Wahai luka yang mengering
Mengapa masih terasa nyeri
Kala namanya terbawa angin...?
------------------------------------------------------------------
"KALO kita punya sahabat, terus sahabat kita itu senang sama cowok, tapi kita tahu cowok itu tukang bo'ong. Kita bilangin nggak sama sahabat kita?" Adinda memulai ceritanya.
"Iya. Harus, dong!" sahut Ayunda cepat. "Sebelum segalanya terlanjur, kita harus mencegahnya lebih dulu!"
Adinda menghela napas. Berat sekali tampaknya.
Ayunda mengerutkan kening. Dia mulai berpikir dan menebak-nebak arah pembicaraan Adinda.
"Intan?"
Dinda menatap wajah kakaknya sendu. Dia tak pernah bisa menyembunyikan apapun dari Yunda. Lemah dia mengangguk.
"Itulah kesalahanku yang utama, Nda. Ketika cowok itu mendekati Intan, mestinya Adin memperingatkannya. Tapi Adin cuma tutup mulut. Abis Adin nggak tega, Intan kayaknya sangat menyukainya. Dia kelihatan bahagia. Adin nggak sampe hati ngerusak kebahagiaan itu. Adin cuma bisa berdoa, semoga cowok itu telah insyaf dan benar-benar menyayangi Intan dengan tulus. Tidak cuma ingin mempermainkannya.
Tapi harapan Adin tidak dikabulkan. Cowok itu meninggalkan Intan. Menggoreskan luka dalam hatinya yang polos. Intan guncang. Untung saja Adin berhasil mengobarkan kembali semangat. Karena Adin merasa menyesal, Adin merasa berdosa. Adin merasa turut andil dengan terlukanya Intan."
Adinda terdiam. Mengambil gelas tehnya, dan meneguknya. Mungkin dia merasa tenggorokannya kering.
"Kini, setelah luka Intan mulai sembuh, cowok itu kembali datang dengan topeng kepalsuannya. Dia kembali mendekati Intan berbekal sejuta kata maaf dan sesal. Nggak salah kan bila kali ini Adin mati-matian memperingatkan Intan? Adin nggak mau untuk kedua kalinya cowok itu melukai Intan. Tapi kayaknya Intan sudah terbius kata-kata berbisa cowok itu. Dia terlanjur menyukai cowok itu. Dia lebih mempercayai kata-kata cowok itu daripada Adin.
Bahkan ketika tersebar fitnah, Adin menghalangi hubungan Intan dengan cowok itu karena Adin juga menyukai cowok itu, Intan percaya saja. Ah, Yunda! Bisa bayangkan gimana perasaan Adin? Maksud baik Adin malah dibalas prasangka buruk yang menyakitkan."
Ayunda melangkah mendekati adiknya. Dia duduk di sampingnya. Dipegangnya bahu Adinda dengan hati-hati. Dia lihat mata itu berkaca-kaca. Dia pun mengerti, di balik kaca bening itu tersimpan gejolak perasaan yang sulit dikendalikan. Itulah adiknya, sangat emosional.
"Apakah Adin yakin cowok itu akan kembali melukai Intan? Apakah tidak mungkin cowok itu benar-benar insyaf dan menyesali kesalahannya? Bukankah tidak ada manusia yang sempurna? Pasti ada salah dan khilafnya. Intan benar, ingin memberi kesempatan pada cowok itu untuk memperbaiki kesalahannya."
Adinda berbalik, balas menatap Ayunda. Matanya menyala tanda menyimpan amarah dan dendam. Kelihatanlah watak asli Adinda.
"Maaf? Insyaf?" Adinda tersenyum sinis. "Adakah kata-kata itu mempunyai arti bila diucapkan oleh seorang Yoga?"
Ayunda terkesiap. Dia sama sekati tidak menduga jawaban Adinda. "Yoga?"
"Yah. Yoga Pradipa. Yunda masih ingat? Cowok itu yang dulu merebut perhatian Yunda dariku. Yang membuatku merasa tersisih dan tak lagi dipedulikan. Cowok yang akhirnya menghempaskan cinta pertama Yunda yang tulus dan polos dengan kejam. Dia berpaling pada gadis lain."
Ayunda mengerjap. Gambar-gambar masa lalu bagai slide yang berputar-putar di benaknya.
"Cowok yang membuatku harus rela melepaskan kepergian Yunda ke Yogya, karena harus mengobati hati yang terluka." Adinda bangkit dengan sangar. "Cowok itu melukai dua orang yang teramat kusayangi, Yunda dan Intan. Sekarang, haruskah kubiarkan dia melakukannya lagi kepada Intan?"
Ayunda tertunduk. Dia sibuk memadamkan bara yang terpercik di dadanya sendiri. Dendam lama itu bagai kembali tersulut. Luka itu kembali terasa nyeri. Tuhan, sekarang apalah bedanya lagi aku dengan Adinda bila tak sanggup memaafkan? Keluhnya.
-------------------------------------------------------------------
Nah, lho... Gimana kelanjutannya?
Jangan lupa kalo pengen cerita selengkapnya versi cetak bila langsung ke sini, ya...!
http://nulisbuku.com/books/view_book/7674/satofumi-san
Thank you for reading

KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat-jerat Cinta (Tamat)
ChickLitWahai luka yang mengering Mengapa masih terasa nyeri Kala namanya terbawa angin...? "Dendam lama itu bagai kembali tersulut. Luka itu kembali terasa nyeri. Tuhan, sekarang apalah bedanya lagi aku dengan Adinda bila tak sanggup memaafkan?" AYUNDA...