, juga sebuah perjanjian yang telah mereka sepakati sebelumnya.

"Jadi gimana tres? Hasilnya apa?" Arka bertanya dengan santainya.

Sosok olivia yang baru saja keluar dari kamar mandi itu hanya menunduk memasang wajah cemas.

"Hasilnya apaan sih? Sini coba gue lihat!" tiba-tiba arka langsung merebut sebuah benda putih kecil yang tengah olivia pegang.

"Isssh arka balikin!" Olivia berdecak kesal. Namun sama sekali olivia tidak menghiraukan.

"Ini maksudnya apa sih? Gue gak ngerti?
Ini cara gunainnya gimana tres?" Arka membolak-balikkan benda berwarna putih tersebut. Benda yang diketahui sebuah alat tes kehamilan atau tespact.

"Udah deh sini'in! Lo tuh kalau gak ngerti gak usah so ngerti makanya!" Olivia merebut balik tespact tersebut.

"Tapi gue lihat cuma ada satu garis merah. Berati lo gak hamil dong?" bidik arka rupanya mengerti akan hasil yang keluar.

Olivia hanya diam. Memandang dengan kesal benda ditangannya itu.

"Waah.. Berati bakalan ada malam kedua nih tres.. Apa lo udah siap?" bibir arka tiba-tiba tersenyum nakal. Ia menyenggol pelan lengan olivia dengan sebelah alis yang ia naik-turunkan.

Lagi-lagi olivia hanya diam. Ia menoleh menatap arka sekilas dengan raut wajah penuh kesedihan.

"Udaah, gak perlu so dramatis gitu deh.
Lo masih inget sama perjanjian kita kan?
Mau cepet kuliah lagi gak?
Kalau mau yaa, berati mau gak mau lo haruuu..."

"Apa gak ada cara lain buat bikin gue hamil selain lo nyentuh gue?" Olivia bertanya dengan polosnya.

"Hah? Maksud lo?" kedua bola mata arka hampir saja meloncat keluar dari tempatnya.

"Yaa, maksud gue. Lo gak perlu sentuh gue lagi..
Sumpah demi apapun gue gak akan pernah mau lo sentuh untuk kedua kalinya. Gue gak akan pernah sudi yah!" jelas olivia ketus.

"Trus? Lo fikir lo bisa langsung hamil dan kasih nyokap bokap anak gitu tanpa gue sentuh dulu?
Otak lo dimana sih? Calon sarjana ko bisa sampe mikir kayak gitu?
Dasar stres."

"Isssh! Lo tuh bisa gak sih sehari aja gak bilang gue stres?
Gue tuh udah hampir GILA tau gak gara-gara lo!" Olivia berecak sebal. Raut wajahnya seketika berubah menjadi sedih. Ia kemudian berlalu keluar dari kamarnya meninggalkan arka.

"Yaah gue salah lagi.
Lo tuh bener-bener aneh tau gak.
Pengen cepet hamil, tapi gak mau gue sentuh. Padahal kan gue pengeen Eh, maksudnya.. Emh, ahh namanya juga cowok. Pasti gak akan nyia-nyiain kesempatan emas kayak gitu.
Lagian olivia istri gue. Harusnya udah kewajiban dia buat melayani gue.
Meskipun gue gak cinta sama dia. Tapi kalau dikasih kenikmatan, siapa sih yang mau nolak? Haha.." Arka berucap sendiri, tertawa sendiri, dan bergumam sendiri. Fikirannya memang sangat manusiawi.
Lelaki mana yang tidak akan bersikap seperti itu pada istrinya. Apalagi saat kedua orang tua menuntutnya untuk segera memberikan mereka cucu.
Jadi, mau tidak mau. Suka tidak suka. Olivia dan arkaa harus tetap melakukannya meski penuh dengan keterpaksaan.

**
"Apaan coba kayak gini? Masa hasilnya malah dua garis? Kenapa gak satu aja coba? Kalau satu kan gue jadi gak perlu takut, dan tentunya gak perlu disentuh sama cowok gila itu lagi.
Isssh nyebelin banget sih!!" kini olivia rupanya tengah ngedumel sendiri. Marah-marah sendiri menyalahkan alat tes kehamilan yang membuatnya semakin gila itu.

Olivia duduk dibibir tempat tidurnya. Setelah ia keluar dari kamarnya tadi, ternyata ia malah balik lagi, sedangkan arka entah berada dimana karna tidak terlihat batang hidungnya disana.

"Satu. Mau gak mau, suka gak suka, lo harus hamil. Dan itu harus anak gue. Karna itu juga permintaan nyokap bokap kita bersama.
Dua. Lo juga harus bisa rawat dan jagain anak itu nanti kalau lo udah hamil.
Tiga, lo harus.."

"Aaaarrgghhh!! Eerrrrrr arka GILAaaaaaa!!
Gue gak mau gue gak mauuuu!!!" tiba-tiba olivia berteriak histeris saat mengingat perjanjian konyolnya bersama arka yang sudah disepakatinya satu bulan lalu.

"Perjanjian apaan sih itu?
Hiks, mamaah.. Oliv mau pulang.. Oliv mau pulang maah.. Oliv mau pulaang.. Hiks." Oliv berujar lirih terisak.

"Arka kejam! Papah juga lebih kejam!
Kalian itu gak punya perasaan.
Masa depan oliv jadi benar-benar hancur maah..
Mamah ayo tolong oliv, tolong oliv maah.. Oliva gak betah disini.. Hiks." Olivia terus terisak menangis meski tidak mengeluarkan air mata.

"Haduuhh.. Lo tuh terbuat dari apaan sih?
Gue masuk kamar, lo malah keluar. Gue nyari lo keluar, lo malah masuk lagi kesini.
Lo tuh bikin gue kelenger tau gak!" tiba-tiba arka sudah berdiri diambang pintu.

Olivia hanya menoleh sekilas dengan ekspresi sedih tanpa air matanya.

"Lo kenapa? Tumben lo diem? Sakit gigi yah?" ceplos arka polos. Ia berjalan mendekat menghampiri olivia..

"Gue lagi gak mood buat becanda.
Udah deh mending lo keluar aja!
Gue lagi stres gara-gara alat tes kehamilan itu, gue BENCI tau gak! Apalagi sama elo!" ketus olivia kesal. Ia memalingkan wajahnya tanpa mau menatap arka lagi.

Arka hanya tersenyum. Pandangannya menangkap benda berwarna putih yang oliviaa lempar kesembarang tempat tadi.
Arka memungutnya. Mengambilnya dengan ekspresi datar.

"Ini ko bisa dua garis tres yang merahnya?" Bisma menatap lekat penuh keheranan dua strip merah pada tespact tersebut.

"Nah itu dia, makanya gue benci sama lo!
Kenapa coba harus dua garis yang muncul? Kenapa gak satu garis aja?
Gue kan gak mau kalau harus lo sentuh lagi, gue GAK MAU arka!" cerocos oliva masih saja dipenuhi emosi.

"GLEK!" Arka menelan ludahnya kasar.

"Ini yang salah tespectnya atau otak oliv sih?" fikirnya bingung.

"Heh! Ngapain lo bengong? Lo lagi gak mikir yang negatif kan sama gue? Otak lo lagi gak ngerencanain sesuatu buat gue kan?" tegur olivia masih saja ketus.

"PLETAK!!"

Alhasil satu jitakan mulus tiba-tiba arka daratkan diatas kepalanya.

"Ko eloo?"

"Lo tuh sebenernya lulusan apa sih?
Lo ngerti kan cara gunain alat ini gimana?
Lo gak cuma asal nyelupin aja kan?
Atau jangan-jangan lo celupin alatnya kedalam bak mandi? Atau mungkin kedalam kloset. Iya hemm?" cerocos arka greget.

"Ya gue celupin keair pipis gue lah, masa kedalam kloset. Gila lo!"

"Nah trus? Lo ngerti sama dua garis merah ini?
Lo baca petunjuk dan genunaan serta maksud dari garis ini kan?"

Olivia menggeleng, tapi kemudian ia mengangguk, menggeleng lagi.

"Haduhhh.. Ya Tuhaaan... Lama-lama gue jitak lagi juga dah nih cewek!
Stresnya bener-bener udah stadium akhir." Arka mengusap wajahnya menahan marah.

"Lo kenapa sih ar?
Emangnya ada yang salah yah sama tuh alat?" Olivia bertanya polos. Hampir saja arka hendak mendaratkan jitakan ala shinchan dikepalanya.

"Lo tau gak kalau di garis merah yang muncul itu artinya apa?"

Olivia menggeleng. "Emang artinya apa?" tanyanya balik.

"Itu artinya lo hamil liv, Ha-MIL! Ngerti?"

"HAH? ko bisa?"

"Ya bisalah.."

"Trus ko lo bisa tahu? Tadi bukannya lo gak ngerti?"

"Kan gue abis baca petunjuknya tadi. Jadi ya gue ngerti.. Lagian tadi cuma satu garis mungkin karna belum kelihatan. Dan sekarang udah jelas banget dua garis..."

"Serius? T..tapi?
Huaaaaaaaa...!!
Gue gak mau, gue gak mauuu arka, gue gak mauuu...!!!"

"Dih? Ko jadi gini sih?" Arka bergidik bingung.

promise of love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang